BAB 5- Sorry to Say This

818 39 0
                                    


"Maaf mengatakan hal ini, Pak. Tetapi saya tidak bersedia untuk menjadi istri anda dan saya disini dipekerjakan sebagai asisten pribadi anda. Yang mengurusi kebutuhan anda. Bukan untuk memenuhi hasrat seksual anda. Memang benar ini perusahaan anda, tapi saya juga punya hak untuk menolak disini, Pak. Bila saya tidak suka dengan perlakuan anda, maka saya juga bisa menegur anda. Karena itu bukanlah aturan perusahaan melainkan hak asasi yang pantas saya dapatkan. Dan jika anda tidak suka dengan cara saya bekerja dan bertingkah, maka saya dengan senang hati mundur dari pekerjaan ini." tegas Ulyssa.

"Kau tidak boleh resign, Sya. Aku tidak akan pernah menyetujui hal itu. Kau telah terikat kontrak dengan diriku selama 5 tahun. Begitupun dengan karyawan lainnya yang bekerja disini. Jadi kau tidak bisa dengan mudah mengundurkan diri, karena saya bisa saja mendendamu dengan nominal uang yang cukup besar." ancamku.

"Saya tidak pernah masalah dengan membayar denda itu, Pak. Lebih baik saya terikat utang seumur hidup saya daripada harus bertahan menerima pelecehan yang dilakukan oleh anda. Sehingga bila bapak ingin mengancam saya untuk membiarkan anda bersikap sesuka hati kepada saya, maka maaf pak. ancaman anda tidak bekerja untuk saya." tekadnya.

Hal itu membuatku langsung tersentak dan lebih memilih mengalah terlebih dahulu. Mengapa? Karena bila dia keluar, maka akan susah bagiku untuk menemukannya lagi. Aku tidak mau kehilangan dirinya untuk kedua kalinya. Setidaknya dengan begini, aku bisa melihatnya dari dekat walaupun tak bisa menyentuhnya seperti dulu. Tak lagi dapat memeluk dan memegang tangannya, apalagi mencium pipi dan keningnya? Semua itu tidak lagi boleh aku lakukan sampai dirinya bisa mempercayaiku lagi.

"Baik, aku mengaku salah dan meminta maaf karena tadi aku lancang memelukmu. Anggap saja tidak terjadi apa-apa diantara kita tadi, okay? Aku juga akan berusaha bersikap untuk lebih professional dengan dirimu. Dan satu lagi, Sya. Kau tidak perlu memakai formalitas saat hanya ada kita berdua, panggillah seperti kamu memanggilku dulu dan berbicaralah dengan normal, aku tidak ingin hubungan kita menjadi canggung dikarenakan aku merupakan atasanmu di perusahaan."

"Mr. Alvito, disini adalah tempat kerja, sudah sepatutnya saya memanggil anda dengan menggunakan formalitas dan berbicara dengan sopan, saya harap anda bisa membedakan antara pekerjaan dan hubungan kita diluar dari pekerjaan."

"Baik kalau begitu kau bisa melanjutkan pekerjaanmu sekarang. Aku harap kau bisa nyaman bekerja di perusahaanku." jawabku sambil tersenyum paksa.

Sepertinya takdir telah mempertemukan kita kembali. Kita dipisahkan oleh takdir namun kita juga dipertemukan oleh takdir. Dan kini satu-satunya harapanku yang tersisa adalah takdir mempersatukan kita berdua melalui pernikahan yang telah kumimpikan selama 8 tahun. Kuharap diriku dan dirinya bisa menjadi sepasang pensil dan penghapus, takkan pernah bisa dipisahkan, dan saat diriku melakukan kesalahan, dia akan datang dan menghapus kesalahanku seperti penghapus.

"Mr. Alvito, jadwal anda untuk hari ini adalah meeting dengan para pemegang saham dan saat makan siang anda mempunyai janji bertemu dengan pengusaha dari Los Angeles yang datang untuk membuat kerja sama dengan anda." Ulyssa berkata memecahkan lamunanku.

"Ah? Baiklah kalau begitu. Sama Ulyssa, bisakah kamu menemaniku untuk makan siang bersama pengusaha dari Los Angeles itu?" tanyaku kepadanya.

"Bukan maksud saya ingin menolak tetapi bukankah sudah ada Mr. Park yang akan menemani anda untuk menemui klien? Dan saya rasa untuk hari pertama bekerja, tidak sepantasnya saya langsung dipertemukan dengan klien."

"Anggap saja ini sebagai pembelajaranmu yang pertama. Bila kau bisa meng-handle masalah ini dengan baik, maka saya jadi bisa lebih percaya untuk memberikanmu tugas yang lebih besar." sanggahku.

"Kalau memang bapak merasa begitu, maka sudah menjadi kewajiban saya untuk taat pada perintah."

"Baguslah. Sekarang kau persiapkan saja semua materi-materi yang kubutuhkan. Jangan sampai ada yang tertinggal, okay?" kataku.

"Baik, kalau begitu saya permisi dulu, pak." ucap Ulyssa yang langsung segera keluar dari ruanganku dan mempersiapkan bahan-bahan yang kubutuhkan untuk presentasi nanti.

Memang terdengar cukup aneh bila seorang pegawai yang baru bekerja langsung diberi kepercayaan sampai sebesar ini untuk menghandle kerja sama antar perusahaan yang bernilai miliaran. Namun entah kenapa, aku mempercayai kemampuan Ulyssa. Sudah pasti orang yang dipekerjakan Ji Min sudah terbukti kompetensinya.

Makanya aku bisa dengan mudah memberikannya tugas ini. Walau alasan lainnya karena aku ingin dirinya yang terus berada disampingku. Saat aku melihat Ulyssa yang melangkah keluar dari ruanganku, aku bisa melihat dirinya begitu berbeda dengan terakhir aku melihatnya 8 tahun yang lalu bagaikan ulat yang telah berubah menjadi kupu-kupu, itulah yang bisa kugambarkan tentang dirinya.

Dirinya yang dulu begitu kekanak-kanakan dan sangat pemalu kini telah menjadi wanita yang begitu percaya diri dan lebih dewasa. Semua yang dia lakukan, katakan bahkan setiap perubahan raut wajah dirinya sangat mampu untuk membuat hatiku tidak bisa berhenti berdegup dengan kencang. Seperti matahari yang telah menghapus mendung, bak angin yang terus berhembus biarpun pagi berganti malam. Dialah jantungku, hidupku dan satu-satunya yang aku pikirkan. Seperti lampu yang takkan pernah nyala tanpa listrik yang mengalirinya, sama seperti diriku yang takkan pernah berfungsi tanpa cintanya yang mengalir didalam hidupku dan kuharap dirinya mengetahui hal itu.

Bound to ExWhere stories live. Discover now