Eps.44 - Sama-Sama Jealous

776 123 289
                                    

Melihat itu hatiku terasa ditusuk sembilu. Sakit yang teramat sangat. Ya Tuhan, apa yang sedang mereka lakukan di belakangku?

Namun, aku berusaha menahan agar keutuhan hati ini tak langsung retak dan patah berkeping-keping. Aku harus kuat dan berpikir positif. Detik selanjutnya, Orion melepas tautan tangan di jemari Cherry. Semerbak parfum wangi begitu tercium di badan mereka. Sementara aku masih memakai seragam sekolah yang terbalut jaket lusuh, aku menatap penampilan Orion yang sungguh sangat mewah. Kaos putih, jaket jeans berharga mahal, celana jeans belel dan sepatu kets yang mengkilap.

Menyadari aku sedang memperhatikannya, Orion siap membuka suara. Namun, aku lebih memilih untuk tak mendengar ocehan dari mulut Orion. Beberapa detik berdiri di depan pintu masuk kafe membuat aku tersadar dan buru-buru berjalan keluar ruangan. Mengindahkan raut wajah Orion yang masih tampak serba salah.

"Ayya, Ayya... tungguin, Ay. Gue bisa jelasin semuanya."

Tak kusangka, ternyata Orion mengejarku dan menahan lenganku.

"Apa sih, Yon? Nggak usah terlalu drama deh. Apa yang perlu dijelasin?" tanyaku begitu berbalik menghadap Orion. Rasanya sudah tak seperti dulu lagi ketika menatap kedua mata Orion.

"Ay, pasti lo salah paham dengan apa yang lo lihat barusan. Maka dari itu gue mau jelasin...."

"Udahlah, Yon." Aku melepas tangan Orion dari lenganku.

"Lo harus tahu, gue sama Cherry...."

"Oh iya, kenapa tadi lo nggak berangkat sekolah?" Aku sengaja memotong ucapan Orion, dengan intonasi suara pelan. Entah kenapa aku tidak bisa marah-marah begitu melihat sang pacar sedang berduaan dengan cewek lain.

Orion menggaruk tengkuknya. "Gue... gue lagi diundang sama Mamanya Cherry, nah makanya sekarang gue di sini bareng sama Cherry."

Tidak jelas. Undangan dalam rangka acara apa? Namun, kalimat tersebut tak aku keluarkan dari mulut, hanya tersimpan dalam hati.

"Terus, kenapa lo nggak ngasih kabar sedikit pun ke gue, Yon? Dari mulai lo berangkat ke acara mendaki, bahkan sampai detik ini. Kenapa?" Aku memutuskan mengatakan hal lain.

"Ayya, hape gue rusak, mati total. Makanya sejak gue berangkat mendaki, gue nggak ngasih kabar ke lo. Maaf banget, ya."

Aku mendesah berat. Apa aku harus percaya dengan kata-katanya?

"Tapi, harusnya lo bisa ngabarin gue melalui hape Yudis, atau Agil?" Aku masih berusaha mengulik. "Jujur aja, Yon, ada apa sih sebenarnya?"

"Ay, percaya sama gue." Seperti biasa, Orion memasang ekspresi memelas.

"Percaya gimana?" Kali ini, mataku sudah terasa sembap. Cepat-cepat aku menghapusnya. "Lo bilang katanya mau pamerin sunrise buat gue, mau metik bunga edelweis khusus buat gue. Tapi apa? Semua itu hanya janji-janji manis yang mengandung kepalsuan dari mulut lo doang, Orion Wilzhan Almahendra."

Orion berdecak. "Ayya... gue pikir lo nggak nanggapin serius perkataan gue soal itu."

"Ah sudahlah, Yon, Cherry udah nungguin lo tuh di dalam. Kasihan dia sendirian."

"Ayya, lo... marah sama gue?" Orion memegang bahuku.

Aku menggeleng pelan. "Engga, gue nggak marah. Gue cuma... gue cuma kecewa sama lo, Yon."

Usai mengatakan, air mataku lantas mengalir deras dari pelupuk mata. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri, karena memang aku sungguh kecewa berat dengan sikap Orion.

"Ayya!"

Aku kembali tak mengindahkan seruan Orion. Cowok itu berjalan untuk menghalangiku mencegat taksi. Berusaha menahan lenganku.

Be My Miracle Love [End] ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora