PS - EnamBelas

3.2K 159 0
                                    

Jangan lupa ninggalin jejak!

Hepi Ridings ....

***

Justica menghentikan langkahnya begitu telinganya mendengar suara grasak-grusuk dari samping parkiran. Penasaran, ia mengikuti suara itu. Tangannya mengepal begitu melihat adik tingkatnya sedang dibuli oleh teman seangkatannya, namun berbeda fakultas. Adik tingkatnya itu adalah Redi, cowok yang sempat ia tolong dulu pas masa OSPEK. Entah kenapa mental cowok berkacamata itu lembek sekali. Tak heran banyak yang merudungnya. Tapi jika Justica melihat hal serupa itu, mana terima ia hal seperti itu.

Ia berlari dan langsung menarik kerah baju laki-laki yang tengah membuli Redi. Tanpa nunggu lama, hal yang sama dilakukan laki-laki itu terhadap Redi juga ia lakukan kepadanya. Yakni menonjok beberapa kali laki-laki itu, bahkan sampai menendang perut laki-laki itu.

"Jangan karena dia lemah, Redi jadi sasaran bulian lu, ya? Psaiko lu?" sentak Justica begitu laki-laki itu ia lepas.

Laki-laki yang dipanggil Marko itu meludah tepat di depan kaki Justica. "Dari dulu lu doyan banget ikut campur urusan gue. Kurang kerjaan lu? Atau lu mau jadi babu gue?"

Redi yang sudah merasa aman langsung berlari dari lokasi itu, namun sudah tak dipedulikan oleh dua orang yang tengah bersitenggang itu.

"Mimpi lu jangan kejauhan. Jijik gue dengarnya. Ini peringatan terakhir gue sama lu, ya. Kalau sampai gue dapatin lu buli dia lagi, ini bakalan jauh lebih sakit!" ucap Justica menunjuk pipi Marko yang baru saja ia bogem.

Bukannya ketakutan, Marko malah tertawa mengejek. Matanya menelisik sekitar sebelum akhirnya menatap Justica. "Dari awal juga gue nggak takut sama lu. Lu kenapa sampai segininya belain anak letoi itu? Oh, atau jangan-jangan ...."

Marko menggantung ucapannya dan perlahan maju, mendekati Justica. "Anak itu udah jadi pemuas nafsu orang seperti lu, hm?" bisiknya sensual di telinga Justica.

Mendengar itu, emosi Justica seketika memuncak. Satu tamparan berhasil melayang di wajah Marko. Tak hanya itu, bogeman lainnya pun menyusul. Pipi, tulang hidung, bibir, bahkan mata Marko sudah babak belur.

"Sialan!" Sebagai penutupnya, Justica menendang keras perut Marko sampai laki-laki itu tersungkur di tanah. Salahnya memilih Justica sebagai lawannya. Justica yang masih terselimuti amarah, masih bisa melihat smirk dari laki-laki itu.

"Justica!"

Justica segera menoleh dan melihat sahabat-sahabatnya berlari ke arahnya. Bukan hanya mereka, di belakang ada Sekala, Bu Clau, dan beberapa dosen juga. Bahkan sampai ada pak satpam.

"Ini sudah keterlaluan. Bawa mereka berdua ke ruangan saya, Pak!" ucap Bu Mega, ketua prodi HI pada Pak Slamet. Sekalian dosen yang suka mengadili mahasiswa bila bermasalah. Kalau kata Migo, guru BK versi kampus.

***

Suasana tampak tegang di salah satu ruangan itu.  Ada beberapa orang yang ada di sana. Bu Mega, Bu Clau, Sekala, Redi. Ada Marko dan ibunya yang juga dipanggil, ada Justica yang kali ini diwakilkan oleh Sekala sendiri karena ayahnya yang masih berada di luar kota. Awalnya ibu Marko tidak terima ayah Justica yang tak bisa hadir, tapi karena penjelasan Sekala, akhirnya ibu yang berhijab merah itu seketika diam.

"Bisa jelaskan keributan yang baru saja terjadi?" tanya Bu Mega mulai mengintrogasi ketiganya. Utamanya Justica dan Marko.

"Saya nggak bersalah. Apa yang saya lakukan sudah benar," ucap Justica membuka suara. Tak ada ketakutan di matanya.

"Nggak bersalah gimana? Anak saya sampai bonyok kayak gini, itu yang kamu benarkan?" ucap Ibu Marko menggebu-gebu tak terima anaknya babak belur. Apalagi karena perempuan.

Pak Sekala AstraningratWhere stories live. Discover now