39 - Satu-Satunya

114K 15.6K 8.8K
                                    

She's dead. She's literally dead.

Andina melihat Fadil turun dari mobil. Lelaki itu membawa sebuket mawar merah di tangannya. Pandangannya tak lepas dari Andina yang masih membatu di tempat. Langkahnya dibawa mendekat ke arah perempuan itu.

Untuk sesaat, Andina berpikir Fadil akan memberikannya buket bunga tersebut. Tapi rupanya lelaki itu melemparnya ke tempat sampah terdekat sebelum berbalik menuju mobilnya, tak repot-repot untuk menyapa Andina terlebih dulu.

Sia-sia Fadil menyempatkan waktu untuk terbang jauh ke Jakarta jika apa yang ia dapatkan rupanya sebuah pengkhianatan.

Andina menaruh asal hadiah pemberian Handi. Ia melangkah maju mengejar Fadil sebelum lelaki itu masuk ke mobilnya.

"Dil." Diraihnya tangan Fadil yang sudah lama tak ia rasakan. "Fadil, sebentar."

Fadil tak juga berhenti bahkan ketika Andina mencegatnya dari depan. Lelaki itu meraih pintu mobilnya, hendak masuk lagi dan pergi dari sana.

"Fadil, tunggu sebentar!"

Namun Andina menutupnya lagi dan menghalangi pintu itu agar Fadil tak bisa pergi. Ia tak bisa membiarkan Fadil pergi begitu saja tanpa penjelasan apapun.

Fadil tersenyum miring, mengalihkan wajahnya ke arah lain selain Andina.

"Maaf ya," ucap Fadil. "Aku enggak bisa ngasih kamu tas Hermes. Cuma bisa ngasih bunga sama tenaga aku perjalanan jauh ke Balikpapan buat terbang ke Jakarta pagi-pagi demi nemuin kamu. Jadi mending dibuang aja. Ya enggak, Din?"

Hati Andina mencelos mendengar sebutan namanya yang asing itu. Alih-alih memanggilnya 'Na' seperti biasa, Fadil kembali memanggilnya 'Din' layaknya orang asing.

"Gitu ya ternyata?" Ia terkekeh. "Aku cuma pelarian dari putusnya kamu sama Handi, ya?"

"Fadil, aku cuma nemenin mamanya Handi ke Senen. Beliau minta aku buat nunjukkin tempat buku-buku lama." Andina berusaha menjelaskan. "Udah, sebatas itu aja aku mau diajak pergi sama Handi."

"Kamu yakin Handi tahu cuma sebatas itu kamu mau?" Fadil justru bertanya kembali. "Kamu yakin?"

Fadil memercayakan Andina untuk datang ke pesta ulang tahun Handi bukan berarti ia baik-baik saja melihat pacarnya pergi bersama mantannya di luar acara tersebut. Apalagi ia melihat jelas dengan mata kepala sendiri bagaimana perlakuan manis Handi terhadap Andina.

Yang paling menyakitkan adalah seharusnya semua itu terjadi di belakangnya jika ia tak datang demi ulang tahun Andina.

"Kalo kamu enggak tahan LDR, ngomong. Kalo hati kamu emang masih sama Handi, enggak usah pakai manfaatin kepercayaan aku ke kamu gini, Andina!"

"Kamu tahu aku sama Handi udah enggak ada apa-apa lagi sejak lama, bahkan sampai sekarang. Alasan aku mau nerima ajakannya benar-benar cuma untuk nemenin mamanya Handi ke Senen, Fadil!"

"Kenapa harus kamu? Apa kamu enggak mikir mereka bisa pakai maps aja? Kamu mungkin bisa selalu bohongin orang tua kamu untuk cabut bimbel sama Rafa dulu. Tapi kamu enggak bisa bohongin aku, Din. Dan aku enggak suka sama cewek pembohong."

Fadil menyingkirkan Andina dari hadapannya. Ia kembali membuka pintu mobil yang sempat tertunda karena dihalangi oleh perempuan itu.

Garis SinggungWhere stories live. Discover now