44 - Tentang Cinta

130K 12.4K 4.6K
                                    

"Jenis kelaminnya..."

Fadil refleks memajukan tubuhnya dengan antusias, begitu pula Andina yang perhatiannya tak lagi tertuju ke layar.

Dokter obgyn itu tersenyum. "Laki-laki."

Fadil tertegun. "Anak saya laki-laki?"

"Iya." Tangan sang dokter menunjuk tempat sebelumnya. "Itu persis."

Andina dan Fadil saling tatap. Bedanya, Andina tampak menyeringai senang, sementara Fadil terlihat terkejut tak percaya.

"Dok, serius? Anak saya cowok nanti suka nonton sinetron?!" tanya Fadil tak terima.

"Ya, enggak, Pak. Belum tentu anaknya suka. Ibunya aja yang ngidam."

"Alhamdulilah, Ya Allah." Fadil mengembuskan napas lega seraya mengusap dadanya. "Kirain."

"Malu-maluin, ih!" tegur Andina dengan nada berbisik.

Fadil menyeringai jenaka. "Pantas nyusahin kamu mulu, orang di dalam perut kamu ada mini aku. Hehe."

***

"Mama pasti senang banget, Na, kalo tahu. Pas banget mama kepengin cucu cowok lagi biar jadi dua-dua." Fadil mengeluarkan kunci mobilnya. "Arsa-Arsy, Kimi-baby."

"Omong-omong, renov rumah kita berapa lama lagi, Dil?"

"Minggu depan selesai paling."

Andina membuka pintu mobil dan masuk ke bangku depan. "Terus minggu depan kita pindah?"

"Jangan dulu deh, Na. Gimana kalo nunggu sampai baby lahir? Biar kamu ada temannya kalo aku lagi enggak ada," jawab Fadil seraya memasang sabuk pengaman. "Nanti kita pindah ke kamar bawah aja ya supaya kamu enggak naik turun tangga."

"Ututuu... pengertian banget sih, Baba." Andina mencubit pipi Fadil gemas.

"Sakit." Fadil mengusap pipinya yang menjadi sasaran cubitan istrinya, memperoleh tawa geli dari Andina.

Setelah siap, ia menurunkan rem tangan dan hendak mengganti persneling, tetapi urung dilakukan saat melirik perut Andina. Istrinya itu sedang melihat-lihat lagi hasil USG kali ini.

Fadil kembali menaikkan rem dan melepas sabuk pengamannya. Ia bergerak maju untuk menyentuh perut istrinya, mengusap-usapnya lembut sambil menyeringai.

"Sehat-sehat ya, Adek. Jadi anak sholeh kalo lahir, jagain Mama kalo udah gede, nanti Baba ajarin ngaji, asal jangan ngebohong pengin ke warung pakai sepeda, nanti jatuh pulang-pulang di antarin satpam komplek teman kamu. Jangan minta duit mulu juga ke Baba, nanti tangan Baba yang lagi ngelus kamu gini berubah jadi jitakan. Hehe."

Andina menyeringai melihat Fadil bicara sendiri pada anaknya. Sebelumnya lelaki itu tak pernah melakukannya, hanya mengelus-elusnya setiap menjelang tidur.

Kemudian hal yang terjadi selanjutnya adalah bayi yang ada di perut Andina tiba-tiba saja memberikan sebuah tendangan pertama tepat di mana tangan Fadil berada.

Fadil dan Andina terperanjat. Mereka saling tatap, sama-sama terkejut akan hal itu. Sebenarnya Andina sudah lama merasakan pergerakan anaknya, tetapi baru kali ini anak itu melakukan pergerakan besar hingga Fadil dapat merasakannya.

"Dil, dia nendang!!" pekiknya girang.

"Woo, belum lahir udah nendang-nendang orang tua gini!" omel Fadil. "Enggak bakal ya ada duit jajan!"

"Fadil, itu artinya dia dengar kamu! Kok anak aku malah kamu marahin, sih?!" omel Andina balik, tak terima Fadil memarahi anaknya.

"Bercanda, Ganteng." Fadil berubah cengengesan. Ia mengelus perut istrinya lagi. "Uuw, udah pintar ya Adek bisa jawab, ngerti apa yang Baba bilangin. Tapi kalo nanti Baba marahin kamu, jangan jawab. Nanti Baba jitak lagi."

Garis SinggungOnde histórias criam vida. Descubra agora