Eps.23 - Broken Heart

Mulai dari awal
                                    

Aku hanya mengangguk singkat, lalu cepat-cepat kembali melanjutkan langkah. Lantas dalam perjalanan menuju ruang guru, firasatku tiba-tiba tidak enak. Apa mungkin Pak Arnold yang ganteng itu bersedia menerima cewek cupu berjerawat sepertiku. Ya Tuhan, kenapa aku senekat ini melakukan perbuatan bernama kriminal cinta?

Apa pun yang terjadi, gue siap ada buat lo. Suara Orion memenuhi pikiranku, menemani setiap langkah demi langkah yang kutempuh. Aku memasuki ruang guru yang juga sudah cukup lengang. Hanya tersisa beberapa guru yang sedang sibuk di bangku masing-masing, termasuk Pak Arnold yang duduk di pojok belakang. Aku tersenyum sopan kepada Bu Sasmita yang menatapku dari balik kacamata saat aku melewati bangkunya.

"Permisi, Pak. Selamat siang," kataku setelah sampai di depan mejanya.

"Iya, selamat siang, Ayya," jawab Pak Arnold tegas, menatapku. Saat ini aku langsung mengalihkan tatapan.

"Gimana, Pak?"

"Silakan duduk dulu."

Astaga, aku tidak menyadari ada sebuah kursi di depan meja Pak Arnold, buru-buru aku menjatuhkan pantatku di sana.

"Saya mau langsung terus terang saja. Karena ini tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran. Jadi, mohon maaf sebelumnya, Ayya, saya tidak menerima cintamu ...."

Cukup. Rasanya kepingin pingsan saja mendengar semua itu, dan kalau perlu aku tidak usah bangun lagi untuk selamanya. Tapi mengingat masih ada cowok baik seperti Orion, hatiku seakan berubah sekuat baja.

"Jujur, sebenarnya saya sangat terkesan dengan kata-kata darimu di surat itu, juga dari anak-anak lain. Tapi sayang seribu sayang, saya bukan guru bahasa Indonesia yang mungkin akan memberi nilai plus di raport nanti. Kalian itu sungguh kreatif. Lebih baik kalian manfaatkan hal semacam itu di bidang literasi, saya yakin akan jauh lebih bermanfaat."

Aku diam saja, aku tidak berniat untuk menjawabnya. Meskipun aku sudah memasang hati sekuat baja, namun baja itu tetap saja retak. Oke, mungkin aku yang salah, hatiku tak sekuat baja melainkan hatiku sebenarnya rapuh.

"... saya sangat menghargai kalian. Terima kasih banyak." Pak Arnold mengambil berlembar-lembar kertas dari laci. Ya Tuhan, itu surat cinta dari para penggemarnya? Mereka pasti anak-anak yang jauh lebih cantik daripada aku. Mendadak aku jadi merasa bodoh tak terkira.

Pak Arnold terkekeh singkat. "Kalian itu anak-anak remaja yang sedang mengalami fase mencari jati diri, juga fase di mana kalian merasakan 'sesuatu' kepada lawan jenis. Ah, saya kurang paham dengan materi seperti itu."

Apa maksud Pak Arnold bercerita ramah panjang lebar di hadapanku? Apa dia tidak cukup berterus terang saja? Toh semuanya sudah jelas, bahwa aku ditolak! Aku ditolak. Ya Tuhan, pertama kali aku memberanikan diri menembak cowok, pertama kali pula aku ditolak dan sakit hati tentunya.

Tampaknya Pak Arnold mengerti raut wajahku yang tidak enak dilihat. "Maaf kalau kata-kata saya tidak berkenan. Makasih Ayya, kamu sudah jujur dengan perasaanmu ini. Nggak ada yang salah dan nggak perlu malu. Bukan tanpa alasan saya menolak kalian anak-anak manis. Ya karena saya nggak mungkin mengkhianati tunangan saya."

Tunangan? Triple O em ji. Jadi Pak Arnold sudah memiliki tunangan? Berarti gosip yang beredar bahwa Pak Arnold masih sendiri salah total. Aku menggigit bibir, tak bisa menahan tangis. Sungguh ironis. Mulai detik ini, aku harus merelakan dia, melepas dengan ikhlas. Dan mengenai mimpiku soal pertanda dia jodohku? Lupakan saja, itu hanya bualan para orangtua jaman dulu. Aku sudah tidak percaya lagi yang namanya mimpi sebagai pertanda.

Aku mengangguk singkat, berusaha mengulas senyum sebelum beranjak keluar dari ruangan yang mendadak terasa pengap ini. Bodo amat dengan sopan santun, aku berjalan cepat melewati meja-meja guru agar tak ketahuan sedang menangis.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang