Lima - Mabar Fakultas

3.5K 187 0
                                    

Jangan lupa ninggalin jejak kayak doi yang digebet entah ke mana menghilang (:

Happy Readingss gitu!!!

――――――――――

Hari ini, Justica ke kampus diantar oleh ayahnya. Jangan bingung. Justica hanya ingin diantar oleh ayahnya. Kadang, sikap manja anak itu kumat yang mana membuat ayahnya harus putar balik karena kantornya yang berlawanan arah dengan putri semata wayangnya. Yaris mana pernah menolak. Ia tak mau mengecewakan putrinya. Apalagi hal seperti ini jarang-jarang mereka rasakan.

"Kuliah kamu bagaimana, Nak?" tanya Yaris menoleh sekilas lalu kembali menatap jalanan.

"Nggak gimana-gimana, Yah. Seperti biasa banyak tugas," jawab Justica seadanya. Ia kemudian mengotak-atik tap mobil ayahnya dan langsung menyetel lagu lawas.

"Hanya itu?" tanya Yaris lagi.

"Emang gitu, kok, Yah. Hal barunya cuma dosen PA Ica ganti."

"Lho? Bukan Bu Nurmi lagi?"

Justica menggeleng. "Bukan. Bu Nurmi sudah pindah tugas ke Bandung. Yang ganti itu dosen pemarah, dingin, cuek, nggak punya perasaan. Pengen Ica tabok tahu, Yah, pas dia marah-marah," cerocos Ica dengan wajah sebalnya mengingat dosen sableng itu sudah dua kali menolak tugasnya.

"Kok, kayaknya sebal banget. Kenapa, sih?" Yaris terlihat penasaran dengan cerita anaknya.

"Pak dosen itu sudah dua kali nolak tugas Ica. Bayangin, Yah. Dua kali dan tugas itu Ica kerja sampai subuh tahu nggak. Bahkan Ica kemarin rela nggak masuk kampus gara-gara tugas itu," ucap Ica menggebu-gebu. Lalu matanya berhenti berkedip sejenak setelah sadar, ada ucapannya yang salah.

"Eh, Yah. Ica tidak masuk karena telat bangun. Lupa setel alarm," ucap Justica lagi dengan tengkuk yang sudah digaruk-garuk.

Yaris hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tanpa putrinya itu bilang, ia sudah tahu alasannya. Selama ini, Justica hanya tidak akan masuk kampus apabila telat bangun.

"Kan, sudah Ayah bilang sebelum pergi. Alarmnya setel memang. Jadi, gimana? Kamu dapat hukuman atau apa?"

"Mana tahu, Yah. Kan, Ica baru masuk. Kayaknya Ayah ngebet banget kalau Ica dapat hukuman," sungut Justica.

"Terus Ayah harus bagaimana? Harus jingkrak-jingkrak gitu? Ayah senanglah kalau kamu dihukum semasih wajar. Anggap saja pembiasaan biar kamu belajar biar nggak telat," jelas Yaris agar anaknya tidak salah paham.

"Ayah malah senang kalau dosen PA kamu itu pemarah. Semoga dia bisa bimbing kamu," ucap Yaris lagi membuat Justica melotot.

"Auh, ah. Ayah, mah, beda sendiri. Selalu aja gitu."

"Makanya, sifat kamu diubah dikit, Nak. Kamu udah ngerti kerjaan Ayah. Jarang pantau kamu jadinya. Satu-satunya harapan Ayah, ya, dosen PA kamu itu. Kamu jangan lupa sama janji kamu, Ca. Ada yang ingin kamu bahagiakan, kan?"

Mata Justica berkaca-kaca mendengarkan ucapan terakhir ayahnya. Yaris hanya mengusap rambutnya pelan.

"Ica masih ngecewain, ya?" tanya Ica sendu.

Pak Sekala AstraningratWhere stories live. Discover now