Eps.31 - Benci Untuk Mencinta

870 141 254
                                    

Ketika kami hendak memasuki area wahana, tiba-tiba tangan Cherry menahan dan melingkari lengan Orion

"Orion ... plis gue ikut ya!"

Sejenak, aku bisa melihat Orion menghela napas gusar, lalu secara perlahan ia segera menurunkan tangan cewek yang memakai bando kelinci itu.

"Sori Cher, lo tahu sendiri kan kalau sekarang gue udah jadian sama Ayya?"

Oh semesta dan seluruh isinya. Rasanya puas banget mempermalukan si cewek barbie ini di muka umum. Oke, mungkin memang orang-orang di sekitar tidak memperhatikan perbincangan kami, tapi setidaknya di sini juga ada Arraja yang mendengus terang-terangan mendengar perkataan Orion. Hal tersebut tentu saja membuatku merasa menang di atasnya. Tapi tunggu dulu, entah mengapa raja jahil titisan neraka itu tidak ikut hangout bersama gengnya. Apa karena teman-temannya sedang sibuk dengan gebetan masing-masing? Heksa bersama Sefrila, Darwin bersama Mikhaila, dan entah siapa lagi sohib Arraja yang sedang bersenang-senang dan meninggalkan Arraja seorang diri dengan tampang nelangsa yang dibuat sok cool. Astaga, rasanya aku kepingin tertawa keras di hadapannya.

"Tapi, Yon, gue juga pengin-"

"Udahlah, Cher. Lo naik bianglala sama gue aja. Kebetulan gue juga mau naik. Tadinya gue mau bareng sama Heksa, tapi tuh orang malah udah ngacir." Arraja berkata seraya menarik pergelangan tangan Cherry, tanpa memberi kesempatan menjawab tawarannya.

Aku tercekat sesaat ketika mereka berdua segera memasuki wahana bianglala menuju tempat karcis, mendahului aku dan Orion. Orion menatap keduanya dengan raut heran sebelum akhirnya hanya mengedikkan bahu tak peduli. Tak lama kemudian, Orion ternyata melakukan hal yang sama seperti Arraja, menggamit pergelangan tanganku yang bebas dan segera berjalan menyusul Cherry dan Arraja.

Setelah membeli tiket karcis, wahana bianglala berhenti, kami pun memasuki gerbong bianglala di tempat masing-masing. Dalam hitungan detik, bianglala tersebut kembali berputar searah jarum jam. Mendadak jantungku berpacu kencang hingga secara spontan aku memejamkan mata karena merasa takut. Mana Orion duduk di depanku, bukan di sampingku, tentu saja hal itu membuat pikiranku kacau andaikata tiba-tiba pintu bianglala terbuka dan aku tergelincir bebas ke bawah. Oh Tuhan, aku tidak mau akhir hidupku setragis itu—ya meskipun cukup romantis karena aku mati di saat sedang berduaan bersama seseorang yang kucintai.

Oke baiklah, aku sudah melantur ke sana kemari, sampai-sampai aku terkejut saat Orion memanggil namaku.

"Ay, lo harus percaya lo itu nggak takut ketinggian, tapi lo cuma takut jatuh. Buanglah segala pikiran buruk itu. Sekarang, buka mata lo, dan nikmati pemandangan kota di malam hari dari sini."

Saat Orion berbicara, ternyata posisi kami sedang berada di bawah. Pelan-pelan aku membuka mata, lalu mendapati senyuman Orion yang menenangkan. Detik selanjutnya, cowok itu melumat permen kapasnya dengan ekspresi khasnya. Secara refleks aku ikut tersenyum juga.

"Tenang saja, oke? Ada gue di segala sisi lo."

Aku mengangguk perlahan, dan seketika itu juga gerakan wahana ini terhenti tepat saat kami berada di posisi puncak. Aku nyaris saja menjerit jika tak segera ingat kata-kata Orion barusan. Aku harus tenang, ada Orion di segala sisiku. Hatiku berkali-kali mengucapkan mantra itu.

"Ay, lihat deh ke bawah, lampu kota indah banget kan?"

Aku berusaha menenangkan diri, lalu melirik ke arah yang ditunjuk Orion. Hamparan cahaya lampu dari sudut kota terlihat begitu memukau, meski tak begitu luas dijangkau indra penglihatan.

"Ternyata bener, Yon. Indah banget. Gue jadi ingat, di saat seperti ini, gue merasa kalau manusia itu ternyata kecil banget, dan betapa Maha Besarnya Tuhan dengan segala ciptaan-Nya."

Be My Miracle Love [End] ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat