13. Awal Permainan

34.3K 2.4K 40
                                    

Airin duduk di meja riasnya. Ia tersenyum getir saat melihat dirinya yang begitu menyedihkan di cermin.

"Paling tidak, tahan untuk sementara ini,Rin. Lo juga harus bahagia" ujarnya lirih.

Airin beranjak dari duduknya. Kemudian, ia mengambil kunci mobilnya diatas nakas dan koper besar. Ia memutuskan untuk tinggal di apartemen daripada rumah yang memuakkan ini.

Airin menuruni tangga menuju kebawah. Ia tidak menghiraukan panggilan dari dari pembantu-pembantunya. Airin memang sangat dekat dengan orang-orang yang ada di rumahnya. Ia terus berjalan sampai suara lirih Karin menghentikan langkahnya.

Airin menatap Karin dengan senyuman manis seakan tidak terjadi apa-apa. Karin langsung memeluk anak perempuannya itu. Tak terasa Karin mulai terisak pelan.

"Kamu mau kemana, Rin" tanya Karin disela ia terisak.

"Airin gak kamana-mana kok, Bun. Airin tetap disini, hati bunda"

"Jangan nak, jangan pergi!"

"Gak bisa, Bun. Airin harus pergi sebelum di usir! Tenang aja, Airin gak akan jadi gembel diluar sana. Airin bakal tinggal di apartemen dekat sini kok. Airin punya banyak duit. Hehehe" Airin terkekeh.

"Gak ada yang ngusir kamu"

"Kalau gitu gue ikut!!"

Airin dan Karin kemudian menatap kearah tangga. Terlihat Rivan membawa sebuah koper.

"Gue ikut!"

"Gak, Van! Lo dirumah aja" ujar Airin.

"Gak!"

"Mending Lo sekolah, terus izinin gue ke guru. Hari ini gue malas banget sekolah"

"MAU KEMANA?" suara bariton laki-laki menghentikan perdebatan Airin dan Rivan.

Airin memutar matanya malas. Tumben ayahnya masih ada dirumah saat jam kerja. Biasanya jarang sekali pulang ke rumah.

"Ayah gak kerja? Tumben?" ujar Airin sinis.

"Jangan mengubah topik pembicaraan, Airin!!"

"Kalau aku gak bilang juga pasti anda tau lokasi Airin, kan? Itu pasti mudah untuk anda,"

"Anda memasang pelacak kan? Dimana? Di handphone Airin? Atau di kalung ini" Airin menunjuk kalung yang diberikan oleh ayahnya saat kecil.

"Kenapa? Benar kan? Kalau salah berarti anda menyuruh bodyguard untuk mengawasi Airin kan?"

"Tapi anda gagal! Buktinya saat aku pergi ke club anda gak tau,"

"CUKUP AIRIN! JANGAN MEMULAI PERTENGKARAN!"

"Wah menarik, sepertinya aku ingin bermain-main lebih lama dengan anda dan Melody,"

"Hmmm, bagaimana ya? Sepertinya Airin gak jadi pergi nih. Karena hobi baruku muncul yaitu membuat anda kesal, benar begitu AYAH" Airin menekankan kata 'ayah'.

"Kenapa? Ayah bingung?"

Airin berjalan perlahan menuju ayahnya. "Gini ya, kalau dipikir-pikir, Airin bodoh kalau harus meninggalkan rumah."

"Bagus kalau begitu" ucap Sanjaya sinis.

"Jangan memotong pembicaraan aku, Ayah! Mengapa aku harus pergi dari rumah padahal aku juga mempunyai hak untuk rumah ini! Kalau dipikir-pikir, anggap saja kedatangan ku ini sebagai balas dendam? Atau menuntut hak? Terserah bagaimana anda mengartikannya,"

"Terimakasih, Yah. Kemarahan mu membuka mataku. Juga lo" Airin menunjuk Melody yang mematung di tangga.

"Kenapa? Lo kecewa gue gak jadi pergi?"

Airin menarik kopernya kembali ke kamarnya. Airin berjalan dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya, bukan ia yang ingin melawan ayahnya. Namun, keadaan yang memaksanya. Ia sengaja menyenggol bahu Melody. Saat Airin memegang knop pintu, tangannya tiba-tiba dicekal seseorang.

"Kenapa Lo gak pergi!" ujar Melody setengah berbisik. Namun, ia terlihat murka.

"Bicara yang jelas! Kenapa? Lo takut ayah dengar?"

"Diem lo!"

"Gue tanya sekali lagi, kenapa Lo gak jadi pergi dari rumah?!"

"Lah, kenapa gue yang harus pergi? Rumah ini punya nyokap dan bokap gue! Yang harusnya pergi itu elo! Dasar gak sadar diri!" sarkas Airin.

"Apa-apaan sih Lo?"

"Udah lah, Mel! Mending lo duduk diem! Dengan begitu gue nggak bakalan ngapa-ngapain Lo"

"Lo ngancam gue?"

"Iya! Kalau gue ngancam Lo kenapa? Oh ya, alasan gue gak jadi pergi gara-gara lo!"

"Hah?"

Flashback On

Melody memasuki kamar Airin sambil tersenyum licik. Ia senang mendapati Airin yang sedang menangis di atas kasurnya.

"Wah udah berkemas aja, bagus! Ini yang gue suka dari Lo"

"Keluar!"

"Gak usah terburu-buru! Gue masih pengen melihat wajah calon kakak ipar"

"Apasih mau Lo, Mel!"

"Sederhana aja, gue mau Lo pergi! Lo tau kan semua yang ada di sini adalah milik gue!,"

"Siapa bilang! Ngakak gue"

"Keluarga ini adalah keluarga gue! Gue satu-satunya anak perempuan dirumah ini! Cuma gue!"

"Serah Lo aja, mungkin ayah ada dipihak Lo sekarang. Tapi, tidak menutup kemungkinan besok ayah ada dipihak gue."

"Sebelum itu terjadi, Lo udah gak ada dirumah ini!"

"Gue mau ngingetin kalau Lo lupa, gue bukan diusir, melainkan ini keinginan gue sendiri,"

"Dengan datangnya Lo ke kamar gue sekarang, Lo sama aja menyerahkan diri ke kandang binatang buas. Gue pastikan mimpi Lo itu hanya sekedar halusinasi"

"Gue gak akan marah, karena ini adalah hari terakhir gue melihat wajah hina Lo itu"

"Bukan hari terakhir, Mel. Ini baru dimulai." Airin tersenyum bangga.

Flashback Off

"Bisa dibilang kata-kata Lo yang bikin gue sadar. Makasih Mel, Seperti yang gue bilang waktu itu, ini bukan yang terakhir. Ini baru dimulai" ujar Airin sinis.

Tangan Melody mengepal, Ia sangat kesal sekarang. Tanpa mengatakan apapun, ia meninggalkan kamar Airin.

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang