76. Sorot Dendam dan Senang

19.1K 1.1K 4
                                    

Rivan langsung membuka pintu megah yang besar itu saat Elisha berlalu, ia menatap seorang gadis setinggi dagunya itu. Gadis itu menatap dirinya dengan mata sayunya yang sembab akibat menangis.

"Ha-hai, Rivan." sapanya dengan senyum canggung. Mikayla meneguk ludahnya saat tatapan datar dilayangkan kepadanya. Tetapi ia hanya bisa memaklumi, setelah mendengarkan fakta itu, orang mana yang tidak akan marah kepadanya?

"Sebelumnya gue mau minta maaf, gue tau kalau lo udah mendapat bukti ..." Kembali meneguk ludah, Mikayla menatap Rivan takut, "... kejahatan gue. Itu semua benar."

Rivan menahan diri agar tidak melampiaskan amarahnya pada gadis dihadapannya ini. Tangannya sudah terkepal erat dengan kuku-kuku yang mulai menembus ke kulit tangannya.

"Bisa langsung cerita aja? Gue nggak pengen basa-basi." Suara Rivan terdengar dingin membuat Mikayla meringis.

"Orangtua gue bangkrut dan bokap dipenjara, gue dan nyokap tinggal dirumah mendiang nenek. Gue ketemu kembaran lo, dia tau gue pacar lo."

Rivan mencerna kalimat Mikayla. "Gue butuh uang makanya gue menyambut tangan Revin saat pemuda itu memberikan penawaran."

Rahang Rivan mengeras. "Penawaran apa?"

"Datang lagi ke lo, Vin." jawab Mikayla dengan bibir bergetar.

"Pertemuan kita di kafe waktu itu udah diatur, gue dapat tugas agar hubungan lo sama tunangan lo retak."

Rivan memejamkan matanya saat mendengar hal yang lagi-lagi membuat dadanya sesak. Kembarannya sendiri melakukan ini kepadanya? Sulit dipercaya tapi itulah kebenarannya.

"Dari yang gue tau, Tante Mysha nggak pernah sayang sama Revin, saat Revin diberi tugas, Revin senang karena merasa dianggap. Semua itu bukan salah Revin." Air mata mulai mengalir di pipi gadis itu, Mikayla merasa jahat dengan membongkar keburukan Revin tetapi ia juga akan dihantui rasa bersalah jika tetap berada disamping Revin.

"Tugas apa?" Rivan berusaha untuk terus mengintrogasi Mikayla. Walaupun kebenaran ini akan semakin menyakitkan jika ia gali lebih dalam.

"Menghancurkan keluarga Sanjaya dan Alger."

"Bukan lo aja, tapi Airin juga ... gadis itu diancam." sambungnya. "Percaya sama gue, Van. Revin sama tunangan lo nggak pernah menghabiskan malam yang panas bersama, Airin dijebak."

Bagai ditikam berkali-kali, sekarang rasanya Rivan tengah dikubur hidup-hidup oleh kenyataan. Keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya. Airin dijebak? Rivan bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu apalagi saat ia tau kalau Airin hamil.

"Maksud lo apa!?"

"Airin dijebak, anggap aja itu ancaman tutup mulut tetapi lo tau kan? Revin yang melakukan itu. Airin diam agar foto itu nggak sampai ke tangan keluarga kalian, tetapi Mysha licik. Foto itu bisa membuat kalian meretak."

"Teror foto-foto jalan bareng Revin dan Airin juga Revin yang melakukannya. Agar lo merasa kalau dua orang itu punya hubungan spesial." sambungnya dengan deru nafas memburu.

"Brengsek!" desis Rivan. Mikayla yang mendengar itu langsung berlutut memohon sambil menangis tersedu-sedu. "Ini semua bukan salah Revin, Al. Ini semua pada dasarnya karena kesalahpahaman."

Rivan membuang wajahnya, tidak ingin menatap Mikayla dan merasa iba. "Setelah gue menyelesaikan semua masalah ini, jangan harap lo bisa lepas dari hukuman."

Mikayla mengangguk sambil menengadah menatap Rivan dengan sorot mata getir. "Apapun, gue siap dihukum tapi jangan Revin, pemuda itu nggak bersalah."

