PROLOG

4.4K 187 5
                                    


"Bila sedari dulu aku tahu hubungan kita akhirnya akan jadi begini, aku takkan terlalu percaya diri dengan mengatakan bahwa hubungan kita akan sekuat baja yang takkan mungkin roboh biar sekencang apapun angin berhembus. Karena pada kenyataannya, hubungan kita tidak lebih dari membangun rumah diatas pasir. Yang dengan mudahnya dihancurkan oleh desiran air laut."

-Ulyssa Celine Jovanka-

"Kenapa didunia ini kita diciptakan memiliki 2 telinga dan 1 mulut? Karena manusia memang dirancang untuk lebih mempercayai apa yang didengarnya daripada untuk sekedar mempertanyakan maksud dari ucapan yang didengarnya dan meminta sebuah penjelasan. Dan kau tahu apa yang lebih menyakitkan dari fakta itu? Sebab itu menunjukkan bahwa kepercayaannya kepada diriku tidak lebih dari setitik tinta yang merusak seluruh lembaran kertas yang masih bersih. Dia menghancurkan hubungan kita hanya demi sebuah kesalahpahaman yang tidak ada ujungnya. Dan aku membenci diriku sendiri karena membiarkan hal itu terus terjadi tanpa ada usaha meluruskan semua kesalahpahaman ini."

- Diego Caprio Alvito-

-----------

Ulyssa's POV

"Kau tahu mengapa aku memilih angka 8 untuk merepresentasikan hubungan kita?" tanyaku tiba-tiba saat kami berdua sedang bersantai bersama sambil memainkan jari-jari Diego.

"Ehm.... Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Diego bingung saat mendengar pertanyaanku sambil mengalihkan matanya kearahku.

"Bisa tanya "Kenapa" tidak?" rengekku merajuk.

"Iya, iya. Memangnya kenapa?" tanyanya sambil tersenyum.

"Karena bila angka itu dibalik 90° maka rupanya sama dengan bentuk infinite yang berarti hubungan kita takkan lekang oleh waktu." jawabku.

"Ada-ada saja kamu ini." ucapnya sambil tertawa.

"Tapi so sweet-kan?" tanyaku yang hanya mendapatkan gelengan kepala sebagai jawabannya.

"Oh iya! Maaf, Sya. Aku lupa kalau aku hari ini ada janji bertemu dengan teman-temanku. Jadi rencana kencan kita kali ini sepertinya harus kubatalkan." celetuk Diego menyesal.

"It's okay, Diego. Aku mengerti." ujarku sambil tersenyum.

"Thank you." pintanya.

"Ya sudah, sana pergi! Tapi jangan pulang malam-malam ya. Kan kamu sudah janji kita akan movie date berdua hari ini." ujarku mengingatkan.

"Okay, Sya." angguknya sambil mencium pipiku untuk pertama kalinya dan langsung bergegas berangkat menuju tempat perkumpulan mereka biasa.

Pada saat aku mulai merapikan satu demi satu barang-barang yang berceceran di ruang tamu rumahku, ternyata tanpa sengaja aku menemukan Iphone Diego tertinggal di sofa hitam ruang tamuku. "Pasti tadi dia lupa membawa smartphone-nya karena terburu-buru." pikirku. Karena aku tahu Diego adalah seseorang yang takkan bisa hidup tanpa smartphone-nya, akupun memutuskan untuk segera mengikuti Diego agar dirinya tak perlu repot-repot untuk mencari Iphone-nya yang tertinggal di rumahku.

Sesampaiku disana, aku lalu lekas berjalan masuk dan langsung mulai mencari satu ruangan yang biasa menjadi tempat perkumpulan Diego dan teman-temannya. Namun, belum sempat aku memasuki ruangan itu, langkahku harus terhenti saat mendengar percakapan mereka yang benar-benar melukai dan menghancurkan seluruh perasaanku.

Selama ini aku selalu menganggap hubungan diantara kita serius dan Diego memang benar-benar mencintaiku. Tapi pada realitanya semua itu hanyalah omong kosong. Aku hanya dijadikan boneka oleh dirinya. Dan sebentar lagi dia akan membuangku layaknya barang yang sudah tidak ada gunanya.

Meski hatiku terasa tercabik-cabik saat mendengar semua perkataan Diego, tapi kini aku sadar hubungan ini sudah tidak lagi patut untuk kuperjuangankan. Tidak ada gunanya untuk mencoba bertahan dan pada akhirnya aku sendiri yang tersakiti dalam hubungan ini. Untuk apa mencintai kalau yang dirasakan hanyalah kepedihan yang mendalam? Bukankah lebih baik menyerah saja? Maka dari itu, kuputuskan untuk pergi dari kehidupannya. Menghilang dari hadapannya. Dan berharap waktulah yang akan menghapus kenangan kita berdua.

Bound to ExWhere stories live. Discover now