BAB 59 - Benci

184 8 0
                                    

Diego's POV

"Apa tujuan Mama datang kemari?" tanyaku saat setelah Ulyssa mendudukkanku di sofa untuk mengistirahatkan kakiku yang sedang sakit.

"Apa Mama sudah tidak boleh menemui anak Mama sendiri?" tanya Mamaku sambil mendekatiku.

"Tidak usah basa basi seperti itu, Ma. Aku tahu Mama kemari pasti ada maunya. Kemarin saja aku kecelakaan Mama sama sekali tidak peduli dengan kondisiku. Jangankan datang ke rumah sakit untuk menjengukku, menelponku untuk menanyakan kabar saja tidak." sarkasku yang langsung mendapat sundukan siku tangan Ulyssa pada perutku.

"Auh! Sakit, Sya! Pacar sudah kesakitan begini, masih saja kau perlakukan dengan kasar." rintihku.

"Jangan bersikap tidak sopan begitu pada orangtuamu, Diego." balas Ulyssa.

"Biarlah, memang dia pantas menerimanya. Toh aku juga sudah tidak punya hubungan apa-apa dengan dirinya." tukasku santai.

"Diego! Sikapmu itu keterlaluan, okay? Sebagaimanapun sikap mereka pada dirimu di masa lalu, tetapi hal itu tidak bisa mengubah fakta bila mereka adalah orangtua kandungmu. Dan kau sekarang sedang berbicara dengan Mamamu, orang yang sudah mengandungmu selama 9 bulan, melahirkanmu dan membesarkanmu sampai seperti saat ini. Jadi tidak seharusnya kau bersikap kasar pada dirinya seperti tadi." marah Ulyssa.

"Katakan saja tujuan sebenarnya Mama datang kemari dan setelah itu segera angkat kaki dari rumahku, Ma!" hardikku tidak menghiraukan perkataan Ulyssa barusan.

"Diego! Tunjukkan rasa hormatmu pada Mama!" sahut Ulyssa sambil memukulku kembali untuk mengingatkanku agar bersikap sopan.

"Apa salah bila Mama datang tanpa sebab dan hanya ingin melihat bagaimana kehidupan anak Mama sendiri setelah hampir 6 tahun tak bertemu?" tanya Mamaku santai.

"Bukankah harusnya hal itu Mama lakukan 6 tahun yang lalu, Ma? Dimana Mama saat Papa mengusirku dari rumah tanpa sepeser-pun uang hanya karena aku tidak mau menuruti kemauan kalian? Hanya karena diriku yang tak ingin menikah dengan wanita pilihan kalian. Dimana Mama? Apa pernah saat itu Mama kepikiran untuk mengirimkanku sedikit uang saja agar diriku bisa setidaknya bertahan hidup sampai aku menemukan pekerjaan? Tidak ada-kan. Bahkan bertanya kabar-pun sama sekali tidak kau lakukan. Jadi untuk apa sekarang bersikap seolah-olah Mama sangat peduli dengan kehidupanku? Bahkan saat aku dalam keadaan terpuruk-pun, dimana diriku hampir mati karena terlibat kecelakaan, batang hidung kalian berdua saja sama sekali tidak muncul untuk menyemangatiku. Sudah terlambat sekarang Ma. Aku telah terbiasa hidup tanpa kehadiran kalian yang selalu mengatur kehidupanku."

"Aku kini sudah terbebas dari belenggu yang kalian buat agar diriku mau kembali dan menuruti semua keinginan kalian. Jangan pikir aku tidak tahu bahwa Papa telah menggunakan koneksinya untuk membuatku tidak punya pekerjaan selama hampir 2 tahun, Ma. Meski aku tahu, aku tetap menerimanya dan berusaha untuk keluar dari situasi itu, Ma. Dan lihatlah sekarang, tanpa bantuan kalian-pun, aku bisa bertahan dan berhasil, Ma. Hidupku juga sudah jauh lebih baik tanpa kalian. Aku punya segalanya. Kekayaan, kasih sayang, dan wanita yang aku cintai. Sesuatu yang tak pernah aku dapatkan saat aku bersama dengan kalian karena Mama dan Papa yang hanya terfokus pada pekerjaan dan anak kesayangan Mama itu." ungkapku.

Seperti yang aku katakan, hidupku berubah saat aku memutuskan untuk pergi dari rumah itu. Aku masih ingat dulu, bagaimana pilih kasihnya Mama pada diriku dan adikku. Aku memang bukanlah seseorang yang berprestasi di sekolah, aku hanyalah upik abu dengan nilai pas pas-an. Tidak ada yang bisa dibanggakan oleh diriku. Sejak kecil, aku selalu dilatih dengan keras, tanpa kasih sayang kedua orangtuaku yang seringnya hanyalah fokus pada kerjaan mereka masing-masing.

Aku selalu ditempa untuk memiliki mental sekuat baja. Tidak jarang juga aku mendapat pukulan dari Papa bila aku merengek atau menangis. Alasannya mudah kenapa Papa melakukan hal itu. Karena akulah yang akan menjadi penerus bisnis keluarga ini. Yang membuatku tidak boleh cengeng ataupun lemah. Aku harus selalu terlihat kuat tanpa kelemahan. Karena satu kelemahan saja bisa dipergunakan untuk menjatuhkanku.

Papa dan Mama sama sekali tidak peduli dengan kebahagiaanku atau apa yang sebenarnya menjadi cita-citaku. Yang terpenting bagi mereka aku harus menjadi robot tanpa perasaan seperti mereka yang sudah terbutakan dengan kenikmatan duniawi saja. Papa yang asyik dengan dunia kerjanya dan jalang-jalang selingkuhannya sedangkan Mama yang asyik berfoya-foya menghabiskan uang Papa. Pastinya dari sini kalian sudah bisa menduga mengenai hubungan Papa dan Mamaku. bukan? Ya, mereka dinikahkan melalui perjodohan demi keuntungan bisnis dan disatukan tanpa ada rasa cinta.

Tapi semua itu berubah semenjak adikku lahir ke dunia. Kasih sayang yang belum pernah kurasakan, kini tertuju semua untuk dirinya. Tidak tahu kenapa sejak kehadiran adikku ke dunia, hubungan Papa dan Mama juga ikut berubah. Mereka seakan mendapat pencerahan sejak lahirnya adikku ke dunia yang menyebabkan mereka tiba-tiba bisa bersikap seperti pasangan pada umumnya. Aku tidak membenci adikku. Aku menyayanginya layaknya seorang kakak. Namun perbedaan perlakuan antara kita berdua yang membuat akhirnya hubunganku dengan adikku jadi merenggang.

"Kami hanya ingin yang terbaik untuk dirimu, Diego. Kaulah penerus kita. Maka dari itu, kau membutuhkan seorang pendamping yang pantas disandingkan dengan dirimu. Bukan pendamping abal-abalan yang akan merusak dirimu. Kami melakukan semua itu agar kau sadar bahwa didunia ini kau bukan apa-apa tanpa kita. Apalagi kau sampai berpikir untuk mau menikahi wanita yang tidak jelas asal usulnya hanya karena cinta monyet. Tentu saja kami tidak mengizinkan hal itu tejadi, Diego. Walau kau sudah tidak tinggal di rumah, kau tetap membawa nama keluarga kita." sanggah Mamaku. 

Bound to ExWhere stories live. Discover now