Eps.38 - Berpisah

789 123 165
                                    

3 bulan kemudian...

"Miko... lo gimana kabarnya? Gue harap lo baik-baik aja. Mik, meskipun kata maaf dari gue disampaikan ribuan kali nggak akan menghapus rasa sakit hati lo waktu itu, gue tetap berharap lo masih mau temenan sama gue, Mik, gue nggak bisa ngelupain kebaikan lo. Kita dekat kenapa hanya sesaat? Kenapa lo pergi ninggalin gue secepat ini."

Sepagi ini mataku meneteskan cairan bening yang merembes melalui ujung-ujung mata. Aku terisak pelan seraya menatap sepatu pemberian Miko yang sudah diberikan sejak 3 bulan yang lalu. Untuk pertama kalinya, aku akan mengenakan sepatu tersebut dikarenakan aku begitu merindukan sosok sahabatku yang satu itu. Oke, dia memang tidak pergi selamanya, tapi dia benar-benar pergi setelah kejadian di Taman Saloka saat Orion mengata-ngatai Miko yang tidak-tidak. Dan semenjak saat itulah Miko tak pernah merespon pesan-pesanku, tak menanggapi panggilan telepon maupun vidio call dariku. Namun meski demikian, Miko tidak memblokir nomor WhatsApp-ku sebagaimana yang orang-orang lain lakukan ketika sedang marah. Itu satu-satunya yang membuatku masih berharap bisa kembali berteman dengannya.

"Miko... plis, gue pengen ketemu sama lo. Apa lo udah nggak mau temenan sama gue lagi?" Aku masih berbicara seorang diri, menatap sepatu yang diam membisu. Aku benar-benar mengharapkan sebuah keajaiban jika sepatu yang sudah melekat di kedua kakiku ini berubah menjadi sesosok Miko. Lalu setelahnya dia segera memelukku erat dan membawa pergi terbang menembus awan. Oke, hentikan khayalan fantasi ini, Ayya!

Aku mengambil tisu di kotak yang terletak di meja belajar untuk memberut ingus yang keluar. Sembari sesenggukan, aku meraih ponsel dan menulis pesan untuk Orion agar ia tak perlu menjemputku pagi ini, toh beberapa hari ini aku dan Orion sudah tak sesering pulang-pergi sekolah bareng seperti dulu. Entahlah, Orion sedang menyibukkan diri dengan kegiatan futsalnya, sampai-sampai cowokku itu belum sempat menunaikan perintah dariku untuk mencari Miko dan meminta maaf kepadanya.

"Iya, Ayya, nanti kalau gue udah sempet bakal nyari sahabat lo itu buat minta maaf." Begitu kata Orion suatu ketika. Namun sampai detik ini belum juga terwujudkan niatnya tersebut.

Orion segera membalas pesanku tanpa ribet-ribet menanyai alasan kenapa aku tak perlu dijemput. Seiring berjalannya waktu mungkin Orion sudah merasa bosan harus berpacaran dengan cewek cupu yang tidak pandai membuat suasana romantis sepertiku ini.

Aku menghela napas panjang, kembali masuk ke kamar mandi untuk mencuci wajah sebelum memutuskan untuk berangkat sekolah. Mengenai soal Miko, sepertinya lain waktu aku memutuskan untuk bertandang ke sekolahnya saja. Mudah-mudahan Miko masih bersedia menemuiku.

Seperti biasa sebelum sering berangkat sekolah bareng Orion, aku turun dari bus yang berhenti di terminal tak jauh dari gedung sekolah. Turun bersama puluhan anak-anak lain yang tak kukenal membuatku ingin cepat-cepat sampai ke depan pintu gerbang. Ketika langkah kakiku bergerak cepat, mataku tak sengaja menangkap siluet Erin di seberang jalan sedang berdiri seorang diri. Triple O em ji, apa yang sedang Erin lakukan di pinggir jalan dengan satu tangan yang membekap mulutnya itu? Berhubung bel masuk masih beberapa menit lagi, aku memutuskan menyeberang jalan untuk mencari tahu apa yang sedang dilakukan sobatku yang satu itu.

"Erin? Lo lagi ngapain di sini?" tanyaku begitu berhasil mendekat ke arahnya.

Erin segera mengusap kedua matanya. Tampaknya Erin baru saja menangis.

"Rin, lo-"

Belum sempat aku melanjutkan kalimat, Erin segera memelukku erat. "Ay, pasti lo mau tanya gue kenapa, kan?"

Aku mengangguk, mengusap-usap pundaknya. Rasanya aneh berpelukan di trotoar pinggir jalan dengan kendaraan yang banyak lalu lalang.

Seolah mengetahui isi hatiku, Erin melepaskan tubuhnya dan menatapku dengan matanya yang berair. "Tadi gue sempet lihat Gilvan di minimarket, terus dia juga ngelihat gue, gue senyumin dia dong ya karena gue merasa kita pernah ada satu sama lain, tapi apa yang terjadi, Ay? Gilvan cuma buang muka dan melengos pergi gitu aja. Tanpa ada basi-basi balas senyuman dari gue sedikit pun."

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now