PS - 20

3.4K 139 2
                                    

Jangan lupa ninggalin jejak bacanya.

Hepi readings!

***

Jam lima sore tepat, Justica baru bangun dari tidur yang kalau katanya tidur siang. Tapi mana ada tidur siang sampai sesore itu. Kecuali berganti nama menjadi tidur sore, itu baru penamaan yang benar. Setelah mencepol asal rambutnya, ia segera keluar dari kamar menuju dapur. Sepi jelas terasa. Bagaimana tidak, rumahnya yang hampir sebesar istana presiden itu hanya dihuni oleh dirinya seorang. Pembantu yang bekerja di rumahnya baru bisa kembali minggu depan.

Justica membuka kulkas yang berada di dapur dan mengambil beberapa bungkus cemilan dan juga satu botol minuman soda. Pengganti makan siang, pikirnya. Setelah itu, ia kembali ke ruang tengah dan duduk di atas tikar berbulu, tepat di depan televisi. Televisi itu juga tak dianggurin. Ia sambungkan langsung ke Youtube yang terkoneksi di ponselnya. Apa lagi tontonannya kalau bukan channel Nihongo Mantappu yang dimiliki oleh mahasiswa asal Indonesia yang sedang menuntut ilmu di negara yang dijuluki sebagai negeri matahari terbit itu.

Justica sudah mengikuti channel itu sudah lama, bahkan sebelum subscribers-nya melesat sebanyak sekarang ini. Yang menjadi favorit Justica, sebenarnya bukan pada pemeran utama pada channel itu, tapi teman-teman yang ia libatkan. Waseda Boys tentu saja. Bahkan Justica sempat berkhayal ingin menikahi Yusuke, si paling tampan menurutnya. Tingkah kocak mereka juga yang membuat Justica tidak pernah bosan menonton channel itu. Justica berharap, suatu hari nanti ia bisa berlibur ke negara itu dan bertemu langsung dengan mereka. Ya, nggak masalah bermimpi dulu.

Fokus Justica buyar saat mendengar pintunya terketuk. Mungkin ia hanya salah dengar. Justica kembali fokus menonton sambil tangannya tak pernah berhenti mencomot cemilan yang ada di tangannya. Tapi, lagi-lagi pintu rumahnya diketuk.

"Siapa, sih? Ganggu aja," decaknya sebelum berjalan menuju pintu itu. Lagian siapa coba yang bertamu di jam seperti ini? Apalagi posisi ayahnya yang tak lagi ada di rumah. Biasanya, kan, cuma sahabat-sahabatnya, tapi kalau pun mereka mau main ke rumah Justica, pasti berkabar dulu.

"Ya ... sabar!" teriak Justica begitu pintu rumahnya diketuk lagi.

"Lha, si Bapak. Ngapain Bapak ke rumah saya?" tanya Justica begitu mendapatkan Sekala tengah berdiri di depan rumahnya. Penampilan Sekala kali ini berbeda. Sangat kasual. Kemeja flanel dipadukan dengan celana jins, serta sepatu kets. Bukan Sekala seperti biasanya yang memakai celana bahan dan sepatu kulit mengkilat.

Sekala hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan saat mengamati penampilan Justica dari atas ke bawah. Tak ada yang berubah. Sama persis waktu di kampus tadi.

"Kamu belum siap-siap?" tanya Sekala. Justica semakin bingung diibuatnya. Siap-siap bagaimana coba.

"Kamu lupa? Saya sudah bilang di kampus tadi," kata Sekala.

Justica membiarkan Sekala masuk ke rumahnya dulu dan menyuruhnya duduk, tapi bukan di tikar bulu tadi. Tentu saja di atas sofa.

"Ya, kirain si Bapak cuma bercanda." Justica teringat sama ucapan Sekala tadi di kampus yang ingin mengajaknya jalan-jalan. Ia tidak percaya, sih. Lagian dalam rangka apa coba?

"Emang muka saya terlihat bercanda?"

Ucapan Sekala membuat Justica ingin membawa badan kekar itu ke depan cermin besar yang ada di kamarnya. "Model wajah Bapak cuma satu kalau Bapak lupa. Rata kayak jalan poros di depan kompleks, tuh."

"Kamu ngatain saya?"

Justica menatap Sekala yang sudah terlihat kesal. Justica jadi ingin sekali mengakak melihatnya. "Ya, Bapak sadar sendiri, dong. Mana saya tahu, kapan Bapak bercanda, kapan Bapak serius. Wong Bapak keknya cuma punya satu ekspresi," ucap Justica santai. Terkutuklah ia yang berani-beraninya mengatai seorang dosen seperti itu. Makhluk yang sedikit kurang ajar.

Pak Sekala AstraningratWhere stories live. Discover now