•34•

860 132 3
                                    

.
.
.
.
.

Dabi tiba diluar markas dengan mengandeng Midoriya yang berjalan di belakangnya.

Cuaca begitu dingin diluar, angin berhembus cukup kencang. Dabi berpikir dia tidak akan lama-lama dan segera kembali kedalam. Dia akan membuat suasana hati Midoriya membaik secepat mungkin.

Dabi menoleh. Dia merapatkan jaketnya yang dipakai Midoriya. Wajah gadis itu begitu datar dan murung bersamaan. Pandangannya tidak fokus kemanapun, dia melamun.

Kedua tangan Dabi menangkup wajah Midoriya. Manik hijau gadis itu kemudian terlihat menyadarkan diri dari lamunannya.

"Lihatlah keatas. Hari ini begitu cerah, sehingga terlihat lebih jelas dari biasanya. Juga karena sekitar sini jarang dihuni, tidak banyak lampu yang biasanya membuat langit sulit dilihat. "

Midoriya menatap Dabi sejenak sebelum dia mendongakkan wajahnya.

Langit malam penuh bintang lebih indah saat ditatap langsung diluar. Namun semua keindahan itu tidak mempengaruhi hati Midoriya.

Lihatlah, gadis itu hanya menatap bintang-bintang dengan datar. Manik hijaunya berpendar redup, sama sekali tidak nampak tertarik.

Dabi hanya diam melihat reaksi itu, dia tidak terkejut karena itulah yang dia lihat dari Midoriya seminggu ini. Bahkan setiap harinya bertambah parah.

Pria itu menghela nafas pelan. Dia kemudian mengamit kedua tangan Midoriya. Dia bisa merasakan pergelangan tangan gadis itu bertambah kecil. Midoriya semakin kurus.

"Apa kau kedinginan? " tanyanya saat merasakan kedua tangan itu begitu dingin.

Midoriya menurunkan tatapannya dari langit berbintang. "Tidak... "

Sebenarnya sejak awal Dabi tahu dia tidak akan bisa lagi mengubah suasana hati Midoriya. Perkataannya benar-benar tidak mempan sejak beberapa hari lalu. Namun dia tetap mencoba saja.

"Kalau begitu, kita memutari kawasan ini sejenak, kemudian segera tidur. "

Waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 12 malam. Artinya sudah pagi, berganti hari. Mereka melangkahkan kaki pergi memutari wilayah sepi itu.

.
.
.
.
.

"Hei, kau sudah dengar soal kerusuhan di kota sebelah semalam? " tanya Kaminari yang bergabung dengan kerumunan anak laki-laki saat istirahat.

"Sudah, kejadiannya terjadi tengah malam. Itu pasti sangat mengganggu." jawab Kirishima.

"Untung saja pihak keamanan langsung datang. " timpal Sero.

Topik pembicaraan mengenai kerusuhan di berbagai kota bukan hal asing lagi ke kelas 1A. Sejak seminggu lalu itu menjadi topik harian yang selalu berganti sewaktu-waktu dimana terjadi kasus baru.

"Mereka semakin gencar bergerak semenjak All Might pensiun... "

"Lingkungan ini masih perlu waktu untuk menerima Endeavor sebagai hero number 1 yang baru. "

Todoroki melirik ke kerumunan saat dia mendengar bahasan itu. Meski ayahnya kini adalah hero nomor 1, dia sama sekali tidak berbesar hati.

Dia hanya menghela nafas pelan dan menatap ponselnya. Membaca berita soal kerusuhan kemarin malam.

"Kau memikirkan sesuatu? " tanya Iida yang berhenti saat melintasi mejanya.

"Aku hanya mengira-ngira dimana kerusuhan selanjutnya akan terjadi. Tapi pola yang kutebak selalu salah. Aku tidak bisa membaca pikiran mereka. "

Iida tidak heran mendengar itu. Dia tahu maksud kata 'mereka' itu.

Seminggu lalu, saat Kirishima bertanya pada Bakugou soal dirinya yang pergi ke ruang guru bersama Aizawa, Bakugou memberitahu setelah dia ditanya berulangkali jika itu mengenai Midoriya.

Heroes - BnHA Fanfict (Completed) Where stories live. Discover now