154. Kisah Cinta Yang Tak Lengkap

Start from the beginning
                                    

Brakkkk

Ia membuka kasar pintu istana Chodo-in, seorang samurai penjaga yang berdiri disana menjadi sasaran amarahnya. "Siapkan kudaku!" Pintanya mengerikan seraya mencengkeram pakaian si samurai.

...

Srakkkk

"Sakura-sama..."

Tomoyo keluar dari kamar bersamaan dengan suara pintu geser rumah sederhana itu yang telah dibuka kasar. Ia berjalan tergopoh-gopoh, mengambil tindakan cepat memindahkan gendongan dari punggung Sakura.

"Bagaimana keadaan Hinata?" Tanya Sakura panik seraya berjalan menuju kamar.

"Dia sudah tiga hari tak sadarkan diri... Dan terus memanggil nama Tenno-sama..." Ucap Tomoyo dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Sakura-sama..." Satu tangan Tomoyo memengang lengan Sakura, menghalanginya untuk masuk ke kamar.

Sakura menoleh, ia dapat melihat ketakutan di onix hitam Tomoyo. Sama seperti ketakutan yang kini juga menghinggapi dirinya.

"Hinata-nee akan sembuh, bukan?"

Sakura memilih tersenyum tipis, ia tak tahu harus menjawab apa, hampir tiga bulan ia tak berjumpa dengan Hinata dan memeriksakan keadaan sang Lotus ungu. Jujur ia pun takut hal terburuk akan terjadi pada sahabatnya itu. "Kau sudah menulis surat ke Shinto Ryu?" Sakura kembali bertanya, sebelum ia masuk.

Tomoyo mengangguk cepat, ia mengambil langkah cepat, ia tahu satu-satunya keluarga Hinata berada di tempat itu.

...

Perlahan, dengan amat lembut, kelopak mata bagai kelopak bunga lili itu terbuka. Mutiara ungu muda yang biasa memancarkan cahaya cinta kali ini begitu redup, hampa dan kesepian bisa tersirat jelas dari iris lembut itu.

Sakura dapat merasakan tersiksanya batin Hinata dari tatapannya. Ia mengamit tangan lembut itu, menahan air matanya, Sakura dapat merasakan tangan Hinata yang mendingin, sebagai tabib ia tahu arti dari kondisi tangan dan kaki Hinata yang mendingin bagaikan es, ia memaksa sadar dengan ramuannya, setidaknya Hinata bisa melihat putera yang ia lahiran dengan susah payah untuk yang terakhir kalinya.

Kondisi Hinata semakin memburuk, ia tak dapat memungkiri itu, mengingat tekanan batin dan kesedihan yang teramat dalam, ditambah dengan rindu yang tertahannya pada sang suami, yang dibuktikan dengan racauan Hinata saat tidak sadar hanyalah nama Naruto-nya.

"Ado Boruto disini..." Bisik Sakura lembut seraya mengeratkan genggamannya pada telapak tangan Hinata, bibir plum sang Lotus ungu kini begitu pucat, sepucat wajah yang biasa menampakkan semburat merah ketika tersenyum.

Hinata tersenyum getir, matanya begitu sayu, mengarah pada sang putera yang berada dalam gendongan Tomoyo.

"Kau mau menggendongnya....?" Tanya Sakura sembari membantu Hinata duduk agar lebih mudah untuk menggendong Boruto.

Hinata hanya mengangguk lemah, lidahnya telah kelu, bibirnya kian sulit digetarkan.

Tomoyo dan Sakura sekuat tenaga menahan lelehan air mata mereka, mereka tetap memasang senyuman tipis.

Sakura berhasil mendudukkan Hinata dan menyandarkannya pada dadanya. Tomoyo menyerahkan bayi itu.

Airnya mata meleleh seketika, saat sang putera yang merupakan cetak salinan orang yang paling ia cintai berada di pangkuannya. Dengan tangan lemahnya ia memeluk erat tubuh kecil itu. Tanpa kata, Hinata mengecup pucuk kepala pirang bayi itu.

Fox And FlowerWhere stories live. Discover now