JJ-Myeon Cheese-Beokki

1.4K 180 45
                                    

"Sudah sampai."

Juwon masih merasakan gadis itu memegang jaketnya dengan erat. Pinggangnya terasa seperti sedang ditarik dengan kuat dari luar. Ia menoleh ke belakang dan melihat Jeni menunduk sambil memejamkan matanya serapat mungkin. Juwon kemudian membunyikan klakson motornya.

Tiiin!!!

Jeni tersentak mendengar suara klakson Juwon. Ia membuka matanya dan mendapati dirinya telah ada di depan sebuah gedung tinggi yang semua sisinya terbuat dari kaca. Ada logo K-Media berukuran besar dengan warna merah terpampang di bagian paling atas gedung itu.

"Jadi atau tidak?" tanya Juwon menatap Jeni yang masih belum turun dari motornya.

Suara Juwon itu menarik kembali Jeni yang dari tadi terus melihat gedung itu. Jeni melihat Juwon sebentar lalu menunduk ke bawah melihat tangannya yang masih menggengam erat jaket Juwon kemudian melihat ke arah Juwon lagi.

Jeni melebarkan matanya. Ia menarik cepat tangannya melepas jaket Juwon. Ia menggeser duduknya ke ujung belakang jok motor sambil menatap Juwon dengan kikuk.

Jeni berdeham lalu melepas helm yang dari tadi ia pakai dan membenturkannya ke pundak Juwon.

"Jangan mengendarai motormu seperti orang gila! Kau hampir membuatku mati jantungan tadi! Kenapa kau mengendarai motormu kencang sekali?!" gerutu Jeni sambil turun dari motor Juwon.

"Ah, kau mirip sekali dengan ibuku. Selalu menggerutu saat aku memacu motorku dengan kencang." gumam Juwon yang ikut turun dari motornya setelah melepas helm.

"Lain kali jika kau mengendarai motormu seperti itu lagi aku akan menghajarmu!" ujar Jeni kesal.

Juwon menoleh cepat. "Lain kali? Memangnya kita akan berboncengan lagi? Ku pikir hanya hari ini saja."

Juwon mengangkat kedua alisnya. "Oh! Jangan bilang kau sebenarnya ingin aku memboncengmu setiap hari. Apa seperti itu?"

Jeni mengibaskan tangannya.

"B-bukan seperti itu. Jika, kubilang jika. Itu adalah kalimat pengandaian. Jika, kalau, bila, andaikata kau memboncengku lagi... yah... seperti itulah..." ucap Jeni kikuk dengan nada yang semakin pelan di ujung kalimat.

"Ah, sudahlah! Itu tidak penting!" seru Jeni kembali mengibaskan tangannya lalu berjalan menuju gedung itu.

Juwon hanya tersenyum sambil berjalan menyusul Jeni.

*****

"Permisi, kami ingin bertemu dengan wartawan bernama Park Boyoung. Dia dari rubrik olahraga K-Sport." ucap Jeni ramah kepada seorang perempuan yang duduk di balik meja resepsionis.

"Sebentar." sahut perempuan itu.

Perempuan itu kemudian mengangkat gagang telpon yang ada di dekatnya dan memencet beberapa kombinasi nomor.

Perempuan itu mulai bicara setelah telponnya tersambung. Ia melihat ke arah Jeni dan Juwon sebentar lalu kembali bicara melalui telpon.

"Tidak ada wartawan bernama Park Boyoung di sini." kata perempuan itu setelah selesai menelpon seseorang tadi dan meletakkan kembali gagang telepon itu di tempatnya.

"Apa? Apa anda yakin? Apa anda sudah memastikannya?" tanya Jeni bingung bercampur heran.

"Benar, kami tidak memiliki wartawan bernama Park Boyoung." ulang perempuan itu tanpa ragu.

Jeni menatap Juwon sambil mengerutkan dahi. Tiba-tiba ia merasa ada yang janggal dengan ini semua. Kalau tidak ada wartawan bernama Park Boyoung di sini lalu siapa yang mewawancarai Taewu? Apa Taewu berbohong?

Dua WarnaWhere stories live. Discover now