12. Dua Pria

2.7K 254 27
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد
JADIKAN ALQURAN SEBAGAI BACAAN YANG PALING UTAMA

****

'La ikrohaa fid din.' Tidak ada paksaan dalam memilih agama.'

____________

Waktu kian beranjak dari siang menuju sore. Seruan azan yang  terdengar merdu mulai bersahutan. Pria bermata sipit di sampingku membawa kuda besinya menuju masjid tempat kami pertama kali saling mengenal. Tidak ada percakapan, dia keluar begitu saja dari mobil saat mobil berhenti tepat di halaman masjid tanpa mempedulikanku.

Ku ikuti langkahnya dengan ragu-ragu. Antara bingung dan bahagia. Ya, bahagia karena Allah telah membuka pintu hidayah untuknya. Tak ku sangka dengan tegas dia mengucapkan kalimat syahadat. Tidak bisa dipungkiri juga bahwa yang ku lihat hanya keyakinan dari sepasang mata hitamnya ketika mengucapkan. Dia benar-benar yakin tanpa sedikitpun keraguan.

Usai menunaikan kewajiban, aku masih belum beranjak. Dari balik satir terdengar suara bapak-bapak meminta kami jama'ah Putri untuk ikut duduk di shaf pria paling belakang. Terlihat kerumunan jama'ah pria mulai merapat, melingkari dua sosok pria berbeda usia.

Jantungku bertalu cepat ketika  mataku menangkap sosok pria bermata sipit itu yang ada di tengahnya. Menjabat tangan seorang pria tua bersorban. Di saksikan kami semua, pria itu dengan tegas dan lantang kembali mengucapkan syahadat.

Suasana syahdu mengharu biru dengan riuhan takbir menggema. Mengundang air mata para jama'ah yang menjadi saksi seorang hamba yang Allah bukakan hidayah. Mata ini tak terasa juga menitihkan air mata. Kali kedua dia bersyahadat, namun ini sungguh berbeda. Tindakannya semakin memantapkanku. Keraguanku atasnya menguap begitu saja.

Untuk pertama kalinya dia tersenyum simpul. Diangkat kedua tangannya ketika pria tua bersorban tadi mengucapkan doa lantas menyapu wajah dengan  penuh bekas air mata setelah doa itu selesai. Sungguh, ini takdir indah yang Allah berikan pada kami setiap Muslim. Kembali kami dipersaudarakan oleh Allah bukan hanya dalam ukhwah wathoniyah dan ukhwah basyariyah saja tapi juga ukhwah Islamiyyah. Allahuakbar.

"Bolehkah saya memberimu mahar hafalan Juz Ama saya? saya tahu, mungkin itu tidak seberapa di bandingkan dengan hafalanmu," ujarnya saat kami sudah berada di dalam mobil.

Mataku masih berkaca-kaca, pikiran serta hatiku masih diselimuti bahagia. Dia ternyata membuktikan kesungguhannya. Tapi di balik semua itu, ternyata sepotong hatiku masih ragu melangkah lebih jauh dengannya.

"Bolehkah saya meminta waktu untuk berpikir? rasanya ini terlalu cepat dan mengejutkan untuk saya. Kamu pasti mengerti." Jujur saja, aku masih belum paham dengan situasi ini. Masih tidak menyangka ada pria yang tiba-tiba datang di kehidupanku lalu  menawarkan sebuah komitmen yang bukan hanya sekedar untuk saat ini saja, melainkan menjadi ibadah paling lama setiap anak adam.

Dia mengangguk pelan. "Tak masalah. Kita juga butuh mengenal lebih dekat sebelum menuju jenjang lebih serius."

Aku tersenyum, merasa lega atas jawabannya. "Terimakasih, dokter David."

Tiba-tiba dia bungkam. Menatapku yang ada di jog  belakang lewat kaca mobilnya. "David, hanya David tanpa tambahan kata dokter."

Aku mengangguk, paham maksudnya. Aku mengerti, dia ingin aku memanggilnya tanpa embel-embel profesinya.

"Coba ucapkan," pintanya.

Dengan ragu dan suara sedikit bergetar kupanggil namanya.
"Emm ... Da-David."

Sepasang Hati (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang