18. Ingatlah Hari Ini

77.1K 13.8K 1.2K
                                    

2014

Today is the day when Andina's middle school life finally comes to an end.

Berlokasi di Hotel Mercure Convention Center Ancol, wisuda SMP Andina sedang berlangsung. Perjalanan tiga tahun menuntut ilmu di SMP-nya akan berakhir di sini, hari ini. Kenangan-kenangan mulai dari manis, pahit, konyol, sampai memalukan akan ditutup dan diabadikan sebagai bagian dari hidupnya. Ia akan membuka lembaran selanjutnya untuk mengukir kisah baru di masa SMA yang orang bilang adalah masa-masa paling indah.

Andina tak yakin masa SMA-nya akan menjadi masa yang paling indah. Ia sudah merasa sangat nyaman dengan lingkungan SMP-nya. Baik teman-teman, guru, bahkan gedung sekolahnya yang memiliki banyak pepohonan, ia menyukai semuanya. Sungguh, jauh di lubuk hatinya, ia berharap sistem pendidikan SMP dapat berlangsung lebih lama seperti SD yang memakan waktu enam tahun. Namun sekarang, ia mau tak mau harus meninggalkan semua itu dan melangkah pada jalannya sendiri.

Wajarkah jika Andina ingin menangis? Entahlah, mungkin karena ia bukan tipe anak yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, ia seolah tak rela untuk berpisah dengan masa SMP-nya.

Ketika kata-kata sambutan dari kepala sekolah, yayasan, dan doa-doa yang dipanjatkan oleh guru agama selesai, di beranda ballroom yang menghadap ke pemandangan laut, balon yang membawa nama sekolahnya diterbangkan sebagai bentuk penglepasan. Anak-anak dipersilakan untuk membuka baju batik khas sekolah mereka dan berganti dengan kaos putih polos yang sudah dipakai double sebagai simbol bahwa mereka telah lulus dan siap untuk mengukir kisah baru.

Mungkin ini adalah hari yang paling membahagiakan untuk mereka. Andina dikelilingi tawa dari Dela, Risa, dan Nadine. Di kejauhan, ia dapat melihat Martin sedang bercanda dengan teman-temannya, termasuk Indy. Di antara guru-guru sendiri, Pak Sleman yang biasa bersikap tegas dan hobi menyuruh push up kini juga tengah berbincang sambil tertawa dengan anak-anak lain. Dirga dan Kiran tak lagi malu-malu untuk berdekatan karena mereka baru saja dinobatkan sebagai King and Queen. Mereka masih mengenakan selempang dan mahkota keemasan buatan.

Bayangkan saja, Dirga dan Kiran mendapat gelar King and Queen serta ceng-cengan oleh satu angkatan di depan orang tua murid di saat mereka memang memiliki hubungan spesial. Jarang-jarang ia melihat wajah Dirga merah seperti kepiting rebus saat di depan panggung.

Andina sendiri baru saja mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan membanggakan.

"Andina Raia Ryandi, peraih peringkat dua dari kelas 9B."

Di dua kelas sebelumnya, Andina tak pernah mendapatkan piala untuk peringkat tiga besar. Kini saat ia mendapatkannya, hal itu bertepatan dengan wisuda sehingga semua peraih peringkat kelas sembilan diumumkan di depan seluruh murid dan orang tua.

Ia, seorang kaum rebahan yang tak pernah mengikuti kegiatan apapun selama belasan tahun hidupnya, kini mendapatkan piala pertama atas prestasinya meraih peringkat dua di kelas. Ia, yang gagal masuk ke kelas unggulan bersama Fadil, justru mendapatkan hal lain yang membanggakan orang tuanya. Andina bangga ia menjadi penyebab dari terukirnya senyuman ayahnya saat maju mendampinginya menerima piala tersebut.

She'll definitely cherish these bittersweet moments for the rest of her life.

***

"Diam. Yang anteng."

Dela dan Nadine menahan kedua tangan Andina agar tak bergerak banyak selagi Risa berusaha mendadaninya. Riasan di wajah Andina sudah hampir sempurna kecuali bagian bibir. Andina paling pantang memakai lipstick, entah apa sebabnya.

Garis SinggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang