PS - 22

2.9K 144 3
                                    

Jangan lupa berjejak!

Hepi Ridings!

***

Hampir jam sepuluh malam. Sekala dan Justica akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun, sedari tadi, keduanya malah tampak seperti orang asing. Lebih tepatnya, percakapan terakhir antara Sekala dan Pak Zainal. Setelah Sekala mengklaim Justica secara ilegal sebagai calon istri, Pak Zainal dan putrinya terlihat kecewa, namun lebih dominan ke rasa malu. Habisnya Pak Zainal sudah sibuk menjodoh-jodohkan putrinya dengan Sekala, tanpa bertanya lebih dulu.

Hal demikian, sepertinya malah ditanggapi berbeda oleh Justica. Buktinya gadis itu diam dari tadi sambil menatap keluar jendela mobil. Sekala mengembuskan napasnya pelan. Sekarang, ia tak lain dari seorang supir pribadi.

"Marah?" tanya Sekala pelan. Justica menoleh sekilas sebelum menatap jalanan yang ada di depannya.

"Maaf," ucap Sekala lagi pelan.

"Lagian Bapak kenapa bawa-bawa saya, sih? Dia, kan, rekan bisnis Bapak. Bagaimana kalau sewaktu-waktu Bapak ada pertemuan dengan kolega dan bertemu lagi dengan si bapak gendut tadi? Ya, bakal nyebarlah," cerocos Justica meluapkan kekesalannya. Harusnya Sekala meminta izinnya dulu. Asal main bicara saja.

Sekala melongo mendengarkan ucapan Justica kemudian terkekeh, membuat Justica semakin kesal. Ucapannya memang mengandung leluconkah? Orang lagi serius malah dibercandain.

"Kamu mikirnya kejauhan banget, Justi. Yang ada di pikiranmu itu tidak bakalan terjadi. Saat pertemuan antarkolega, masalah pribadi itu sebuah privasi. Ada kode etik," papar Sekala.

"Terus kenapa si bapak gendut itu bilang, Bapak nggak pernah menceritakan kalau punya adik? Bukankah itu juga masalah keluarga? Masalah pribadi?"

"Ya, kan, kalau peresmian kantor, kadang semua anggota keluarga diperkenalkan. Ayah kamu juga pernah begitu, 'kan?"

Justica terdiam mengingat-ingat. Selama ini kalau ia diajak oleh ayahnya ke acara resmi, ya, tentu saja dirinya selalu diperkenalkan. Ya, tapi tetap saja ia tak terima jika Sekala mengklaimnya seperti itu. Walaupun cuma bercanda.

"Lagian kalau saya tidak bilang seperti itu tadi, Pak Zainal akan semakin semangat menjodohkan saya sama anaknya. Saya tidak suka."

"Tidak suka kenapa?" tanya Justica.

Mobil terhenti saat di lampu merah. Sekala akhirnya bisa menyandarkan punggungnya dengan leluasa sebentar. "Ya, anaknya bukan tipe saya."

Justica memutar bola matanya malas. "Biar pun. Di sana, kan, banyak tuh wanita-wanita yang sendiri tadi. Bapak tinggal ambil satu terus perkenalkan sebagai calon istri si Bapak."

Sekala tertawa. Tawa yang baru kali ini ia perlihatkan kepada Justica atau bahkan orang lain yang bukan keluarganya. Begitu lepas. Justica saja sampai termangu melihatnya. Apalagi lubang yang ada di pipi kiri Sekala. Ternyata Sekala memiliki lesung pipi saat tertawa lepas seperti itu.

Justica segera sadar saat mobil itu kemudian melaju lagi. Tinggal satu belokan sebelum memasuki kompleks perumahan Justica.

"Emang kamu nggak mau?" tanya Sekala ambigu.

"Mau apa?"

Sekala tak langsung menjawab. Ia menunggu pak satpam kompleks membukakan pagar terlebih dahulu. Tak lama, mobil itu pun berhenti di depan rumah Justica.

"Si Bapak ditanya malah diam. Dah, ah. Makasih buat malam ini," ucap Justica.

"Jadi istri saya."

Ucapan Sekala membuat pergerakan Justica seketika kaku. Malu bahkan jantungnya juga tak bisa ia kendalikan degubnya. Sebelum Sekala melihat wajahnya yang sudah memanas, Justica langsung buru-buru keluar dari mobil. Tanpa menoleh lagi, ia membuka pagar rumahnya dan masuk. Sekala yang melihatnya hanya bisa tersenyum tipis sambil geleng-geleng kepala. Cewek kalau baper memang ada aja tingkahnya. Sekala kemudian melanjutkan kemudinya. Tentu saja dengan nuansa hati yang berbeda. Jangan tanya kenapa, karena hanya Sekala saja yang tahu.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang