20. Seandainya Jarak Tiada Berarti

76.5K 13K 2.5K
                                    

2014

"Sumpah?!"

"Iya!!"

Andina berseru tak kalah kencang dari Nadine di seberang sana.

"Terus cakep orangnya?"

"Enggak jauh beda sama di foto."

"Wah..." Nadine menggeleng seraya berdecak. "Gue jadi lo bakal kabur keluar gerbang, langsung minta pindah sekolah."

"Udah gitu, Nad, tadi OSIS-nya bilang kalo angkatan gue enggak ada pengacakan kelas. Artinya gue bakal tiga tahun sekelas mulu sama Debby!"

"Astaghfirullah, mantap."

Sepulang hari pertama masa orientasinya, Andina buru-buru menelepon Nadine untuk memberi tahu peristiwa besar apa yang baru  saja terjadi padanya. Ya, Andina kedapatan satu SMA dengan mantan pacar Fadil, Debby. Bahkan mereka duduk sebangku selama seharian penuh. Meski begitu, mereka tak banyak mengobrol. Hanya berbicara seperlunya saja ketika diberi waktu istirahat.

Berada di dekat Debby, tubuhnya bereaksi sama seperti jika ia berada di dekat Fadil. Bukan, bukan karena alasan macam-macam. Tentu saja Andina masih normal. Hanya saja, ia menjadi salah tingkah karena tahu latar belakang gadis itu. Debby pernah menjalin hubungan dengan orang yang disukainya. Itu membuat Andina merasa canggung di dekatnya. Tubuhnya dan kepalanya menjadi kaku, tak tahu harus melakukan apa karena ia takut bertingkah mencurigakan. Ia juga tak mau terlalu sering menengok ke arahnya.

Andina merebahkan tubuhnya ke kasur setelah sedari tadi berjalan bolak-balik dengan perasaan tak tenang menelepon Nadine.

"Gila ya, kok bisa-bisanya gue jadi satu SMA sama dia?"

"SMP dia kan enggak jauh dari SMA lo sekarang. Waktu itu lo pernah bilang kan SMP dia ada di mana?"

"Ah, mana kepikiran gue kalo dia bakal masuk sini juga. Tahu gitu, gue pilih SMA lain." Gadis itu mencebikkan mulutnya seraya memainkan bantalnya.

"Udah, jangan suudzon dulu. Siapa tahu dia orangnya baik? Lo perhatiin tuh apa yang bikin Si Bigbol bisa suka sama dia."

"Suaranya lah pasti. Dia bisa nyanyi. Coba gue? Dari do sampai do lagi nadanya sama aja!"

"Ya lo belajar dong dari dia. Kan dia calon best friend lo. Huahahaha!"

Andina mendesis. "Diem lo!"

Bagaimana jika apa yang dikatakan Nadine benar? Debby akan menjadi best friend barunya?

Well, lagipula apa salahnya? Toh anak itu sudah lama putus dari Fadil.

Tetapi tetap saja, Andina merasa ada yang mengganjal di hatinya. Ia tak tahu bagaimana harus menjelaskannya.

"Eh, Din, udahan dulu ya, gue masih harus beli makanan yang disuruh buat besok. Air mineral enam T apaan, dah?"

"Hah? Apaan? Enggak tahu."

"Gaje banget OSIS sekolah gue, bawaannya rempong-rempong banget. Perasaan kita pas SMP enggak begini amat."

"Hahaha, semangat wey, enggak nyampe seminggu kok."

"Yaudah, udah dulu deh, Din. Daah..."

"Yaudah, dadaah..."

Mereka mengakhiri free call.

Andina menaruh tab-nya di atas nakas. Ia berbaring menatap langit-langit kamarnya, kemudian beralih melihat fotonya bersama teman-temannya yang terpajang di meja belajar.

Garis SinggungWhere stories live. Discover now