"Berhenti drama kalian! Permainan sebenarnya sudah dimulai." sahut seseorang membuat Rivan dan Mikayla mengalihkan atensi mereka.

***

Sabar, cukup bikin dia hilang kendali lalu semua berakhir.

Begitulah batin Airin sedari tadi. Jangan tanya apakah ia cukup berani. Nyatanya seberapa kalipun ia menyakinkan diri bahwa ia akan pulang dalam keadaan selamat, entah mengapa hatinya berkata lain.

Berada dikandang musuh bukanlah hal yang baik terlebih kondisinya yang tengah hamil muda seperti ini. Penampilannya sudah dipastikan urak-urakan dengan rambut panjang yang tidak tertata rapi.

Ruangan ini bisa dibilang besar dengan pilar-pilar besar yang banyak. Namun, ini tidak cukup bersih terbukti banyak debu-debu disetiap sudut. Ini mengingatkan Airin pada penculikan dirinya dulu.

Semoga kejadian ia terkalahkan tidak terjadi kembali. Mengingat betapa remuknya tubuhnya membuat gadis itu bergidik ngeri.

Suara high heels yang beradu dengan lantai ubin membuat atensi gadis itu teralihkan. Sambil meneguk salivanya, matanya mulai melotot saat seseorang yang sangat mirip dengan calon mertuanya sedang berjalan kearahnya dengan senyuman yang mengerikan.

"Viona ... Airin ... Marselia ... Sanjaya? Sanjaya?" Wanita itu terkekeh lalu kembali menatap Airin.

"Kematian mu pasti sanggup membuat kedua keluarga terkutuk itu terlanda kesedihan. Uh, menyedihkan." ujarnya diakhiri dengan senyuman mengejek.

Airin hanya bisa diam, belum saatnya ia membalas perkataan ular itu. Ada baiknya membuat wanita itu berbicara tanpa disuruh. Sekarang, Airin hanya harus bersikap tidak terintimidasi agar wanita itu tau kalau Airin tidaklah lemah walaupun itu kenyatannya.

Wanita cantik itu kembali tersenyum. "Hm, keponakan? Tante harus memanggil kamu apa?"

Airin tidak menjawab, tetapi tatapannya tampak tajam dan menampilkan api permusuhan membuat Mysha merasa kalau gadis dihadapannya adalah lawan yang seimbang.

Tapi .. gadis itu tidak berdaya sekarang. Ini membuat Mysha bersorak gembira dalam hati.

Wanita itu maju selangkah lalu berjongkok, melihat wajah Airin dari dekat. "Kenalin aku adalah Meisya, calon ibu mertua kamu."

Airin berdecih, bisa-bisanya iblis seperti Mysha menyamakan dirinya sendiri dengan malaikat seperti Mysha.

"Kamu tidak terkejut? Aku mama kamu, lho. Baru, bangkit, dari, kemat---"

"Tutup mulutmu!" gertakku dengan rahang yang mengeras.

Sialan! Malah wanita ini yang membuat emosinya naik. Sungguh memuakkan.

Mysha hanya tersenyum saja lalu berkata, "Enggak, deng. Kenalin aku Mysha. Mana mau aku disamain dengan Meisya cupu itu."

Geram. Itu yang mendeskripsikan perasaan Airin saat ini. Di depannya dengan jelas terdengar kalau Mysha menjelekkan wanita yang ia anggap sebagai ibu kandung keduanya. Tidak sampai situ, wanita itu juga mengatakan kalau Mama Meisya adalah pelakor, murahan, dan kata-kata hina lainnya membuat mata Airin memanas.

Plak

Tiba-tiba saja tangan wanita itu sudah berada di pipi kiri Airin meninggalkan jejak memerah yang terasa perih dan panas. Wajah wanita itu terlihat puas beberapa detik kemudian matanya menyorot perut Airin.

"Gue jadi ingat bagaimana nyokap jalang lo itu membuat anak gue mati." ujar Mysha mengubah gaya bahasanya. Airin merasa terancam, dadanya naik-turun. Melihat seringaian licik Mysha membuat Airin berpikir kalau wanita itu akan membalasnya dendam bukan padanya saja, tetapi juga dengan janin yang masih berkembang dirahimnya ini.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang