PS - 31

2.7K 131 0
                                    

Jangan Lupa Berjejak!

Hepi Ridingssss ....

****

Acara yang seharusnya menjadi acara terbahagia buat seorang Justica malah menjadi acara yang paling menyakitkan untuknya. Perkataan-perkataan yang ia dengarkan tadi, berhasil membawanya pada dunia gelap yang hanya ada dirinya di sana. Kalau tidak karena Yaris yang menangkap tubuhnya, Justica tentu saja akan terjatuh.

Kejadian Justica pingsan menjadi pusat perhatian para tamu yang ada. Bahkan tidak sedikit yang penasaran dengan apa yang terjadi.Sempat terjadi keributan, untungnya acara memang sudah mau selesai dan ada beberapa security serta sahabat-sahabat Justica yang mengatur para undangan agar tetap kondusif sampai acara benar-benar selesai dan seluruh tamu bisa pulang.

Sekarang Justica masih pingsan dan sudah berada di kamarnya. Di sisi ranjang sudah ada Sekala yang daritadi kuatir. Ada juga Yaris, Bu Naomi, dan Fati. Tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara, kecuali emosi yang berusaha diredam oleh masing-masing mereka. Termasuk Yaris dan Sekala.

"Apa nggak dibawa ke rumah sakit aja, Yah?" tanya Sekala dengan raut wajahnya yang tidak berubah sedari tadi.

"Justica benci rumah sakit. Dia cuma kaget," jawab Yaris. Helaan napas terdengar darinya. Ia kemudian bangkit dan berjalan ke arah pintu yang terbuka. Pintu yang menghubungkan balkon. Di samping pintu itu, ada Fati yang sedang duduk di atas sofa. Wanita tua itu juga daritadi terdiam.

"Abi nggak pernah minta sesuatu sama Mama. Selama ini, Abi juga selalu menuruti perintah Mama. Bahkan untuk segera menikahkan Justica pun, Abi lakukan. Tapi apa yang Mama lakukan hari ini benar-benar melukai hati Abi. Bukan hanya Abi tapi juga Ica. Bukan hanya kami, tapi semua yang merayakan kebahagiaan hari ini. Hanya karena keegoisan Mama. Abi pikir, hati kecil Mama melunak setelah Abi melakukan ini, apalagi sampai mengorbankan masa depan anak Abi sendiri. Tapi kebencian Mama membuat segalanya tertutup."

Yaris berusaha agar ia tak melukai hati ibunya saat ia berbicara. Memadukan emosi itu tidaklah mudah untuk ia lakukan sekarang. Meledak, tentu saja ia ingin mengeluarkan seluruh emosinya. Tapi ia juga sadar, emosinya tidak akan mengubah apa pun. Nasi sudah menjaadi bubur. Apalagi ia masih menghargai Fati sebagai orang tuanya.

Fati sendiri hanya diam. Ia sudah melanggar janji kepada anaknya sendiri. Semarah-marahnya ia, untuk mengemukakan asal muasal Justica tidak boleh ia langgar. Bahkan tak tanggung-tanggung, ia juga merasa ciut melihat anaknya saat berbicara seperti itu.

"Harapan Abi melihat Ica bahagia di hari pernikahannya sudah sirna, Ma. Mama sudah menghancurkan harapan kecil dari seorang anak. Apa yang harus Abi lakukan, Ma? Kasih Abi solusi. Gimana cara Abi bisa memperbaiki kebahagiaan Ica yang sudah berkeping-keping?"

Lolos. Air mata itu akhirnya lolos dari kedua matanya namun langsung ia sekah. Hatinya benar-benar hancur hari ini. Bagaimana dengan hati anaknya?

Fati kemudian berdiri lalu menghampiri Yaris. "Mama minta maaf. Mama tidak bermak ...."

Yaris kemudian menoleh ke arah mamanya. Fati terguguh saat melihat kedua bola mata anaknya yang kini menyisakan kekecewaan besar di sana. Kalimatnya pun tidak berlanjut. Yang paling menyentilnya adalah saat Yaris tersenyum kecut melihatnya.

"Abi selalu memaafkan Mama. Orang tua selalu benar, 'kan?"

Yaris meninggalkan Fati, berjalan ke arah ranjang. Kebetulan Justica sudah mulai mengedipkan matanya pelan-pelan.

"Nak, minum airnya dulu." Bu Naomi segera menyodorkan segelas air putih kepada Justica. Sekala dengan telaten membantu Justica dari belakang, agar bisa duduk dengan baik. Setelah minum, Justica memegangi kepalanya yang terasa berat.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang