Berada Dalam Selimut Yang Sama

1K 124 66
                                    

Malam itu langit terlihat kosong. Tidak tampak cahaya bintang yang biasa tersebar sebagai titik putih berkedip di penjuru angkasa. Di atas sana hanya ada sinar redup dari bulan yang berhasil menyusup di antara awan mendung yang melayang-layang.

Saat itu langit sedang sibuk menumpahkan airnya sebagai kumpulan titik yang tidak terlalu lebat. Namun cukup untuk membasahi apapun yang mengenainya. Aroma khas dari rerumputan, dedaunan, dan tanah yang terkena hujan itu langsung menyerbak memenuhi udara di sekitar. Membuat siapapun yang menghirupnya menjadi tenang dan nyaman.

Jeni sedang duduk di kursi teras rumah Juwon yang mengarah langsung ke taman depan menikmati suasana hujan rintik-rintik malam itu. Di atas pangkuannya, Kuma meringkuk dengan tenang sambil melihat butir-butir air yang turun seolah sedang ikut menikmati hujan bersama gadis itu.

Sebenarnya Jeni tak benar-benar menikmati guyuran hujan malam itu. Matanya sedikit menerawang sambil mengelus bulu-bulu lembut milik Kuma. Sesuatu terlintas di benaknya tanpa ia minta. Entah bagaimana kini pikirannya tertuju pada dirinya yang telah menjadi trainee hampir 2 tahun di YG. Mungkin karena perbincangannya dengan ayah Juwon beberapa saat yang lalu sehingga ia memikirkan hal itu saat ini.

Dua tahun bukan waktu yang singkat. Banyak hal yang dilaluinya sebagai trainee di sana. Mengikuti kelas vokal, berlatih dance setiap hari, melakukan evaluasi hampir tiap bulan, dan bertemu orang-orang baru yang menjadi teman trainee-nya. Meskipun pada akhirnya sebagian dari mereka kini sudah tidak bersamanya lagi. Mulai dari Lia dan Renata, Eunbi dan Euna, Jinny dan Hanna, sampai akhirnya hanya tersisa dia, Jisu, Rose, Lisa, serta Miyeon. Satu persatu dari mereka seperti hilang begitu saja.

Jika boleh jujur semua yang telah pergi dari YG itu bukan orang-orang remeh yang tidak punya bakat apa-apa. Mereka semua bertalenta. Bahkan beberapa di antaranya sedikit di atas Jeni. Bukan hanya berbakat mereka semua juga pekerja keras. Hanya saja mungkin mereka tidak seberuntung itu untuk bertahan sedikit lebih lama lagi di sana.

Ini seperti sebuah hukum yang tidak tertulis. Tak peduli seberapa keras seseorang berlatih. Tidak peduli seberbakat apapun seseorang, jika memang harus tersingkir maka ia akan keluar dari YG saat itu juga. Tidak ada jaminan seseorang bisa bertahan di sana. Bahkan setelah masuk kelas debut sekalipun mereka masih memiliki kemungkinan untuk tersingkir, seperti Jinny dan Hanna.

Saat itu Jeni menyadari satu hal. Dunia memang penuh dengan ketidakpastian. Dan ketidakpastian itu mulai menggerogoti dirinya. Ia mulai ragu. Apakah dua tahun yang telah ia lalui di YG akan benar-benar bisa membuatnya debut? Atau dia malah yang akan keluar dari sana selanjutnya? Bagaimana jika dia harus berpisah dengan yang lain? Bagaimana jika dia harus berhenti? Apa yang harus dia lakukan jika hal itu terjadi?

"Mau kopi?"

Suara lembut dari Juwon itu membuyarkan lamunan Jeni. Entah sejak kapan laki-laki itu ada di dekatnya. Ia berdiri sambil membawa dua cangkir kopi dengan uap putih yang masih mengepul tipis di setiap cangkirnya.

"Terimakasih." sahut Jeni tenang saat Juwon meletakkan salah satu cangkir itu di meja bundar kecil di sampingnya, lalu duduk di kursi yang ada di sebelahnya.

Jeni menoleh melihat cangkir kopi itu. "Jadi kau suka kopi?"

"Memangnya ada orang di dunia ini yang tidak suka kopi?" seloroh Juwon yang kemudian menyesap kopi miliknya dengan tenang.

Juwon menatap cangkir kopinya dengan kening bergurat setelah ia menyeruput beberapa kali. "Kenapa rasanya selalu begini?"

"Padahal aku sudah melakukan apa yang dia katakan. Tapi rasanya selalu berbeda dibanding buatan Gemini. Sepertinya aku tidak akan pernah bisa menyamai racikan kopi Gemeni. Kopinya masih yang terbaik." tambah Juwon setelah meminum kopi itu sekali lagi.

Dua WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang