Eps.23 - Broken Heart

998 168 287
                                    

Triple O em ji. Aku sungguh sangat tidak mengira bahwa Pak Arnold akan mengirimiku pesan yang berisi agar aku menemuinya sepulang sekolah ini. Jam terakhir telah berlalu, kini saatnya murid-murid untuk pulang dan bersiap menyambut malam Minggu.

Rasanya kepingin nangis saja mendapati kenyataan ini. Kenyataan bahwa Pak Arnold menyuruhku menemuinya di ruang guru. Oke, aku memang berlebihan, tapi aku sungguh tidak bohong. Tunggu dulu, aku harus bisa mengontrol keadaan. Pasalnya, belum tentu pernyataan cintaku diterima kan? Ya Tuhan, memikirkan itu membuatku jadi harap-harap cemas.

"Semangat, Ayya, semoga lo beruntung," ucap Decha sebelum pergi meninggalkanku.

Akhirnya aku melambaikan tangan kepada teman-temanku sebelum kami berpisah di balik koridor. Jujur, akhir-akhir ini aku sudah jarang pulang sekolah bareng mereka, tapi untungnya mereka tak mempermasalahkan.

Baru beberapa langkah, lenganku ditahan oleh seseorang dari belakang. Saat aku menoleh, aku mendapati senyum imut nan manis dari Orion. Cowok futsal ini masih mengenakan kaos olahraga angkatan kami yang lumayan keren, atau mungkin terlihat keren karena itu dipakai seorang Orion. Namun, celana yang dikenakannya bukan seragam olahraga, melainkan sudah diganti dengan celana abu-abu.

"Ayya, ehm gue anterin lo pulang ya?"

"Eh ...." Aku menimbang sesaat ajakan tersebut. Kali ini aku benar-benar berpikir, tak seperti biasanya yang langsung setuju dengan ajakannya. Karena bagaimanapun, kejadian drama tadi pagi sebenarnya melibatkan dirinya. Tapi aku sudah memutuskan untuk berteman dengannya. Dan sepertinya, pesona Orion memang berhasil meluluhkan hatiku, sehingga membuatku tak menyesali keputusan ini.

"Lo pasti mikirin soal vidio itu, kan?" tanya Orion, menatapku lamat-lamat.

"Ayya, gue udah minta akun yang bernama Sherly untuk menghapus vidio itu. Dan sekarang vidionya udah nggak ada kok," jelas Orion tanpa diminta.

Melihatku yang masih bergeming, cowok itu kembali bersuara. "Apa lo kepikiran juga soal omongan anak-anak yang menuduh lo yang nggak-nggak? Soal teman-temannya Cherry yang udah keterlaluan sama lo? Ayya, lo harus percaya, gue udah peringatin mereka buat nggak ngurusin urusan gue sama lo. Lo percaya kan sama gue?"

Aku tersenyum simpul mendengar penjelasan Orion itu. Entahlah, rasanya hatiku tak menentu.

"Udahlah, Yon. Nggak apa-apa kok. Gue udah nggak mikirin semua itu. Terserah mereka mau komentar apa."

Orion memasang ekspresi datar, tapi terlihat sangat khas di wajahnya. "Lo nggak marah kan sama gue?"

Lagi-lagi aku tersenyum tanpa bisa ditahan. "Engga, Yon."

"Oke kalau gitu. Sekarang kita pulang yuk. Gue antar sampai depan rumah." Orion tersenyum lebar.

"Ehm boleh sih, tapi gue harus nemuin Pak Arnold. Lo tahu kan mengenai surat itu?"

Sebelumnya, aku sudah memberitahu Orion bahwa aku tak jadi menitip surat kepadanya untuk diberikan kepada Pak Arnold di jam terakhir tadi, sehingga cowok itu pasti tahu kalau aku sudah memberikannya langsung kepada oknum yang dimaksud.

"Oh baiklah, gue tungguin lo kok." Orion menghela napas, membenamkan kedua tangannya di saku celana.

Aku mengangguk pelan, berbalik arah tanpa sepatah kata untuk Orion.

"Ayya!" panggil Orion dari belakang. Aku memejamkan mata, mengembuskan napas pelan-pelan.

"Iya, Yon?" Aku berbalik menghadapnya. Dalam suasana koridor yang lengang ini, aku bisa mendengar suaraku yang sedikit menggema.

"Apa pun yang terjadi, gue siap ada buat lo. Good luck." Orion mengangkat ibu jarinya.

Entah apa maksudnya, namun perkataan tersebut berhasil membuat perasaanku sedikit tenang. Tuh kan aku bilang juga apa? Perasaanku ini tidak jelas arahnya.

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now