BAB 24 - Missing Him

264 19 0
                                    

Hari ini aku putuskan untuk pergi ke kantornya sekaligus berharap setidaknya dia punya waktu untuk kita berbicara sedikit karena sebenarnya aku juga sedikit rindu dengan momen-momen dimana dia ada disamping diriku dan Alex. Sambil membawa bekal yang sudah kumasak, aku lalu berjalan masuk ke lobby perusahaan untuk menanyakan apakah Diego ada di ruangannya atau tidak. Untungnya hari ini, Diego sama sekali tidak meeting dengan siapapun. Itu artinya aku bisa menggunakan saat-saat ini untuk memperbaiki hubungan kita yang sudah di ujung tanduk.

Sesampaiku di depan ruang kerja Diego, akupun langsung membuka pintu itu secara perlahan agar tidak menimbulkan suara yang begitu ricuh. Pada saat pintu itu sudah terbuka, aku disuguhkan dengan pemandangan dirinya yang sedang tertidur diatas meja dengan tangan yang terulur panjang. Aku juga bisa mendengar suara dengkurannya yang menandakan dia benar-benar letih sekarang. Rasa kasihan-pun langsung mengerogoti tubuhku saat aku memandangi penampilannya yang sudah acak-acakan dan tidak terurus. Tanpa sadar, aku juga menyalahkan diriku sendiri karena dirikulah yang akhirnya membuatnya jadi seperti ini.

Melihatnya dalam kondisi ini, aku juga sangat khawatir terhadap kesehatannya. Tidur yang tidak cukup, makan yang tak terurus, sudah pasti bila ini dibiarkan terus bisa menyebabkan jatuh sakit. Dan pada saat itulah aku menyadari bahwa kali ini akulah yang harus mengambil tindakan. Aku tahu sekarang, bahwa aku memang masih terlalu mencintainya dan buktinya adalah kekhawatiran yang sampai saat ini masih aku rasakan bahkan saat aku tak lagi melihat wajahnya. Masa lalulah yang membuatku merasa ragu pada perasaan ini, tapi pada realitanya, rasa itu memang selalu ada dan tidak pernah berubah. Aku saja yang tidak mau mengakui. Yang mengakibatkan aku dan dirinya sama-sama terluka.

"Ulyssa? Kamu Ulyssa-kan?" panggil Ji Min.

"Ehmmm.... Iya. Aku Ulyssa." jawabku sambil tersenyum.

"WOW. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan dirimu lagi. Aku dengar dari Diego kalau kau sudah memutuskan untuk keluar dari pekerjaanmu ini. Jadi untuk apa kau datang kemari?" tanyanya penasaran.

"Tadi aku ingin membawakan Diego bekal tapi karena tidurnya sangat lelap, aku jadi tidak enak untuk membangunkannya. Tolong berikan ini saja pada dirinya setelah dia bangun, okay? Dia harus makan makanan yang bergizi untuk bisa menjaga staminanya." jawabku sambil memberikan Ji Min rantang yang sudah aku persiapkan dari rumah.

"Bocah itu! Selalu saja tidak memerhatikan kesehatannya. Tenang saja, Sya. Aku akan pastikan dia akan makan makananmu nanti. Tapi.... Sebentar..... Kalian ada hubungan apa sampai kau mencemaskannya dirinya? Apa jangan-jangan......" ucapnya curiga.

"Aku pacarnya." bohongku. Walaupun aku juga tidak tahu apa statusku dimata Diego. Tapi daripada membuat Ji Min semakin curiga.

"Apa? Pacarnya?! Bisa-bisanya!" teriaknya yang langsung aku hentikan dengan membekap mulutnya.

"Bisa tidak suaranya diperkecil? Kau tidak sedang menyiarkan berita ini pada seluruh karyawan yang ada di perusahaan ini, Ji Min. Sudahlah. Pokoknya pastikan dia makan, okay?" kataku sambil beranjak untuk meninggalkannya sendiri.

"Tunggu sebentar, Sya! Kau ini cepat sekali ingin perginya. Kan aku tidak tahu lagi kapan bisa bertemu dengan dirimu, jadi bagaimana bila ngopi dulu baru kau pulang?" ajaknya.

"Cuih.... Malas. Lagipula pembicaraan dengan dirimu juga pastinya tidak penting sama sekali." tolakku sambil berjalan pergi.

"Apa kau tidak penasaran kenapa Diego bisa kehilangan kakinya?!" sahutnya yang sontak membuat langkahku terhenti dan berbalik kearahnya.

"Maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.

"Caraku untuk mendapatkan perhatianmu hanya bila kita berbicara tentang Diego saja, kan?" tanyanya sarkas.

"Cepat, Ji Min! Aku tidak punya waktu untuk bercanda dengan dirimu. Ceritakan atau tidak sama sekali." hardikku.

"Sabar, Ibu Negara." ejek Ji Min sambil mengarahkanku ke kantin perusahaan.

---------

"Cepat ceritakan, Ji Min!" desakku saat setelah kita berdua sudah berada di kantin.

"Okay, okay. Apa kau tahu tentang masa lalu Diego?" tanyanya.

"Masa lalu yang mana, Ji Min?" tanyaku balik.

"Dia itu punya wanita yang selama ini dia cari, Sya. Aku tidak tahu apa dia sudah menemukannya atau tidak, tapi kurasa wanita itulah yang menyebabkan kaki Diego menjadi lumpuh." jawabnya sambil menghela nafas.

Saat setelah mendengar ucapan Ji Min, aku langsung merasa sedikit tidak nyaman. Sepertinya orang yang dimaksud Ji Min adalah aku. Tetapi aku tidak mengerti. Aku? Membuat Diego lumpuh? Mana mungkin aku bisa setega itu pada Diego?

"Diego tidak pernah menunjukkan pada aku ataupun Taehyung muka dari wanita itu, namun aku tahu pasti wanita itu sangat berarti untuk dirinya, terlihat dari setiap malam dia selalu mengigau namanya. Seingatku namanya Sya atau apalah gitu." imbuhnya.

"Ulyssa, Ji Min. Dan darimana juga kau tahu setiap malam dia selalu mengigau namaku?" tanyaku.

"Itu karena sedari kita susah, kita selalu tinggal bersama, Sya. Aku, Tae Hyung dan Diego. Kami tinggal satu kost-kostan dulu. Membagi biaya sewa kost bertiga agar bisa memenuhi kebutuhan kita masing-masing dengan uang yang minim. Dari hasil tabungan itu pula, kami sama-sama memulai bisnis ini. Lebih tepatnya Diego yang menyarankan kita untuk membuka usaha ini. Dan alasan dia membuka bisnis ini ya cuma satu. Kau pasti bisa menebaknya, kan?" tanyanya yang sontak membuatku hanya bisa mengangguk pelan.

"Ya, betul sekali. Demi untuk membahagiakan Ulyssa. Supaya dia bisa memanjakan wanita itu tanpa perlu pusing dengan biaya yang harus dia keluarkan. Benar-benar lelaki idaman. Namun sayangnya, wanita itu sama sekali tidak mengetahui hal ini dan malah pergi begitu saja meninggalkan Diego seorang diri dengan rasa sakit. Aku rasa wanita itu sangat egois. Aku tidak bisa bilang bahwa Diego sepenuhnya benar."

"Karena aku juga tidak tahu permasalahan mereka berdua. Tapi menurutku dia seharusnya tidak melakukan hal ini. Dia seperti lari dari masalah dan itu bukanlah penyelesaian masalah yang baik. Daripada dianya pergi begitu saja tanpa kabar, mending dia datangi saja Diego, meminta penjelasan darinya dan bila memang hubungan itu sudah tak lagi bisa diteruskan, lebih baik putus saja. Iya, kan? Daripada kau bersikap seperti ini dan kedua belah pihak juga saling menderita." jelasnya.

"Dan kau juga, Ji Min. Kau berbicara rahasia temanmu sendiri pada seseorang yang tidak kau kenal dan yang baru saja menyandang status pacarnya. Apa kau tidak takut aku akan memutuskannya karena berpikir dia masih mencintai wanita itu. Kau juga telah menghinanya didepanku." ucapku bercanda.

"Menghina Diego maksudmu? Aku bukan menghina Diego, Sya. Aku menghina wanita itu, okay? Wanita bodoh dan sangat kekanak-kanakan. Aku menceritakanmu ini agar kau juga tahu, Sya. Ya, kalau misalnya kalian putus Cuma gara-gara ini, aku yakin paling aku hanya dibunuh oleh Diego karena telah membuatmu memutuskannya." sanggahnya sambil tertawa garing.

"Sayangnya kau semakin menambah alasanku untuk memutuskan Diego, Ji Min. Kau telah menyatakan bahwa pacarku masih mencintai mantannya dan kau juga sudah menghinaku berulang kali. Aku itu wanita bodoh yang kau maksud, Ji Min." jujurku.

"Jadi kau? Kau itu Ulyssa. Wanita yang selama ini dicari Diego. Kok aku tidak diberitahu olehnya?" tanyanya bingung.

"Kalau aku adalah wanita itu, apakah kau mau untuk bersujud dihadapanku dan meminta maaf karena sudah menghinaku didepan mata kepalaku sendiri?" tanyaku sarkas. 

Bound to ExDonde viven las historias. Descúbrelo ahora