1. Beralih

7.8K 363 33
                                    

السلام عليكم و رحمه الله تعالى وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد

Alhamdulillah saya muncul dengan spin off My Future Gus.
Karena banyak yg suka cerita Fany & Fikri, akhirnya aku buat cerita khusus tentang mereka.
Mas Amir & Fia juga ada di cerita ini.

Semoga suka nggih.

JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****

Lampu yang biasanya padam tampak menyala. Cahaya pijarnya menampakkan bayangan hitam pada gorden biru laut jendela sebuah kamar.

Bibirku yang awalnya bermuroja'ah tiba-tiba berhenti. Mushaf ditanganku tanpa sadar sudah tertutup. Fokusku sekarang beralih pada objek lain.

Pandanganku tertuju pada sebuah jendela dengan gorden warna biru laut di ndalem yang selalu tertutup tadi. Tak pernah sekalipun kudapati jendela itu terbuka. Entah milik siapa kamar itu. Sedikit penasaran, tapi sudahlah bukan urusanku juga. Tidak sopan jika terlalu penasaran dengan keluarga ndalem.

Memikirkan keluarga ndalem membuatku kembali mengingat seorang pria yang begitu dekat dengan keluarga ndalem pondok ku dulu. Sesak rasanya bila mengingat itu. Aku tersenyum getir tiap wajahnya terlintas dalam pikiran.

Bukan benci padanya. Bagaimana pun juga semua yang terjadi bukan murni kesalahannya. Hanya saja aku terlalu berharap lebih pada pria yang telah jelas meminang seorang wanita. Kecewa? tentu, tapi itu sudah berlalu.

"Mbak Alfa," panggil gadis kecil berjilbab hijau berjalan mendekatiku.

Aku menoleh, mendapati gadis kecil itu telah duduk di sampingku dengan jilid Yanbu'a di tangan kanannya.

"Iya, Nadin. Ada apa?" tanyaku. Berdiri, lalu menyimpan mushaf pada jajaran kitab yang tersusun rapi di rak.

"Sampean dipanggil sama Ning Nana, di suruh ke ndalem," ujarnya dengan suara khas anak-anak.

Setelah menyampaikan itu Nadin pamit, berjalan sambil bersenandung ria menuju aula pondok putri. Mengaji dengan Mbak Saudah.

Aku terdiam. Bukankah Mbak Nana sedang pergi ke Rembang? Bahkan ia memintaku untuk rutin ke ndalem setiap pagi memasakkan sarapan Abah Kiai saat ia pergi. Sebenarnya aku bingung untuk menolak waktu itu. Lebih tepatnya tak enak hati dengan santri ndalem lain yang melihat keakrabanku dengan Mbak Nana dan perhatian Abah Kiai. Panggilan Ning yang awalnya kutujukan pada Mbak Nana pun secara halus ditolak. Berakhir dengan anggukan menganti panggilan Ning dengan Mbak.

Ketika tersadar dari lamunan, aku segera beranjak meninggalkan masjid menuju kamar untuk menyimpan mukena kemudian bergegas menuju ndalem lewat pintu depan karena itu jalan yang paling dekat dengan masjid.

Kakiku sudah menapaki sebuah rumah sederhana dengan lantai keramik berwarna putih. Rumah sederhana sesuai dengan pemiliknya, kiai dengan ketawadluan dan kesederhanaannya.

Kembali kulangkahkan kaki. Berhenti sesaat di depan sebuah kamar tak berpenghuni yang tak lain adalah kamar dengan gorden jendela biru laut tadi. Aku tertegun. Pintu kamar kosong tanpa pemilik itu tiba-tiba sedikit terbuka. Tak berselang lama, tampak sosok wanita dengan gamis warna pastel dengan jilbab senada.

"Kenapa hanya diam di situ? Sini masuk, bantu Mbak beresin kamar ini."

Tanpa menunggu balasan dariku, Mbak Nana langsung menarik tanganku. Membawaku ke dalam kamar bernuansa abu-abu dengan lukisan kaligrafi ayat kursi pada dinding bagian atas sisi kiri lemari.

Sepasang Hati (End)Where stories live. Discover now