62. Ruang Musik

15.5K 1.1K 21
                                    

Hai, guys.
Masih ada yang pantengin nih cerita gaje Wiwi, gak?
Makasih ya!:)
Jangan lupa rekomendasikan cerita ini sama temen-temen kalian, ya walau Wiwi tau cerita Wiwi gak sebagus cerita di luar sana.
Oke, gak usah banyak basa-basi dah, langsung aja.

Happy Reading

***

Airin tidak tau apa yang terjadi, tapi tangannya tiba-tiba ditarik seseorang saat ia baru tiba ke sekolah. Airin nyaris saja terpekik saat itu, namun melihat postur tegap seseorang yang ia kenal, ia urungkan niat itu.

Ya, pemuda itu Rivan.

Rivan mencengkram erat pergelangan tangan Airin hingga gadis itu sedikit meringis kesakitan. Namun, Rivan tampak tidak memedulikan hal itu dan terus saja menarik tunangannya itu.

Saat sudah sampai disebuah ruangan yang Airin ketahui sebagai ruang musik, Rivan baru melepaskan pergelangan tangan Airin. Airin menatap tangannya getir lalu menatap Rivan yang baru saja menutup pintu dengan keras hingga gadis itu tersentak.

Airin mengepalkan tangannya. Apakah Mikayla kembali memfitnah dirinya agar hubungan dirinya dan Rivan semakin hancur. Mood Airin tidak baik saat ini, ditambah dengan wajah marah Rivan membuatnya sedikit muak.

"Kenapa? Pacar lo bilang apa lagi kali ini?" tanyanya santai sambil bersedekap dada. Faktanya Airin ingin menangis saat ini, mengingat betapa kasarnya Rivan tadi membuat gadis itu tanpa sengaja memegang perutnya.

Rivan berdecih membuat Airin semakin kebingungan. "Bukan hanya munafik dan naif, lo juga murahan!" sentak pemuda itu didepan wajah Airin.

Anjir, main sembur aja!

Detak jantung Airin berkinerja lebih cepat, gadis itu tidak bisa mencerna apa yang dikatakan oleh tunangannya. Murahan? Drama apa yang dilakoni oleh Mikayla hingga sekarang harus ia yang kena?

Airin benci dikatakan murahan, sudah cukup naif dan munafik, sekarang pemuda itu menambahkan kosa kata baru untuknya?

"Jangan asal ngomong!" seru Airin kesal. Rivan terkekeh, terlihat guratan kekesalan diwajahnya. Rahangnya bahkan mengeras dan tatapannya seakan-akan ingin memangsa gadis dihadapannya.

Melihat fakta yang baru ia ketahui membuat pemuda itu semakin kehilangan kepercayaannya. Bisa-bisanya gadis yang begitu ... Argh! Rivan tidak tau apa yang telah Airin lalui hingga sekarang menjadi gadis yang berbeda.

"Mana ada maling yang ngaku, benar?"

"Gue salah apa sama lo? Drama apa yang pacar lo perankan sekarang, hah!?" Airin sungguh kesal, Rivan tidak langsung memberi tau apa kesalahannya. Mengatakan dirinya murahan sama saja Rivan menyamakan dirinya sebagai jalang.

"Lo masih virgin?"

Mata Airin membola mendengar pertanyaan frontal dari Rivan. Tangannya bergetar hebat dan mulai mengeluarkan keringat dingin. Atas dasar apa Rivan menanyakan keperawanan dirinya?

"Gu-gue..." Nafas Airin memburu, ingatannya kembali melayang pada 4 malam yang menjadi saksi diperkosa secara berulang-ulang. Airin memegang perutnya dengan lembut, ada kehidupan lain yang harus ia jaga walaupun gadis itu membenci laki-laki yang menabur benih.

Flashback On

"Apa kata lo!?" Raut wajah tenang Elisha menjadi mengeras dengan guratan kekhawatiran yang jarang-jarang ditunjukkan oleh Elisha. Airin menunduk dan mengangguk ragu. Matanya berusaha menahan tangisnya membuat bibir gadis itu bergetar.

"Rin, lo jangan bercanda, goblok!" Airin tersentak mendengar nada tinggi dari Elisha. Tangisan Airin pecah, bahunya bergetar.

"Gu-gue hamil, Sha. Gue gak bohong!" jawab Airin menatap Elisha yang menatapnya dengan tatapan kesal sekaligus tidak percaya.

"Siapa ayahnya?"

Airin diam, gadis itu merosot ke lantai dan semakin terisak. "Siapa ayahnya, Viona Airin Marselia!? Lo gagu, bangsat!?"

Elisha memejamkan matanya, ia tidak boleh emosi seperti ini, terlebih ini bukan permasalahan biasa. Ia menyangkut masa depan seseorang dan anak yang ia kandung.

Airin tidak bodoh, saat ia muntah-muntah dan pergi dari ruang kerja Sanjaya, ia sudah tau ada yang tidak beres. Gadis pintar itu bisa menyangkal hal itu jika ia dan Raka hanya berhubungan satu kali, tapi ini!? Selama empat malam ia dijadikan budak nafsu pria yang memiliki obsesi terhadap dirinya itu!

Airin benci, Airin benci dirinya yang tidak bisa menjaga diri hingga kebobolan seperti ini. Elisha memejamkan matanya frustasi, saat ini ia begitu ingin mengoyak tubuh siapapun yang ada disampingnya.

"Gugurin anak itu!" Airin tersentak dan menatap Elisha tidak percaya. Walaupun ia begitu terpukul, ia juga tidak sampai hati untuk membunuh darah dagingnya sendiri.

"Gak! Anak ini gak bersalah, gue sama Raka yang salah." Airin memegang erat perutnya yang masih rata.

Jika kalian berpikir Elisha berbicara sungguh-sungguh maka kalian salah. Untuk pertama kalinya ia bercanda untuk mengetes Airin, ia hanya ingin segera mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

"Jadi om Raka yang ..." Elisha meneguk salivanya karena tenggorokannya yang kering. Gadis itu langsung ikut duduk dilantai dan memeluk Airin. "... tenang, Airin. Ada gue di sini. Kita jaga kandungan lo, ya?"

"Ahahaha, bener." Airin tersentak dari ingatannya kemarin saat ia sedang berbicara dengan Elisha. Gadis itu langsung menatap Rivan yang sedang terkekeh renyah.

"... ternyata udah bekas orang."

Ah, mengapa ini begitu sakit. Airin tidak pernah membayangkan orang yang ia cintai akan mengatakan hal seperti itu. Ia benar-benar tidak menyangka.

"Murahan!"

Plak

Tangan Airin gemetaran, ia menatap nyalang Rivan yang sedang memegang pipinya. Rivan terhenyak, ia menatap tak percaya Airin yang beberapa detik yang lalu menampar dirinya. Walaupun kata-katanya kasar, Rivan sudah tidak peduli. Airin pantas mendapatkan hal itu.

"Lo gak bisa ngomong kayak gitu, bangsat. Lo gak tau apa yang gue lalui. Jangan sok suci lo." kata Airin dengan nada rendah tetapi terdengar penekanan dari kata-katanya.

Rivan merasa hatinya sangat sakit melihat kondisi Airin yang tampak lelah tetapi ia terlanjur kecewa. Gadis itu mempermainkannya. "Jadi ... apa foto ini dapat menjawab semuanya?"

Rivan melempar dua buah foto berukuran sedang dan foto itu terjatuh tepat didepan kaki Airin. Gadis itu menunduk dan mengambil salah satu foto itu. Dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat foto dirinya dan Rivan yang sedang tertidur bersama.

Mata Airin memanas dengan tangan yang bergerak, foto hina itu terjatuh begitu saja. Airin menatap Rivan yang menatapnya kecewa.

"Van itu---"

Rivan menggeleng cepat, "Cukup, Rin! Ini semua udah jelas. Lo dan Revin ..." Rivan memejamkan matanya frustasi. "... Lo murahan, Rin! Gak dapat gue lo goda Revin, iya? Dasar wanita penggoda! Oh, ya. Yang jalang itu bukan Mikayla tapi lo."

Air mata Airin lirih begitu saja. Kakinya terasa lemas dan Rivan segera membalikan badannya ingin pergi. Tetapi suara dingin Airin membuat langkah pemuda jangkung itu terhenti. Rivan mengeraskan rahangnya setelah mendengar penuturan Airin secara langsung.

"Itu benar, gue tidur dengan Revin jauh sebelum ketemu dengan lo." ujar Airin sambil tersenyum getir.

"Gue di Aussie, Vin. Bukan Indo, gue bisa kencan satu malam dengan cowok mana saja dan Revin, kembaran lo itu salah satunya."

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang