My Dad-44

12K 877 443
                                    

Gengs, coba vote komen yang banyak, bukan spam DM sampe ngelag!!!

Last part
****

"Kamu mungkin bakal tertawa penuh kebahagiaan, karena berhasil bunuh saya. Tapi, kamu bakal di hantui penyesalan setiap malamnya, karena membunuh putramu sendiri."

"Des, anak itu anugrah. Tuhan percayakan dia untuk kita jaga."

"Kamu gak mau anak ini? Biar saya yang urus dia."

"Angga gak salah. Dia gak pernah bisa nego sama Tuhan, untuk terlahir dari rahim yang mana."

"Sekeras apapun kita berusah menghindari fakta, Angga tetap anak kita."

"Jangan di gugurkan, Des. Dosa."

"Tunggu sampai saya mampu. Anak ini bakal saya urus sendiri."

"Kamu pasti bisa, pelan-pelan kamu bakal lupain Adya lalu berpaling ke saya. Kita tetap pertahankan, ya? Untuk anak kita."

"Angga bukan anak haram, jadi kamu gak berhak benci dia. Angga lahir dalam hubungan yang sah, saya ayahnya."

"Jangan karena Adya, kamu mau bunuh anak kamu sendiri? Sadar, Des, anak yang masih dalam perutmu itu anak kamu. Bekal untuk hari tua dan masa senja kita."

"Kamu bakal nyesel.."

"Mama, Aga punya Papa, kan?"

"Mama, Aga mau makan."

"Mama, Mama, Mama..."

"ENYAH KALIAN!" Suara yang terus memenuhi pikirannya berusaha ia singkirkan, Dessi telah bertindak sangat jauh dari batas normal. Sangat berbahaya jika ia mundur, karena itu percuma.

"Saya yakin kamu bakal bisa jaga Angga. Saat keadaan ekonomi saya membaik, saya bakal ambil Angga. Kamu tenang aja, saya tetap kirim uang untuk anak kita."

"Kamu punya nama untuk purta kita? Kalau tidak, boleh namanya Erlangga Diwantara?"

"Jadilah ibu yang baik, Des... agar kelak kita juga diperlakukan baik oleh anak kita."

"Mama, Aga janji gak bakal nakal, asal Mama kasih Aga makan."

"Ma, enak enggak kalo Aga minum yang lain? Aga mau susu, bosen minum teh tawal. Kata Bu Hela, lebih sehat minum susu."

Dessi memukul kepalanya yang terus saja memutarkan suara Angga dan Diaz. Setelah perkataan terakhir Diaz saat ia di daun pintu, membuat sisa-sisa sisi baiknya mulai terlihat. Dessi merasa ada batu yang mengganjal di dadanya, yang membuat dirinya begitu sesak. Apakah ini yang dinamakan rasa bersalah?

Kepalanya ia gelengkan berkali-kali dengan air mata yang terurai sendiri. Napasnya memburu mengingat fakta bahwa ia begitu keji, Dessi terus berusaha menormalkan keadaannya. Ini tidak ada apa-apanya dengan sakit hati yang ia rasa, karena Angga dan Diaz adalah penoreh luka terbanyak dalam hidupnya.

Seharusnya jika Diaz masih mencintainya, laki-laki itu lebih memilih Dessi dibanding merawat Angga. Akan tetapi, saat Angga berusia 3 tahun Diaz mengajaknya rujuk. Dengan senang hati Dessi terima, syaratnya Angga harus dititip di panti asuhan. Dari sana Diaz malah tidak menyetujuinya, pria itu lebih memilih anak yang masih belum mengenalnya. Dessi sangat sakit mengetahui hal itu. Bukan apa, Dessi tidak ingin hidup bersama Angga, karena seperti berjalan di atas duri yang bertebaran.

Sulit dan sakit.

Saat Angga berusia 4 tahun lebih, Diaz malah datang kembali hanya untuk mengambil hak asuh anaknya. Saat Dessi mulai terbiasa dengan hadirnya Angga, Diaz malah mengambil bahagianya. Meski kala itu, Dessi masih kasar dan sarkas pada Angga, ia tidak berbohong jika menyayangi anak itu. Yang membuatnya semakin sakit adalah Angga yang selalu baik-baik saja tanpa dirinya, menandakan bahwa Angga memang tidak menyayanginya.

My Dad [END]Where stories live. Discover now