24. Oke, Bantu Aku Bertahan.

28.9K 1.9K 20
                                    

Sepulang sekolah Airin mampir di kafe terdekat. Ia meminum minumannya dengan tidak berselera. Tangannya terulur untuk mengeluarkan buku dari tas ransel berwarna hitam itu.

Dear, Rivan

Entah berapa puluh kata yang ku rangkai untukmu. Aku tidak pernah bosan menulis tentangmu dibuku usang ini. Aku tidak tau mengapa diriku bisa se alay ini.

Entah kamu menyayangi ku atau hanya menerimaku sebagai sahabat dan mencoba memberikan kebahagiaan untuk sahabat kecil mu ini, aku tidak peduli.

Aku sudah terbiasa dengan yang namanya sendiri. Bukan, bukan maksudku untuk mengatakan bahwa aku makhluk tuhan yang paling terpuruk, bukan.

Aku hanya mencoba untuk tidak terbiasa dengan kesenangan di sini, di rumah dan di hatiku sendiri. Huuh, ini memang mengecewakan wkwk.

Aku memilih untuk tinggal namun yang harus kamu ketahui bahwa aku tetap akan pergi. Mungkin pergi sejauh mungkin apabila tempat ini sudah tidak cocok untukku.

Aku marah. Aku sedih. Aku kecewa. Aku....rapuh. Biarlah perasan ini mengalir seperti air. Aku mencintaimu dibalik wajah tak peduliku.

Airin tertawa sumbang saat menutup buku bersampul berwarna coklat tua itu. Ia beranjak dari duduknya dan tanpa sengaja menabrak seseorang.

"Maaf"

Airin pergi tanpa menatap siapa yang ditabraknya. Biarkanlah ia dicap tak punya sopan santun. Yang ia pikirkan adalah bagaiman cara menemukan Rivan yang seperti anak kecil dengan sifat merajuknya.

Tanpa sadar sudut bibir Airin tertarik membentuk sebuah lengkungan tulus membuat siapapun yang menatapnya akan melirik dua kali.

Ia mengendarai mobilnya dengan santai menuju rumahnya. Setelah sampai dan memarkirkan mobilnya dengan benar, Airin masuk tanpa sepatah katapun dan memasuki kamarnya.

-

Saat ini Rivan hanya berdiam diri menatap kolam ikan. Ia menghela nafas panjang kemudian menguap. Kentara sekali ia kelelahan.

Rivan memutuskan bangkit dan mengambil ponselnya diatas meja.

AndraKula

Bro, gue liat cewek cantik tadi di gang sepi, menurut lo gue samperin apa gak?

DafFakyu

Temenin gue ke bar, bos. Pengen minum takut maboknya malu-maluin. Kalau ada Lo kan bisa terkontrol diri gue.

Gak kaya anak jahanam setan sana, bukannya disuruh berhenti, gue malah dicekoki lebih banyak.

DiKamvret

Bos, kolor gue warna ijo Lo ambil, ya? Kok sisa yang spongebob doang?

Novandangan (Gelandangan jeruk purut)

Halo brader ayem cuma mastiin kalau yu masih idup belum ded.

Airin

Rip?

Van?

Kain kapan?

Kapan-kapan?

P

P

P

Kuy bicara

Rivan!?

Call me, now!

I'ts not funny!

SAYANG!?

Kata terakhir dari Airin membuat Rivan memegang erat dada sebelah kirinya. Jantungnya berpacu dalam melodi lagu jeb ajeb ajeb ajeb jeb....

" Melting Lo?"

Rivan terperanjat saat mendengar suara orang yang sangat ia kenal. Ia menoleh dan menatap orang tersebut tak percaya.

"Airin?"

Airin bersedekap dada, "Ini gue, kenapa?"

"Lho kok Lo ada—"

"Ya jelas lah, rumah mertua masa gak pernah dikunjungi! Lagipula sebelahan sama rumah gue juga."

Rivan berdiri hendak pergi namun Airin segera mencekal tangan boc—lelaki itu.

Rivan menatapnya garang hingga Airin kembali deja vu dengan masa lalunya. "Dua menit!? Can i?"

Rivan memutar matanya malas, "Serah lo!"

"Gue gak jadi pergi." Ucapan Airin membuat Rivan sedikit terperangah namun ia kembali membuat ekspresi datar, "Oh."

Airin mengangguk, "Ngeliat respon Lo kek gini, gue malah mikir-mikir lagi, nih.

Mata Airin membola ia kemudian berbicara dengan cepat, "Bukan gitu maksud gue, asal Lo tau itu respon kelegaan."

Airin mengerjabkan matanya, "Oh."

Rivan berdecak, "Oh doang, nih?"

"Bukan gitu, itu respon kelegaan." Airin tersenyum miring meniru kalimat yang terakhir kali Rivan lontarkan.

"Tapi bener, 'kan?"

Airin mengangguk, "Untuk saat ini iya, tapi gue butuh Lo buat jalanin hari-hari disini."

Tubuh Rivan menegang, dalam hati ia bersorak gembira dan melakukan selebrasi.

"Gue.. tentu gue mau."

Airin mengulum senyum, "Gue.. gue boleh minta... peluk?"

Tanpa menjawab pertanyaan Airin, Rivan segera menarik pinggang kecil itu dengan hati-hati membuat tubuh Airin menegang karena terkejut.

Airin menenggelamkan wajahnya yang sudah memerah di dada bidang tunangannya itu. Tangan Rivan mengusap-ngusap kepala Airin dengan lembut.

"Ehem!"

Deheman seseorang membuat Airin dan Rivan terperanjat. Airin segera melepaskan pelukannya dan merapihkan anak rambutnya sambil berdehem. Ia kemudian mengipas-ngipasi wajahnya yang memerah.

Dari balik pintu ada seseorang lelaki paruh baya yang tersenyum.

Rivan berdehem, "Papa kok ada disini?"

Allard terkekeh, "Ini kan rumah Papa. Harusnya Papa yang nanyain kenapa kamu ada disini."

Rivan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Karena ini rumah Papa aku berhak ada disini dong secara aku anak Papa."

"Tapi ini terlalu tumben. Kalian kesini cuma buat pacaran?"

Mata Airin membola ia berbicara dengan gelagapan, "Anu itu kami gak pacaran kok, Pah."

Allard mengulum senyum kecil, "Dasar anak jaman sekarang."

Allard pergi menuju kamarnya, sama

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang