9. Kembalinya Melody

41K 2.6K 36
                                    

Kepala Airin sakit, matanya mulai berkunang-kunang. Ia berjalan dengan lunglai seperti mayat hidup. Airin menampilkan senyum sendu saat melihat pagar rumahnya. Ia melihat satpamnya hendak membukakan gerbang untuk seseorang. Mungkin Rivan batinnya. Ia segera melangkahkan kakinya masuk.

"Neng gak pa-pa?" tanya satpamnya yang kebingungan melihat anak majikannya yang terlihat berantakan. Airin hanya menampilkan senyum manisnya. Ia bahkan melihat satpamnya tersebut ada dua. Ia kembali berjalan, ia tersenyum getir saat melihat Rivan yang hendak memasuki mobil. Setelah itu gelap, samar-samar ia mendengar suara Rivan yang memanggilnya.

-

Airin POV

Kepalaku masih sakit saat aku membuka mata. Perlahan aku duduk dan melihat Rivan yang terlelap didekatku. Aku perlahan mengelus rambutnya itu. Ia tampak terganggu dan terbangun.

"Rin, lo gak papa kan?" tanya Rivan khawatir.

"Terimakasih Van, berkat Lo gue bisa ngerasain apa itu dibenci, dikhianati dan mandiri" ujarku kepada Rivan. Aku langsung berbaring kembali dan memunggungi Rivan yang mematung.

"Rin, gue tau Lo sakit. Tapi jangan kayak tadi gue takut ngeliat Lo kambuh"

Rivan nganggap gue ngga waras? Gitu?

"BODO AMAT BANGSAT!"

Sebenarnya aku adalah seorang perempuan yang berpikiran dewasa. Aku tidak ambil pusing untuk segala masalahku. Aku akan mengambil jalur damai dengan pikiranku sendiri apabila ada sesuatu yang menggangu pikiranku. Aku juga bukan orang yang ramah kepada semua orang. Aku selalu bersikap dingin, namun apabila didekat Rivan entah mengapa emosiku tak terkendali. Kadang aku bisa marah, cerewet, dan ngambek. Bukan seperti diriku yang dulu. Dia sungguh mengacak-acak harga diriku serta jangan lupakan hati kecilku.

Aku berpura-pura tidur. Sekitar setengah jam aku memejamkan mata, namun aku tidak bisa tertidur. Perlahan aku merasakan seseorang mengelus rambutku dengan pelan. Dia pasti Rivan, aku tau dia belum bangkit dari kamar ku sedari tadi. Aku menikmati elusan itu. Jantungku memompa dengan cepat. Ah, kuharap Rivan tidak melihat pipiku yang memerah seperti kepiting rebus.

"Jangan berharap Airin! Ingat, pertunangan ini bukan didasari oleh cinta, melainkan untuk kepentingan bisnis!"

Author POV

Ya. Fakta itu selalu menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Walaupun mereka sudah bersahabat dari kecil, tidak dapat dipungkiri bahwa Rivan yang trauma masa lalu. Sehingga, ia tinggal bersama orangtuanya.

-
Airin berdiam diri sembari memejamkan matanya di balkon kamarnya menikmati angin dingin yang menusuk ke kulitnya.

Ia bertekad untuk melupakan cinta bodohnya itu. Dan ia akan kembali ke sikap dinginnya, seperti di saat ia kesepian di Aussie.

"Apa gue bisa bertahan lama disini? Sendiri dan kesepian lebih baik daripada bersama namun menunjukkan senyum palsu. Bodoh kau Airin!" Airin tertawa sumbang.

"Mulai sekarang gue bakalan berhenti berharap. Andai gak ada bunda dan ayah, pasti Rivan gak akan ada disini. Intinya Rivan butuh orangtua gue, dan gue harus ngalah. Jangan bikin dia terusik dengan perasaan bodoh lo, Rin! Gue bakalan pergi tapi gak sekarang" ia sekarang menampakkan senyum manis. Ia tidak sadar ada seseorang yang menatapnya dengan senyum sendu.

"Ternyata Lo lebih terluka dari gue, Rin" gumamnya.

-

Makan malam sangat ini sangat berharga bagi Rivan. Pasalnya, ayah dan bunda Airin mengundang Allard dan Melody untuk makan malam bersama disebuah restoran mewah di dekat rumahnya. Melody baru saja datang karena sebelumnya tinggal di luar kota bersama neneknya.

"Mel, gimana sekolah disana" tanya Airin basa-basi.

"Biasa aja" ucapnya datar sambil menikmati makanannya.

Airin membentuk mulutnya menjadi 'O' dan ia tersenyum kikuk. "Sekarang Ody kelas  berapa?"

Melody meletakkan sendoknya di atas piring secara kasar. Ia membuang nafas panjang kemudian tersenyum licik. "Jangan panggil gue dengan sebutan 'Ody'! Gue gak suka! Terus, yang boleh manggil gue dengan sebutan itu hanya orang-orang terdekat aja seperti Oma, Papa, Mama, Rivan , Ayah, dan Bunda! Ngerti!?"

"MELODY! JAGA SIKAP KAMU!" bentak Allard yang jengah melihat sikap putrinya yang keterlaluan.

Melody tertawa sumbang. Ia berdiri dan mengambil tasnya. "Bun, Ody nginep ya? Ody mau tidur sama bunda" Melody tersenyum manis.

"Iya nak, nginep aja" jawab Karin
Melody tersenyum manis kemudian menyeringai licik kepada Airin.

"Tunggu gue sayang" ujarnya menyeringai licik.

Rivan mengepalkan tangannya. Ia juga jengah dengan sikap Melody yang tidak pernah berubah. Apa dia tidak malu membentak anak orang didepan orang tuanya? Terus meminta menginap lagi. Jika saja Melody bukan perempuan dan bukan adiknya pasti ia sudah mengirim Melody ke neraka VIP.

Mereka melanjutkan makan malam yang tadinya tertunda.

"Airin permisi ke toilet dulu ya"

Begitulah kata-kata terakhir Airin. Setelah itu, ia tidak menunjukkan batang hidungnya. Saat ditelepon, ia mengatakan ada tugas dan harus menyelesaikannya segera.

Rivan tau itu hanya alasan yang dibuat Airin. Ia tau bagaimana perasaan Airin saat ini. Sedih dan marah.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang