Bagian 43 ( Pertemuan)

219 32 0
                                    

Selamat membaca
***

Lika menatap Luna yang kini masih tertidur nyenyak disana. Ia heran kenapa Luna jadi susah dibangunkan. Padahal ia sudah berteriak dan mumukul Luna.

"Lun, bangun...." teriak Lika tepat di telinga Luna. Luna memicingkan matanya, menoleh kiri kanan, melihat Lika kini menatapnya kesal.

"Apa, ini jam berapa?" tanya Luna mengusap mukanya, dan berusaha duduk. Lika menoleh kesal.

"Jam delapan. Cepat mandi." katanya jengkel.

"Astaga, lo nggak Bangunin gue." kata Luna kesal. Lika menatapnya serius.

"Gimana mau bangunin lo, lo tidurnya nyenyak banget. Dikasih petasan di telinga lo, lo juga nggak bakalan dengar. Mimpi apaan lo? Mimpi dinikahi Fandu?" katanya Lika sedikit mengejek. Luna memajukan mulutnya manyun, merapikan rambutnya lalu beranjak turun dari tempat tidur. Berusaha sadar.

"Ntar kalau lo jodohnya Fandu gue bayarin sewa gedung sama ketering deh." kata Lika kembali terbahak. Luna menghentikan langkahnya, kesadarannya belum utuh, tapi Lika kembali membahas Fandu padanya. Ini cukup menyebalkan.

"Gue pegang janji lo." katanya kesal masuk ke kamar mandi secepat mungkin.  Dan Lika tersenyum samar.

Lika mulai merapikan tempat tidurnya. Lalu membuang beberapa sampah bekas minuman dan jajan yang mereka makan tadi malam ke tong sampah.

***

Luna dan Lika sudah berada di rumah kemarin. Dan lagi rumah itu dikunci. Mereka sudah mengetuk pintu itu dan juga mengucapkan salam beberapa kali. Luna kini merasa kesal sendiri. Tidak mungkin ia pulang lagi. Toh, ia takkan punya kesempatan lagi untuk kesini. Membohongi bundanya sudah cukup.

"Lo bangunnya telat." protes Lika menghempaskan bokong nya di bangku kayu kemarin. Luna menoleh kesal.

"Lo nggak bangunin gue." Luna tak kalah kesal, ia ikut duduk disana. Ia juga menyalahkan Lika.

"Gue bilangin lo nggak bisa dibangunin, tidur kek kebo." kata Lika lagi. Luna menggaruk kepalanya.

"Itu tadi malam gue nggak bisa tidur. Udah ah jangan nyalahin gue." kata Luna kesal. Kebetulan bapak yang kemarin lewat lagi dengan menggunakan motor bebeknya, ia melihat Luna dan Lika Tersenyum.

"Wah, buk Rahmi nya ada diwarung disana. Bentar yah bapak panggilkan." katanya membelokkan sepeda motornya sontak membuat Luna tersenyum bahagia. Dan Lika melihatnya tak percaya. Ia baru tahu bahagia Luna hanya sesederhana itu.

"Ya ampun, makasih pak." teriak Luna lantas berdiri, lalu melompat sembari melambaikan tangannya pada sang bapak itu yang kini menghilang dari pandangannya dan Luna masih tersenyum. Senyum yang belum pernah Lika lihat di wajah itu. Senyum itu terlihat berbeda. Ia yakin Luna sekarang sedang bahagia.

"Se bahagia itu lo?" kata Lika sontak membuat Luna menganggukkan kepalanya.

"Iya dong. Bentar lagi ketemu ibuk." katanya masih tersenyum kembali duduk disamping Lika. Dan bapak yang tidak diketahui namanya tadi muncul bersama seorang wanita berumur empat puluh tahun. Luna lantas kembali berdiri. Sedangkan Lika masih diposisi yang sama.

Ibuk itu turun dari sana, melihat Lika dan Luna heran.

"Makasih pak, bantuannya." kata Aluna lagi. Bapak itu mengangguk tersenyum dan kembali pergi.

"Kalian nyari saya?" katanya serius. Luna mengangguk sedikit tersenyum. Mendekat pada wanita itu.

"Benar ini buk Rahmi?" kata Luna serius, buk Rahmi menganggukkan kepalanya sedikit. Melihat Lika serius.
Lika ikut berdiri. Ia mendadak bingung, wajah tak asing dimata nya tapi ia lupa siapa itu.

Yes or No (Completed)Where stories live. Discover now