Satu - Pertemuan yang Tak Sepantasnya Terjadi

6K 281 28
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!
HAPPY READINGSSSSS!
―――――――――

Jarum jam itu tak berhenti berputar. Bahkan benda itu sudah melewati saat-saat keramatnya. Setiap pagi, tepatnya pukul enam, kuping panda itu akan mengeluarkan perpaduan suara yang akan memekakkan telinga. Sungguh, satu hal itu akan membuat pemilik jam unik itu akan segera terbangun. Namun, pagi ini tidak. Bahkan perempuan itu malah semakin lelap dalam tidurnya. Lihat saja mulutnya. Sudah ada celah bagi lalat untuk masuk ke dalam dan membuat rumah baru, jika saja mau.

Pintu terbuka, disusul oleh Yaris Abiyoga; ayah dari perempuan yang masih tidur itu. Ia hanya menggelengkan kepalanya. Pantas saja tidak ada sautan sama sekali, ternyata anaknya masih sibuk mengurus mimpi.

"Ica! Bangun, Nak! Udah jam tujuh lewat, lho." Yaris mengusap rambut Justica dengan sangat lembut. Tak terasa, bayi yang sangat hobi digendongnya dulu sudah menjelma menjadi perempuan yang sangat cantik, menyerupai ibunya.

"Nak, kamu tidak kuliah hari ini?"

Mendengar kata 'kuliah' mata Justica langsung terbuka sempurna. Ia melirik jam wekernya.

"Astaga, Ayah! Si Piko tidak bunyi tadi, huaaa! Ica hari ini ada kuliah jam delapan." Dengan gerakan super cepat, Ica langsung berlari masuk ke dalam kamar mandinya. Kalau sudah begitu, Yaris bisa apa selain keluar dari dalam kamar putrinya. Tugasnya sudah selesai.

Ia turun kembali dan berjalan menuju meja makan. Kotak makanan yang sudah ia siapin diisi dengan beberapa helai roti yang sudah dibentuk menjadi sandwich. Ini adalah tugas keduanya. Menyiapkan bekal untuk Justica, karena ia paham betul satu hal. Justica akan selalu melewatkan sarapannya jika sudah terburu-buru seperti ini. Sebagai ayah yang siaga, ia tak mau perut Justica kosong dan akan memengaruhi konsentrasi belajar.

Tak sampai di situ. Yaris kembali berjalan menuju kulkas. Ia mengambil dua bungkus susu kotak berwarna merah muda lalu disatukan dengan kotak makan tadi di dalam sebuah paperbag berwarna biru.

Suara hentakan sepatu terdengar. Justica tanpa sisiran sudah berlari sempoyongan.

"Rambutnya dirapiin dulu, Ca. Nggak malu apa dilihat temanmu nanti seperti singa yang baru saja melahirkan," ucap Yaris.

Justica hanya merengut. Ia mengambil paperbag yang ada di atas meja lalu mencium pipi Yaris singkat.

"Ica berangkat dulu, ya. Dahhh!"

"Hati-hati, Ica!" teriak Yaris begitu melihat punggung Justica semakin menjauh.

"Iya!" Justica bahkan masih sempat membalas teriakan ayahnya.

Seluruh kecepatan pergerakan Justica, ia kerahkan. Ia tak mau terlambat di hari pertama ia bertemu dengan dosen pengganti Bu Nurmi. Namun, melihat jam tangannya yang sebentar lagi mendekati batas waktu bimbingan akan dimulai, Justica semakin gelisah. Pasti ia akan terlambat.

Justica menambah kecepatan motornya. Benar-benar seperti orang kesetanan. Bahkan ia sampai menyenggol gerobak sayur hingga isinya berceceran ke aspal. Katakan, kali ini Justica sudah melakukan kesalahan yang sudah tak wajar. Nenek-nenek yang gerobak jualannya sudah disenggol Justica hanya menatap jualannya dengan penuh nelangsa.

"Aduh, pake kesenggol segala! Maafin Ica, ya! Habisnya ini demi masa depan Ica," gumam Justica yang masih sempat melihat bayangan nenek tadi lewat kaca spionnya.

Sesampainya di kampus, ia memarkir asal motornya. Jadwalnya bertemu dengan dosen baru itu sudah lewat dua puluh menit. Ah, salahkan dirinya sendiri yang telat bangun. 

Dengan tergesa-gesa, ia berlari ke arah lift. Namun, keberuntungan tak lagi berpihak padanya. Tak ada jalan pintas selain melewati tangga darurat.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang