BAB 39- 180 Derajat

185 10 0
                                    

Ulyssa's POV

Saat aku memutuskan untuk tinggal bersama dengan Diego kembali, maka saat itu juga aku harus siap dengan hidupku yang berubah hanya dalam sekejap mata. Tidak ada lagi Ulyssa pekerja rendahan, wanita murahan yang hamil diluar nikah. Kini hanya ada Ulyssa yang berhasil menaklukan hati seorang bachelor paling terkenal di seluruh Korea yaitu Diego. Walau sebenarnya hal itu sontak membuatku tidak merasa nyaman, karena semua hak istimewa yang kudapatkan saat ini berasal dari Diego dan bukan hasil jerih payahku sendiri, namun seiring berjalannya waktu, aku mulai membiasakan diri dengan gaya hidup baruku ini.

Hidup dimana semuanya tersedia begitu saja tanpa ada usaha yang perlu kau keluarkan. Hanya dengan satu jentikan jari, dan apapun yang kau inginkan langsung ada dihadapanku. Lingkungan yang dulu aku tempati dimana semua orang menilaimu buruk menurut pandangan mereka sendiri, kini semua itu berubah dimana tak satupun orang yang tak menyeganimu, satu kata terucap dari mulutku, maka mereka akan dengan segera melakukannya tanpa bantahan. Suatu hal yang tak mungkin bisa kau dapatkan tanpa adanya uang dan popularitas.

Bisa dibilang hanya dalam semalam hidupku berubah begitu saja. Tanpa kusadari, saat ini semua orang seakan mengenaliku dan berusaha untuk mendekatiku hanya demi keuntungan mereka semata. Namaku selalu saja muncul di tabloid-tabloid bisnis ataupun gossip yang menyebabkan opini public yang terbagi menjadi dua. Opini positif yang mendukung hubunganku dengan Diego dan bersyukur hati bujangan terkaya di Seoul yang dikatakan dingin seperti es akhirnya bisa diluluh oleh seorang gadis biasa sepertiku.

Tapi hal itu juga tidak terlepas dari orang-orang yang nyinyir terhadap diriku. Mereka berpandangan bahwa aku hanya wanita beruntung yang mengincar harta Diego. Seorang pelacur yang mempergunakan anak haram mereka untuk menguras aset kepemilikan dirinya. Memikirkan seluruh opini negative membuat diriku sampai tidak bisa tidur selama beberapa hari. Namun Diego selalu mampu mencari cara untuk menenangkanku.

Dia akan memelukku dengan sangat erat sambil mengatakan pujian-pujuan pada diriku yang lantas menyebabkan diriku luluh. Diego juga selalu berkata pada diriku untuk tidak terlalu ambil pusing pada pandangan public tentang hubungan kita karena yang menjalani hubungan adalah kita bukan mereka dan Diego tidak pernah sama sekali berpikir bahwa aku mau bersamanya hanya karena uang.

Meski hidupku tidak lagi berurusan dengan urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci, ataupun menyetrika tapi bukan berarti hidupku sudah seperti nyonya-nyonya yang hanya menikmati kekayaan suaminya. Untuk urusan menjaga dan merawat Alex maupun Diego, itu semua aku yang tangani.

Mulai dari menyiapkan baju mereka, memastikan mereka tidak terlambat bangun, hingga memasakkan hidangan special untuk mereka setiap harinya. Aku sampai memutuskan untuk mengikuti kursus masak demi mereka walau Diego sama sekali tidak masalah dengan menu yang sama setiap harinya asalkan aku yang memasakkan untuk mereka. Tapi mendapatkan seseorang yang sebaik dan sepengertian Diego tidak akhirnya membuatku terlena, aku semakin ingin memberikan yang terbaik untuk mereka.

Berbagai jenis masakan sudah kucoba masak, ada yang gagal, ada juga yang berhasil. Dan aku benar-benar tersentuh saat Diego dan Alex masih mau makan masakanku walau pada saat itu makanannya sungguhlah gosong dan pahit. Mereka juga masih mau untuk memuji dan menyemangatiku bahwa aku pasti bisa berhasil membuat hidangan ini suatu hari nanti. Hal itu yang selalu berhasil menyemangatiku untuk terus berusaha, dan pada akhirnya aku bisa menghasilkan makanan-makanan hasil buatanku sendiri yang sekarang laku terjual di pasaran.

Benar, karena diriku yang tak ingin terus di rumah dan tak melakukan apa-apa, Diego akhirnya memutuskan untuk membukakan sebuah kedai makanan kecil yang menjual aneka masakan mulai dari appetizer, main course dan dessert yang bertemakan western food yang dipadukan dengan sedikit cita rasa Asia. Hanya dalam waktu 3 bulan, aku berhasil untuk membuka cabang dibeberapa tempat di seluruh penjuru Seoul. Dengan penghasilanku selama 3 bulan itu, aku berhasil mengembalikan modal Diego yang dia tanamkan pada bisnisku.

Dengan keberhasilanku sekarang, kini orang menganggapku sebagai gold digger yang hanya menempel dan merugikan Diego semakin berkurang. Hari demi hari, aku mampu untuk menunjukkan pada semua orang bahwa aku juga bisa berdiri pada kakiku sendiri jika aku diberikan sebuah kesempatan.

Tapi sayangnya, dengan keberadaanku disamping Diego membuatnya menjadi sedikit malas untuk mengurus perusahaannya. Semua urusan pekerjaan dialihkan pada Ji Min yang sontak terkadang menyebabkan aku sendiri emosi saat melihat tingkahnya yang seperti ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku senang dirinya bisa selalu berada disisiku dan Alex. Tapi itu tidak berarti dirinya harus melalaikan semua pekerjaannya, bukan?

Secara tidak sadar, semua kemewahan ini bisa kita dapatkan dari hasil pendapatan perusahaan itu. Dan bila perusahaan itu tidak di control dan ada orang yang berkhianat dan mempergunakan dana perusahaan dengan sembarangan, bukankah itu sama saja seperti kita sedang menunggu kapan kita akan gulung tikar? Sebisa mungkin dengan adanya kita disana, kita bisa membasmi masalah-masalah seperti itu sebelum masalah itu membuat runyam dalam sektor perusahaan lainnya.

Tapi Diego selalu saja mempunyai alasan untuk melawanku. Bilanglah aku yang terlalu paranoid, atau tidak perlu selamanya dia harus berada di kantor untuk memastikan semuanya aman sentosa. Tanpa dirinya-pun, perusahaan sudah punya system dan program yang bisa langsung mengetahui ada kesalahan atau kejanggalan yang bisa berakibat fatal. Mendengar hal itu, akupun jadinya tidak bisa berbuat banyak. Aku juga tidak bisa teryakini dengan ucapan Diego yang terlalu mengampangkan sesuatu. Tidak tahu apakah ini adalah firasat atau hanyalah halusinasi yang berlebihan, tapi belakangan ini aku merasa ada sesuatu yang buruk bakal terjadi. Seperti hari ini.

"Diego! Ayo bangun. Ini sudah jam 7 pagi dan kau masih asyik bergelung diatas tempat tidur dan tidak ada niatan untuk pergi bekerja." gerutuku membangunkannya.

"Sudahlah, Sya. Hari ini aku tidak akan masuk kantor. Ji Min telah kuberitahu kok kemarin bahwa dirinya yang akan mengantikanku untuk ikut meeting dengan klien hari ini." jawabnya sambil menggerakkan badannya ke arah tempat aku tidur. 

Bound to ExWhere stories live. Discover now