Pikiran yang Berkecamuk

1.3K 163 12
                                    

Jeni masuk ke dalam kamarnya dengan handuk yang membungkus di rambut. Ia melepas handuk itu setelah duduk di depan cermin besar di kamarnya. Ia kemudian mengambil pengering rambut di depannya lalu mengarahkannya ke kepala setelah menyalakannya.

Jeni melihat Jisu yang masih berbaring meringkuk di balik selimutnya lewat cermin di depannya. "Jisu? Kau belum bersiap-siap?"

Jisu menggeliat pelan saat mendengar suara Jeni. "Aku tidak ingin masuk sekolah hari ini."

Jeni diam sejenak lalu memutar duduknya menghadap Jisu sambil tetap mengeringkan rambut. "Kau sakit?"

"Hanya tidak enak badan." gumam Jisu dari dalam selimutnya.

Jeni mematikan pengering rambutnya dan berjalan mendekati Jisu. Ia membuka selimut yang menutupi sekujur tubuh Jisu kemudian memegang kening dan pipi gadis itu secara bergantian dengan telapak tangan.

"Tidak demam." gumam Jeni yang kemudian memegang keningnya sendiri memastikan bahwa suhu tubuh Jisu memang sama dengan suhu tubuhnya.

Jeni beranjak dari tempat tidur Jisu. Ia berjalan mengambil seragamnya yang tergantung di gantungan baju di samping lemari baju miliknya.

"Apa kau pusing? Mual? Alergi? Atau semacamnya?" tanya Jeni sambil mengenakan baju seragam.

Jisu kembali membungkus seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga kaki dengan selimut. "Aku hanya tidak enak badan."

"Tidak enak badan itu tidak jelas. Bagian mana yang sakit?" tanya Jeni lagi

Jisu diam tak menjawab. Jeni menatap Jisu yang kembali meringkuk di dalam selimutnya. "Bangunlah, jangan berbaring terus. Cepat cuci muka dan turun ke bawah. Lisa dan Chaeng sudah menunggu kita."

"Aku tidak lapar." sahut Jisu singkat.

"Meskipun kau tidak berangkat ke sekolah kau tetap harus makan."

"Aku tidak lapar." ujar Jisu mengulangi kata-katanya.

"Kau mau aku bawakan makananya ke sini?"

"Aku tidak lapar." ucap Jisu untuk ketiga kalinya.

Jeni membuang napas panjang lalu menghampiri Jisu dan duduk di sampingnya. "Kau kenapa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?"

"Apa ini ada hubungannya dengan Taewu sunbae?" tanya Jeni.

"Jangan menyebut nama laki-laki itu lagi." protes Jisu.

Jeni kembali membuang napas panjang. "Kau boleh percaya ini atau tidak. Tapi aku merasa Taewu sunbae..."

"Aku sedang tidak ingin membahasnya. Cepat berangkat, kau bisa terlambat ke sekolah jika terlalu lama di sini." sela Jisu memotong kalimat Jeni.

"Aku akan memberitahu Sangwon eonnie kau sedang tidak enak badan." ucap Jeni yang berdiri dari tempat tidur Jisu.

"Tidak perlu, jangan memberitahunya. Jangan memberitahu manajer yang lain juga." tolak Jisu.

Jeni mengambil tas miliknya lalu berjalan keluar kamar. "Kalau begitu aku pergi dulu. Bagaimanapun juga kau harus tetap makan jangan tidak makan."

Jisu membuka selimut yang menutup wajahnya dari tadi setelah ia mendengar suara pintu kamar tertutup. Ia menatap langit-langit kamarnya sejenak sambil mendengus lalu mengambil ponsel yang tergeletak di meja kecil di samping tempat tidurnya.

Jisu kemudian menyalakan ponsel yang sejak tadi malam ia matikan. Ada 15 panggilan tak terjawab dan 12 pesan masuk dari Taewu.

Jisu menatap semua notifikasi pesan itu sambil berguman lirih.

Dua WarnaOnde histórias criam vida. Descubra agora