Eps.49 - Hasrat

808 139 202
                                    

Sesekali selama jam pelajaran, mataku sempat mendapati Arraja yang sedang mencuri pandang ke arahku. Cowok itu mengulas senyum namun tak kupedulikan karena aku masih merasa bimbang dengan perasaanku.

"Ay, tadi selama jam istirahat lo ke mana?" tanya Decha, setelah anak-anak sekelasku mulai meninggalkan ruangan laboratorium komputer satu per satu. Bel pulang sudah berdentang, Pak Indrayanto, selaku guru komputer menugaskan kami untuk membuat data menggunakan rumus-rumus di Microsoft Excel, sementara beliau ada urusan penting.

"Gue tadi nyamperin Sefrila. Ternyata dia udah sadar sama perbuatannya," tukasku, setelah mematikan komputer. Tugas kami sudah dikirim ke email pribadi Pak Indrayanto.

Decha, Erin dan Vinny mengangguk-angguk.

"Tadi waktu jam istirahat, Heksa udah cerita semuanya sama kita-kita, Ay," kata Erin.

Aku menghela napas lega, akhirnya tak perlu membuang-buang energi dan pikiran untuk menjelaskan soal Arraja kepada ketiga sobatku. Mataku melirik Heksa yang baru akan keluar ruangan, mengangguk singkat begitu pandangan kami saling bertemu.

"Sumpah, Ay, gue aja shock banget saat tahu yang sebenarnya kalau Miko itu adalah Arraja, gimana dengan lo." Decha geleng-geleng kepala.

"Iya. Gue bener-bener bingung dengan keadaan ini."

"Tapi gimana tanggapan lo, Ay? Nggak nyangka ya ternyata selama ini orang yang lo anggap musuh diam-diam suka sama lo," sahut Vinny, tertawa pelan.

"Gue sama sekali nggak nyangka, Vin."

"Arraja sampai segitunya ya rela nekat jadi orang lain demi untuk lebih deket sama Ayya," kata Decha.

"Selama dengerin cerita Heksa, gue merasa kalau Arraja ini emang tulus mencintai lo, Ay. Kalau gue pribadi, gue setuju kalau seandainya lo jadian sama... Arraja." Erin menatapku, menggenggam tanganku.

"Rin, gue aja masih bingung sama semua ini. Belum ada kejelasan dari diri Arraja langsung."

"Gue setuju sih sama Erin, lo tuh lebih bisa menghargai diri lo sendiri saat bareng Arraja, Ay." Perkataan Decha langsung diangguki oleh Vinny dan Erin.

"Dan gue merasa gedeg banget soal Orion. Ternyata... selama ini dia cuma modus doang deketin Ayya." Erin memasang ekspresi kesal.

"Iya sama. Gue juga kesel banget sama tuh orang. Gue kira dia tulus berpacaran sama Ayya," sahut Vinny.

"Bener. Kalau gue kebayang mukanya yang sok innocent itu, rasanya pengin gue cabik-cabik." Decha ikut menimpali.

Aku menghela napas dan tersenyum tipis mendengar komentar ketiga sobatku. "Kalian tahu soal hubungan gue dengan Orion dari Heksa juga?"

Mereka mengangguk kompak.

"Yah, semua itu membuktikan kalau omongan kalian dulu ternyata benar. Orion deket sama gue cuma mau pansos. Cuma hubungan settingan doang. Maafin gue ya pernah membantah omongan kalian waktu itu."

"Udah, Ay, nggak perlu ada yang dimaafin." Decha mengusap-usap bahuku dengan lembut. "Lagian, nggak ada yang bisa memutarbalikkan waktu."

Seberes memasukkan alat tulis ke dalam tas, kami bergegas ke luar laboratorium. Memastikan tidak ada yang tertinggal, kami berjalan keluar dan menutup pintu rapat-rapat. Decha yang mendapat amanat dari Pak Indrayanto untuk mengunci pintu segera melakukannya dengan hati-hati. Usai mengunci pintu, kami bersiap mengantar Decha ke ruang guru untuk meletakkan kunci tersebut di meja Pak Indrayanto. Namun saat kaki kami sedang melangkah di koridor, Heksa tiba-tiba mengagetkan kami.

"Eh sori, sori, bikin kaget." Heksa tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Lo belum balik, Hek?" tanyaku sembari menatap sekeliling. Heksa ternyata sendirian, tidak ada teman-temannya.

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now