Eps.50 - Tarik Ulur

801 146 208
                                    

"Ay, gue bukanlah dewa, gue cuma manusia biasa yang nggak sempurna. Tapi gue punya hasrat ingin memiliki lo seutuhnya. Sebagai penyempurna segala kekurangan gue."

Oke, harus kuakui perkataannya itu tak kalah manis dengan buaian yang pernah Orion berikan kepadaku dulu. Tapi entah karena apa, aku merasa belum sepenuhnya terbius oleh seorang Arraja. Harus kuakui pula, Arraja bukanlah cowok jelek melainkan dia cukup tampan, tetapi karena mungkin aku belum ada hati dengan dia, rasanya semua itu masih membuatku ragu. Tunggu, aku harus memastikan hatiku sendiri. Sebenarnya aku cukup terkesan dengan segala pengorbanan Arraja terhadapku, apalagi jika memang dialah pelaku 'penggemar rahasiaku' yang sebenarnya. Aku akan memikirkan matang-matang.

"Ay, semua udah jelas, kan? Gue suka sama lo, Ay, dari dulu. Dari sebelum lo deket sama Orion. Dan akhirnya... berpacaran sama dia. Itu pun nggak menghalangi perasaan gue untuk menghapus nama lo dari hati gue, Ay. Justru semakin membuat gue punya hasrat yang tinggi untuk membongkar kebusukan Orion. And, semua terbukti kalau Orion nggak bener."

"Gue tahu... makasih ya, atas bentuk cinta yang lo berikan ini. Sebelumnya gue bener-bener nggak nyangka seorang Raja Neraka ternyata cinta sama gue."

"Gue suka sebutan lo itu." Arraja terkekeh. Aku perhatikan, dia sama sekali belum menyentuh nasi gorengnya.

"Arraja... ternyata lo manis juga, ya."

"Baru tahu?" Arraja mengedipkan matanya.

"Bukan manis mukanya. Tapi... sikapnya."

Arraja memajukan bibirnya. "Jadi... semua udah jelas. Sekarang tinggal gue serahkan ke elo, Ay."

"Gue?" Aku menunjuk diri sendiri.

"Iya. Emang siapa lagi?"

"Ehm, Ja, gue... gue masih bingung dengan semua ini. Lagian, masa gue langsung pacaran sama lo di saat gue baru aja putus sama Orion."

"Ayya, jangan bicara seolah-olah hubungan lo dan Orion itu berjalan mulus. Itu kan cuma hubungan settingan doang. C'mon, Ayya, be my girl."

"Bagi gue, itu nggak settingan, Ja."

"Terserah lo deh. Tapi... sekarang gue udah jelasin dan mengungkapkan semuanya. Tinggal. Elonya. Aja." Arraja menekan kalimat terakhir.

"Gue boleh mikir ya? Please?" Aku menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.

Arraja tertawa pelan, tampaknya sudah kembali percaya diri lagi. "Oh, lo mau sok jual mahal kalau sama gue. Giliran dulu lo berani nembak Pak Arnold tanpa punya urat malu, dulu juga... langsung nerima Orion begitu tuh cowok berkorban dikit buat lo."

"Arraja... ih lo apaan sih? Nggak usah ngungkit masa lalu deh," tukasku seraya berusaha mencubit lengannya.

"Hahaha lo lucu deh."

"Makasih. Tapi gue bukan badut."

"Lo juga bukan boneka yang bisa dimainkan seenaknya sama Orion kan? Percaya, Ay, dengan bersama gue, gue bisa mengobati luka-luka lo akibat perbuatan cowok barbar itu." Nada bicara Arraja kembali serius.

Aku tampak berpikir keras. Sungguh, rasanya aku masih bingung.

Arraja menghela napas, lalu tanpa kuduga kepalanya melongok ke kolong meja, membuatku jadi ikutan menundukkan kepala.

"Ada apaan?"

"Ciee sepatunya dipakai ciee... ciee Ayya." Arraja tersenyum jahil.

"Apaan sih? Wlee, ini kan sepatu dari Miko."

"Tapi kan Miko itu adalah gue. Ingat?" Arraja menunjuk dirinya sendiri sebelum tawanya terurai pelan.

"Nggak mau tahu, pokoknya sepatu ini dari Miko. Bukan dari lo. Titik."

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now