Eps.11 - Hari Balas Dendam

1.1K 231 243
                                    

"Awas aja lo!" geramku, segera bangkit dan memutuskan untuk menyusul teman-teman ke kantin.

Sesampainya di area kantin, napasku yang sebelumnya cukup memburu perlahan kembali normal. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru kantin untuk menemukan ketiga sahabatku. Namun justru mataku menangkap geng Arraja di salah satu bangku. Aku mencebik sebal, berpikir sesaat kenapa Arraja dan teman-temannya sudah ada di kantin, padahal sebelumnya mereka melintasi tempat menuju belakang gedung sekolah. Mungkin benar apa kata pepatah, 'banyak jalan menuju roma'.

Namun semua itu tak membuatku hilang akal untuk mencari balas dendam. Ide itu muncul saat Arraja berseru sembari mengangkat tangannya. "Pak Salim! Mi ayam satu porsi ya, nggak pakai pedas!"

Astaga, selama ini aku baru tahu bahwa cowok tengil tersebut tidak suka pedas? Baiklah, mungkin caraku untuk balas dendam ini juga pedas, tapi aku tak peduli. Segera saja aku mendekati konter tempat Pak Salim berjualan.

"Pagi menjelang siang, Pak Salim," sapaku ramah kepada beliau yang sedang meracik mi ayam.

"Eh Eneng? Mau pesan mi juga? Soalnya kalau soto sudah habis," tukas Pak Salim, masih fokus dengan pekerjaannya. Mengingat aku yang berlangganan soto dengannya.

"Ehm habis ya, Pak?" Aku pura-pura sedih. "Tapi sebenarnya niatku kemari buat disuruh nganterin mi ini ke Arraja, Pak!"

Pak Salim lantas menatapku lekat, sebelum akhirnya mengangguk dan menyerahkan semangkuk mi tersebut ke arahku. Aku menahan seringai senyum, kemudian membawa mangkuk tersebut ke sebuah meja yang hanya dihuni oleh dua orang. Tanpa berpikir panjang, aku segera menyendokkan banyak sambal ke dalam mi ayam milik Arraja dan aku aduk-aduk hingga merata.

"Astaga, Kak, banyak amat sambalnya? Nggak takut meledak?" tanya siswi yang kelihatannya masih kelas sepuluh itu.

Mengibaskan tangan, aku menjawab santai. "Ah enggak mah, ini udah biasa buat gue. Santuy."

Kedua cewek tersebut menatapku penuh selidik sebelum akhirnya bergidik bersamaan. Aku hanya tersenyum simpul dan bangkit dari meja mereka.

"Pak Salim, maaf ya aku nggak jadi deh nganterin ini ke cowok rese itu. Pak Salim aja yang nganter," kataku, pura-pura menekuk wajah.

Pak Salim geleng-geleng, merasa maklum dengan kehidupan anak remaja. Dengan sabar, beliau segera mengambil kembali mangkuk mi dan cepat-cepat mengantarnya ke meja Arraja yang dipenuhi oleh cowok-cowok satu kelasku.

Aku mengepalkan jari-jemari dan bersorak bahagia dalam hati. Detik berikutnya mataku menangkap lambaian tangan Vinny di salah satu meja. Seraya berjalan ke arah mereka, aku menatap Arraja yang sepertinya sedang mengucapkan terima kasih kepada Pak Salim. Pak Salim berlalu, aku sampai di meja ketiga temanku.

"Lo lama amat di toilet? Habis ngapain?" tanya Vinny curiga.

"Triple o em ji ... Vinny, jangan bahas toilet di saat lagi makan gini deh," sahut Erin tak suka, memberengut ke arah Vinny.

"Yup, bikin selera makan hilang. Betewe, lo nggak pesan makanan, Ay?" timpal Decha dan menatapku sekilas.

"Oh nanggung ah, Cha. Lagian gue belum lapar-lapar amat kok." Aku menyahut sembari menyeruput jus jeruk milik Decha. Sementara mataku masih berfokus ke arah Arraja di seberang sana.

Dalam hitungan detik, aku tertawa saat Arraja berteriak karena kepedasan. Semua teman-teman di sekitarnya berjengit kaget, tak terkecuali Vinny, Decha dan Erin yang segera menatapku heran.

Saat semua pasang mata di seluruh kantin memusat ke arah Arraja, tawaku semakin menjadi-jadi. Wajah Arraja sontak memerah dan cepat-cepat meminum segala air milik teman-teman semejanya. Aku menangkap mata Heksa yang sedang menatapku tajam.

Be My Miracle Love [End] ✔Where stories live. Discover now