40. Menunggu

1.6K 185 44
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN AL-QURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

______
Dibaca sampai habis ya..tak kasih foto mereka.

Sudut mata Kang Fikri yang sejak tadi menggenang kini mulaj meneteskan air mata. Mengusap cepat sebelum sosok kecil dalam pangkuannya melihat.

Tak ada yang menyangka, takdir Allah menghendaki dua sosok pria berbeda usia itu mengisi hari tanpa seorang yang menyiapkan segala keperluan mereka. Hanya bantuan dari mbak ndalem serta sanak saudara yang turut membantu.

"Bah, Umi masih sare?" Kang Fikri tersenyum, mengangguk tipis. Mengusap puncak kelapa malaikat kecil di pangkuannya.

"Malik kangen umi," sambung sosok kecil itu dengan raut wajah sendu.

Kang Fikri tidak bisa berkata apa-apa selain memeluk erat putranya itu. Bukan menolak mengatakan yang sebenarnya, tapi inilah upaya yang Fany katakan jika suatu saat takdir Allah menghendaki sesuatu yang tidak diinginkan.

"Malik ikut Abah ke masjid, yuk. Kita salat nanti berdoa buat Umi, biar Allah sampaikan pada umi kalau Malik rindu." Malik yang mendengar ucapan Abahnya mengangguk setuju. Turun dari pangkuan dan langsung menarik tangan Abahnya menuju masjid.

Hanya ocehan khas anak-anak ingin dimanja ibunya yang terucap dari Malik saat dua sosok berbeda usia itu berjalan menuju masjid. Berulang Kang Fikri menghembuskan napas berat, mengatur suaranya yang sudah  bergetar saat beberapa kali menimpali ucapan Malik.

Tampak Kang Fikri menatap lekat wajah putranya, menelisik tiap sisi wajahnya yang tidak lain jiplakannya. Kulit serta bulu matanya begitu lentik. Bahkan untuk ukuran laki-laki, Malik malah cenderung cantik. Dia cukup berbangga sebab Fany masih menurunkan warna kulitnya pada Malik. Kulit Malik putih, berbeda dengannya yang hitam manis.

Melihat masjid mulai senyap, Kang Fikri langsung menempatkan diri di samping putranya itu usai menjadi imam salat tadi. Mencuri dengar doa apa yang diucapkan sehingga tampak membuat bocah usia empat tahun itu sangat khusyuk.

"Allah sayang Umi, jadi Malik minta buat sampaikan juga rasa sayang Malik sama Umi. Biar Umi cepet pulang."

Kang Fikri menengadahkan wajahnya, menghalau air mata yang hendak meluncur usai mendengar doa yang Malik panjatkan. Entah, beberapa tahun ini Kang Fikri menjadi lebih mudah menangis mengingat segala yang berhubungan dengan Fany.

Pelan tangan Kang Fikri menepuk puncak kepala putranya yang dibalas dengan senyum polos seorang anak kecil. Tak lama Kang Fikri membalas senyuman Malik dengan anggukan pelan seraya mengangkat jari jempol ke arah Malik.

"Insyaallah, Umi dengar semua yang Malik kirimkan. Sekarang kita jenguk Umi ya, kita ketemu Umi. Sudah lama Malik Ndak main ke sana, Abah terus yang kesana sama Om Anam."

"Ye!! Malik ketemu sama Umi. Malik mau kasih bunga buat Umi, Bah. Biar Umi seneng dan bisa cepet pulang."

Kang Fikri membawa putranya dalam gendongan. Berjalan menuju ndalem untuk mengambil sesuatu lalu masuk ke dalam mobil bersama jagoan kecilnya itu.

Kita tidak bisa berupaya menentang takdir, semuanya sudah menjadi keputusan mutlak dari pemilikNya. Hanya menerima dengan keridhoan atas segala yang digariskan.

Bahagia tentu pernah, malah sering. Sedih juga pernah, tapi lebih banyak bahagia yang dirasakan. Karena semua yang telah ditentukan menjadi nikmat bila telah menghadirkan ikhlas.

Sebenarnya Malik pernah cukup lama dalam buaian sang Umi, hanya saja setelah kecelakaan menimpa mereka, semua berubah drastis. Fany tak lagi bisa membuai Malik seperti dulu, tak bisa memberikan kasih sayang seperti dulu. Tapi Kang Fikri yakin, semua yang telah dijalankan saat ini ada hikmah yang menyertai.

Sepasang Hati (End)Where stories live. Discover now