1. Pertemuan

79.8K 5.1K 97
                                    

Seorang laki-laki sedang memejamkan matanya sambil menghisap sebatang rokok di rooftop sekolahnya. Ia begitu menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa kulitnya yang putih. Suara langkah kaki memecah keheningan disana.

"Bro! Nih gue bawa makanan" ujar Andra sembari menaruh beberapa makanan dari kantin.

"Sialan Lo! Masa setiap hari kami mulu yang beli makanan ke kantin!" ujar Daffa tidak terima.

Laki-laki itu mematikan rokoknya. Baju yang dikeluarkan, rambut yang acak-acakan, kalung benang berwarna hitam, dan dua kancing yang dibiarkan terbuka menjadi daya tarik pemuda ini.

"Males gue ngeladenin jablay di kantin, lagian belinya pake duit gue juga" ujarnya masih setia memejamkan mata.

Tiba-tiba datanglah laki-laki bernama Dika dan Noval. Dika langsung bercerita tentang apa yang ia lihat dan dengar. Rivan langsung membuka matanya. Tangannya mengepal hingga kuku jarinya memutih.

"Bangsat!" pekiknya yang membuat semua sahabatnya kesusah menelan saliva.

Ia langsung menoleh kearah Dika meminta penjelasan."Apa maksudnya mereka menghajar anak geng kita!? Cari mati tuh orang!"

"Anak sekolah sebelah Van. Nantangin kita kayaknya!" timpal Noval.

Rivan menyeringai licik. "Liat aja nanti!"

"Yeah! Baku hantam! Udah lama Daffa yang ganteng tidak memuaskan jiwa Psikopat" ujar Daffa asal.

Dika menoyor kepada anak setan satu ini. "Halah! Lo cuma berlindung dibelakang kami doang! Apa? Jiwa psikopat? Gak salah dengarkan gue? Dibawa nonton film horor thriller aja takut sampai pipis dicelana!" ledek nya.

"Diem Lo upil biawak!" balas Daffa tidak terima.

"Yey! Nanti malam bakalan ada pesta nih" ujar Daffa sambil nyengir lebar.

"Lah? Kita gak nongkrong di warung maman lagi, rindu gorengannya gue" Novan cemberut.

"Gue mager! Disini aja" ujar Rivan datar.

"Yaelah si bos pake alasan mager lagi! Hari pertama datang matahari nih?"

"Datang bulan go to blok!"

***

Saat pulang sekolah, mereka segera pergi ke tempat tongkrongan sang musuh.
Mereka yang menyadari kedatangan beberapa murid Alger segera mengisyaratkan untuk siaga.

BUGH!!

Rivan segera melayangkan pukulan kepada Rangga, ketua geng sialan tersebut. Yang dipukul hanya tersenyum lebar.

"Lo mau tawuran kok cuma ber-5? Siap mati Lo pada? Mana anggota lain? Takut?" ejek Rangga sambil menunjuk Rivan dan kawan-kawan. Rivan hanya menyeringai licik. "Gak usah buru-buru, liat " ucapnya.

***

Seorang gadis cantik sedang berjalan membawa kopernya di bandara. Dengan menggunakan kacamata hitam ia melirik kekanan dan kekiri mencari keberadaan orang tuanya.

Kegugupan melanda gadis ini saat melihat orang tuanya dan Allard, papa Rivan. Ia memberhentikan langkahnya. Ingatan masa lalunya kembali terngiang seperti kaset yang rusak. Ia teringat bagaimana sang tunangan menyalahkannya. Bukan hanya sang tunangan, ayahnya sendiri mungkin malu bertemu anaknya. Selama di Aussie, orangtuanya tidak pernah mengunjunginya. Mereka bertemu apabila ada rapat pemegang saham atau meeting penting yang harus melibatkan Airin. Maklum, diusia muda Airin harus mempelajari tentang menjadi pewaris perusahaan Ayahnya.

"Airin sayang!" merasa namanya dipanggil dari kejauhan, ia segera mengedarkan senyuman manis untuk ketiga orang tersebut.

Ayahnya mengedarkan senyum. Senyum malu mungkin? Mungkin ia malu berhadapan dengan Allard bersama Airin. Ayolah! Apa itu masih salahku? Tidak seperti ayah, bunda lebih terlihat bahagia saat bertemu denganku.

***

Rivan memancarkan senyuman kemenangan setelah melihat musuh-musuh terkapar tidak berdaya.

"Mantap juga strategi lo, Van. Gak salah kami memilih Lo jadi ketuanya" puji Andra.

"Mending kita cabut! Bentar lagi polisi datang" ujar Noval segera berlalu.

"Gue balik dulu kerumah" ujar Rivan segera menaiki motor besarnya.

"Lah? Gak ada pesta nih?" tanya Daffa.

"Kalian aja, gue rindu rumah" setelah itu Rivan segera meninggalkan teman-temannya dan menaiki motor besarnya.

Rumah yang ia maksud bukan rumahnya, melainkan rumah Sanjaya dan Karin. Semenjak ibunya meninggal, Allard memperbolehkan Rivan menginap setiap ia ingin. Rivan yang haus kasih sayang seorang ibu justru tinggal disana. Lagipula mereka tetanggaan.

"Bun! Rivan pulang" ujarnya memanggil wanita yang dianggapnya sebagai ibunya.

Bunda pun segera menghampiri Rivan."Lho kok baru pulang? Yuk makan dulu"

Rivan akan selalu bersikap manja dirumah. Berbanding terbalik dengan sifatnya di luar.

"Oh ya Van, Ai--" ucapan Karin terpotong karena Rivan yang mendapat telepon masuk. Rivan segera mengambil handphone nya yang berada di atas meja makan. Ia segera menaiki tangga menuju kamarnya setelah mendapat pelukan hangat dari Karin.

Saat ia selesai berbicara dengan telepon. Ia kemudian melirik sebuah kamar yang terbuka. Ya! Kamar Airin. Kamarnya yang biasanya terkunci rapat. Mengapa sekarang terbuka?

Entah apa yang merasuki Rivan hingga kakinya melangkah menuju kamar seseorang yang ia pernah ia sayangi. Betapa terkejutnya ia saat melihat orang yang ia rindukan sedang berdiri sambil menatapnya dengan senyuman. Rivan tau cewe itu adalah Airin karena ia kerap kali stalking akun  Instagram Airin.

"Lama tidak bertemu, Tuan Alger" ucap gadis ini sambil mengulurkan tangannya dengan senyuman yang merekah sempurna. Senyuman yang menyembunyikan ketakutannya akan masa lalu.

Terimakasih udah nyempetin baca cerita aku. Thank guys!

Welcome Back, Tunanganku! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang