PS - 27

2.8K 143 2
                                    

Jangan lupa berjejak!

Hepi Reading ....

****

Setelah seminggu menjalani perawatan secara insentif, hari ini, Yaris sudah diperbolehkan pulang setelah melewati pemeriksaan terakhir dari dokter. Ini tentu saja membuat Justica senang. Pasalnya, rumah sakit adalah tempat yang paling membosankan untuknya. Untung saja, Justica memiliki sahabat-sahabat yang solidaritasnya tinggi. Paska kepulangan keluarga dari pihak ayahnya empat hari yang lalu, sahabat-sahabatnya dengan sabar menemani Justica di rumah sakit tanpa diminta.

Sekarang Justica sudah membereskan semua barang-barang ayahnya selama di rawat di rumah sakit ini.

"Udah semua, Yah. Sini, Ica bantu Ayah."

Dengan sigap, Justica membantu ayahnya untuk turun dari brankar rumah sakit. "Tangan Ayah lho yang sakit, Ca. Bukan kaki Ayah," ucap Yaris saat Justica hendak memapahnya.

"Ya, Ica tau. Manatau kaki Ayah kesemutan atau kaku karena terlalu lama terkurung di ruangan ini," balas Ica kemudian melepaskan tangan ayahnya. Ia kemudian membiarkan ayahnya berjalan lebih dulu, kemudian ia menyusul dari belakang sambil membawa koper yang terisi barang-barang ayahnya.

"Eh, sudah mau balik, Om? Maaf saya telat datangnya."

Justica menghentikan langkahnya, begitu melihat ayahnya tengah mengobrol dengan Sekala. Kenapa laki-laki itu mendadak ada di sini, setelah hilang berhari-hari? Terhitung tiga hari malahan.

"Baru mau balik ini. Om ngerepotin kamu nggak?" tanya Yaris.

"Enggak, Om. Kebetulan hari ini senggang. Ayo, mobil saya ada di sebelah sana."

Sekala kemudian menghampiri Justica yang sedari tadi diam menatapnya. "Sini kopernya, biar saya yang bawa."

Sekala langsung mengambil koper yang berwarna hitam itu kemudian mendahului Justica pergi. Tak mau berpikiran berat, akhirnya Justica pun menyusul. Kebetulan hari ini, ia tak membawa mobil karena pagi tadi, Natan menjemputnya ke rumah. Kalau saja tidak ada Sekala, ia akan memesan taksi.

"Kamu duduk di depan, Ca. Ayah di belakang saja," ucap Yaris begitu melihat anaknya sudah membuka pintu mobil bagian penumpang.

"Ayah saja yang di depan. Ica di belakang nggak papa, kok," kata Justica, namun ayahnya malah menggeleng.

"Ayah butuh tempat yang luas, Nak. Siapa tau ayah butuh selonjorin kaki. Katamu, manatau kaki ayah kaku, 'kan?"

Percayalah, ini cuma taktik Yaris. Tau, kan, kalau dia lagi dalam sebuah misi? Mau tak mau, Justica menurut. Ia kemudian mengambil tempat duduk di samping kemudi. Tak lama, Sekala menyusul setelah menyimpan koper di bagasi mobil.

"Langsung pulang atau mau singgah-singgah dulu, Om?"

"Pulanglah. Orang baru keluar dari rumah sakit mau singgah di mana? Si Bapak mikir toh." Sekala mengangkat alisnya begitu mendengar ucapan Justica yang terkesan menyolot.

"Saya tanya ayahmu. Bukan kamu. Kenapa kamu yang nyolot, sih?" ungkap Sekala. Tak lama, mobilnya sudah keluar dari area rumah sakit.

"Apa yang saya katakan akan sesuai dengan apa yang akan ayah saya katakan. Ya, saya wakilkanlah," balas Justica sengit.

Yaris yang dibelakang hanya mampu geleng-geleng kepala. Niatnya mau mendekatkan, tapi ya malah seperti Tom dan Jerry.

"Malah ribut. Pusing kepala ayah dengerinnya lama-lama. Nanti setelah ngelewatin pom bensin yang ada di pertigaan, singgah dulu, ya, Sekala. Om kangen sama lele bakar Pak Jum."

Pak Sekala AstraningratWhere stories live. Discover now