Eps.20 - Teman Baru

Mulai dari awal
                                    

"Lo ada pertanyaan, Ay?"

Pertanyaan? Aku tertegun sesaat lalu berpikir cepat apa yang harus kutanyakan. Namun, untung saja aku teringat sesuatu.

"Oh ini... ehm lama pertandingan futsal itu berapa lama? Tadi gue ngelihat kalian main kok lumayan cepet ya?"

"Hmm... jadi lama pertandingan futsal 2 kali 20 menit. Dan jika skor masih imbang, maka ditambah dengan perpanjangan waktu selama 2 kali 5 menit."

"Berarti ada dua babak?" tanyaku.

"Betul. Tadi juga kita main sesuai aturan. 2 kali 20 menit, mungkin lo terlalu menikmati pertandingan, jadi ya lo ngerasa cepet."

Aku hampir saja terjatuh dari kursi mendengar perkataan Orion. Namun setelah itu, aku berhasil menguasai diri dan terus bertanya segala hal tentang futsal yang belum aku pahami. Orion pun menjawab dengan senang hati hingga tanpa terasa waktu bergulir begitu cepat.

Ternyata, makalah yang dikerjakan Orion sudah nyaris selesai, membuatku takjub tak terkira. Aku benar-benar berterima kasih banyak padanya, dan aku janji, pasti akan membalas semua kebaikan Orion kepadaku ini.

Aku hampir saja meneteskan air mata jika tidak buru-buru kuusap menggunakan punggung tangan.

"Makasih banyak, Yon. Tapi gue takut kalau Pak Arnold curiga," kataku lesu. "Gimana dong?"

"Curiga? Curiga kalau yang bikin makalah bukan lo gitu, maksudnya?" Orion mengibaskan tangan. "Udahlah, gue yakin kok Pak Arnold nggak sedetail itu sampai curiga-curiga segala."

Orion selalu mengambil sisi positifnya demi untuk meyakinkan keluhan hatiku yang terkadang muncul begitu saja.

Aku tersenyum, berusaha memercayainya.

"Pasti ... lo lagi bayangin Pak Arnold?" tebak Orion tiba-tiba. "Kebaca banget."

"Eh? Ehm ...." Aku menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal, mendadak jadi salah tingkah.

"Hmm, lo beneran naksir kan sama guru itu? Jujur aja nggak apa-apa."

"Ya gitu ... habis Pak Arnold tuh ... duh susah juga sih dijelasin," jawabku, terkekeh pelan.

Orion menghela napas. "Ya, gue nggak kaget kok denger pengakuan dari lo. Hampir semua cewek di sekolah kita, kayaknya naksir sama guru itu. Gue bisa maklumin, dia masih muda dan single pula."

Demikian denganku, ya, tentu saja banyak kaum hawa yang segera terbius akan pesona seorang Pak Arnold yang sangat charming itu. Tapi tunggu, jadi status Pak Arnold masih sendiri? Seketika harapan itu kembali muncul.

"Kayaknya ... gue harus cepet-cepet ngungkapin perasaan gue deh ke Pak Arnold."

Entah bagaimana, Orion hampir saja tersedak minuman yang baru saja diseruputnya. Namun cowok itu berhasil menguasai diri dengan cepat.

"Lo ... lo yakin, Ay?" tanya Orion, seolah tak percaya dengan indra pendengarannya.

Aku mengangguk mantap. Dalam hati merasa bingung mengapa tiba-tiba aku berani berkata seperti itu di hadapan Orion. Terlebih, melihat raut wajahnya yang mendadak sendu. Ada apa dengannya?

"Ehm kalau saran dari gue ... lo jangan nembak secara langsung. Tapi pakai surat aja."

"Pakai surat ya?" Aku menimang usulan tersebut.

"Iya, itu lebih baik menurut gue."

Aku berpikir untuk mempertimbangkan usulan Orion itu. Dan ternyata itu memang lebih baik daripada aku harus mengutarakan secara langsung kepada Pak Arnold.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang