12 Mantan Penghuni Panti

905 153 41
                                    

Jeni masih menempelkan ponselnya ke telinga. Ia sedang bicara dengan ayahnya lewat sambungan telepon sejak beberapa saat yang lalu. "Iya, aku tidak apa-apa. Appa tidak perlu khawatir."

"Appa akan meminta ahjussi agar mengantar dan menjemputmu setiap hari. Mulai sekarang jangan pergi sendirian." cetus ayah Jeni.

"Appa, itu terlalu berlebihan. Aku tidak terlalu suka diperlakukan seperti itu. Aku janji aku akan baik-baik saja." balas Jeni setengah merengek.

"Kau yakin? Tapi ini bukan hal sepele. Ibumu menyuruh Appa agar segera menemui manajermu. Appa akan bicara dengan manajermu besok. Ibumu juga bilang akan membatalkan beberapa pertemuannya di Jepang agar bisa segera pulang dan melihat keadaanmu." ungkap ayah Jeni.

"Ti-tidak perlu!" sergah Jeni setengah gelapan sambil menegakkan posisi duduk dan mengibaskan sebelah tangan.

"Appa tidak perlu menemui manajerku. Bilang juga pada Eomma tidak perlu sampai membatalkan pertemuannya. Aku baik-baik saja di sini, sungguh!" jelas Jeni dengan tegas. Dia tidak menyukai ide saat ayahnya ingin bertemu dengan manajernya. Apalagi jika ibunya yang meminta itu. Ibunya pasti akan menggunakan situasi saat ini untuk kembali mendesaknya mengikuti homeschooling seperti dulu.

"Kalau begitu telpon ibumu. Dia sangat mengkhawatirkanmu." ucap ayah Jeni.

Jeni mengangguk kecil meskipun ayahnya tidak dapat melihatnya. "Aku mengerti, aku akan segera menelpon Eomma."

Tak lama kemudian terdengar suara seorang perempuan dari pengeras suara di sekitar Jeni.

"Pemberhentian selanjutnya, halte Gangnam 10."

"Kau sedang di dalam bus? Mau kemana?" tanya ayah Jeni dengan suara menyelidik saat mendengar suara samar itu di ujung telepon.

"Pergi melihat temanku. Dia sedang ada ujian kenaikan sabuk taekwondo." jawab Jeni ringan.

"Kau pergi dengan siapa?"

"Sendiri."

"Sendiri? Sayang, jangan pergi sendirian setelah kemarin... tunggu, taekwondo? Sejak kapan kau tertarik dengan taekwondo?" ucap ayah Jeni dengan nada penuh tanda tanya.

Jeni mengangkat kepala sedikit sambil berkata dengan suara tidak yakin. "Ummm... Aku juga tidak tahu. Ini terjadi begitu saja."

Jeni berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan menuju pintu bus saat bus itu mulai berhenti dan pintu terbuka.

"Tempatnya dimana? Appa akan meminta ahjussi menyusulmu agar ada yang menemanimu. Appa merasa tidak aman jika kau berkeliaran sendirian seperti ini setelah kejadian kemarin."

Jeni tersenyum sambil melangkahkan kaki turun dari bus. "Tidak perlu. Aku akan baik-baik saja, Appa. Aku justru sedang menuju tempat paling aman. Karena di sana ada dia."

"Dia siapa?"

"Temanku."

"Temanmu yang mana?"

"Yang sedang ikut ujian taekwondo yang kubilang tadi."

"Dia laki-laki?"

"Begitulah."

Suara ayah Jeni kini berubah lebih serius dari sebelumnya. "Apa Appa pernah bertemu dia sebelummya?"

"Entahlah, sepertinya belum." jawab Jeni dengan nada ragu.

Ayah Jeni diam sebentar. Untuk beberapa saat tidak terdengar suara apa-apa kecuali suara hembusan napas di ujung sana.

Dua WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang