35. Bumi dan Bulan

83.4K 11.7K 7.2K
                                    

2021

"GUESS WHO GOT THE JOB!!"

Andina memekik histeris melihat e-mail yang baru saja masuk. E-mail itu berasal dari perusahaan start up e-commerce yang ia lamar atas rekomendasi Ibu Dita.

Saat lolos tahap interview saja, ia berjingkrak-jingkrak kesenangan sampai ke ruang tengah, sekarang ia mendapatkan pekerjaan yang diinginkan dan hampir membuat gendang telinga Handi pecah melalui telepon.

"Iya, selamat. Aku ikut senang." Handi berkata di seberang sana.

"Sumpah ya, rasanya pengin terbang ke bulan enggak balik-balik karena e-mail ini!"

"Iya, karena itu e-mail penerimaan. Kamu belum ngerasain dapat e-mail tugas dengan deadline sempit pas nanti pakai e-mail kantor."

Andina mencebikkan mulutnya. Handi selalu bisa menjatuhkan ekspektasi tingginya. "Jangan bikin nethink, Handi."

Lelaki itu terkekeh. "Iya, intinya selamat, Andina... walaupun masih sayang kenapa kamu enggak mau satu tempat kerja sama aku."

"Kan masih aja dibahas."

"Yaudah, iya, iya..." Handi mengalah. "Mama kamu di rumah?"

"Lagi ke Indomaret sebentar."

"Nanti sore aku main ke tempat kamu, ya?"

Andina mengangguk. "Iya, datang aja."

Handi sudah berkali-kali datang ke rumah Andina layaknya rumah sendiri. Bahkan seringkali ibunya bertanya kenapa Handi sudah lama tak datang. Kedekatan Handi dengan ibunya membuat Andina ikut senang.

Setelah puas melampiaskan sukacitanya itu kepada Handi, Andina memutus sambungan telepon dan beralih ke lemarinya, memilih-milih pakaian formal untuk pelatihan kerja nanti.

***

"Perusahaan tempat aku magang waktu di proyek kereta cepat dulu pengin rekrut aku." Fadil menunjukkan e-mail yang masuk ke ponselnya pada Debby.

"Wah? Bagus, dong!" Debby menyeringai senang, menghentikan kegiatannya sejenak dari meminum matcha milk tea yang dipesan. "Apalagi Indonesia lagi gencarnya bikin infrastruktur, kamu bisa-bisa banyak job nanti. Banyak deh duitnya."

Lelaki itu terkekeh. "Untuk staf pemula kayak aku memang berapa sih dapatnya?" Ia lanjut meminum ice sweet jasmine-nya. "Bisa buat beli notebook doang paling."

"Ya, disyukurin dong, Dil. Kan awal-awal memang jadi staf dulu, nanti lama-lama naik bertahap." Debby meraih tangan Fadil yang ada di meja. "Sabar. Oke?"

Fadil tersenyum tipis. "Kalo kamu gimana? Jadi bikin clothing line barengan sama teman?"

"Masih banyak yang harus diurus. Kebetulan mau dibantuin prosesnya sama tante teman aku. Masalahnya, tantenya ini susah banget cari waktu free karena ngurus anaknya yang lagi sakit. Alhasil, molor mulu kalo kita yang usaha sendirian." Debby bertopang dagu, memutar-mutar minumannya sendiri. "Tapi kita udah tahu sih konsep brand-nya bakal kayak gimana. Teman aku udah nyoba bikin logo duluan.."

"Harus clothing line banget, ya? Enggak mau yang kecil-kecil dulu kayak dropshipper atau reseller gitu? Bikin olshop?" tanya Fadil, sedikit tak mengerti urusan seperti itu atau apakah yang ia tanyakan masih berhubungan.

"Haha, kita sih udah usaha olshop dari semester tiga. Makanya sekarang pengin buka yang lebih gede lagi."

"Oh..." Fadil mengangguk-angguk, bergantian menggenggam tangan gadis itu. "Pelan-pelan aja enggak apa-apa, Deb. Aku selalu dukung pokoknya."

Garis SinggungWhere stories live. Discover now