151. Permaisuri Yang Terusir -2-

Start from the beginning
                                    

Inikah saat terakhirku mendampingimu suamiku... Inikah saat terakhirku berada di sisimu....

"Kereta yang akan membawa Anda ke Kawaguchiko telah siap." Sang Kasim menyampaikan titah.

Hinata menunduk mengeratkan pelukan pada sang putera. 'Bahkan kau enggan menemui ku sebelum kepergianku...'

"Aku ingin menemui suamiku sebelum berangkat..."

Ya... Aku ingin menemui suamiku, Uzumaki Naruto... Sahabat kecilku yang tak pernah bisa menyakitiku...

Sahabat kecilku yang selalu melindungiku...

Aku ingin menemui mu sebagai Uzumaki Naruto, teman hidupku...

Bukan sebagai Jenderal tiga puluh ribu pasukan Kamakura Bakufu, bukan sebagai putera Namikaze Minato yang telah membantai klanku untuk dendamnya...
Bukan sebagai Kaisar Heian yang mempertahankan takhtanya....

Aku ingin menemui Naruto-kun...ku... Meminta maaf padanya atas janji yang tak dapat ku selesaikan...

Maaf karena aku meninggalkanmu saat kau mengusirku....

Karena aku tak pernah tahu, apakah waktu akan berpihak padaku untuk bisa menjumpaimu lagi... Sebagai Naruto-kun ku... Teman hidupku....

...

Aku menahan nafas,
Dan melihatmu...
Seolah dunia telah berhenti,
Bahkan jika kau tidak melihatku,
Hatiku menuju ke arahmu...
Mencintaimu, merupakan hal yang menyakitkan...

Kakinya berdiri di depan pintu aula pertemuan, hari masih begitu pagi...

Tak ada siapapun disana, kecuali sang Kaisar yang duduk di singgasananya berkutat dengan dekrit-dekrit yan telah mencuri banyak waktunya.

"Aku akan pergi..." Suara itu mengalun lembut di telinga sang kaisar. Kepala pirangnya terangkat, mendapati sosok cantik dengan uchikake satin putih berdiri di bawah singgasananya, surai kelam itu terurai hingga ke pinggang, hanya dengan cahaya lampion temaram wanita itu tampak begitu bercahaya, wanita yang hanya miliknya, orang yang paling ia percaya namun telah mengkhianatinya.

"Tak perlu berlebihan, kau hanya akan pergi selama dua musim." Sang kaisar menjawab acuh, membohongi isi hatinya sendiri.

Hinata tersenyum tipis, Naruto kembali terfokus pada gulungan di mejanya, mengabaikan keberadaan Hinata yang mungkin hanya akan ia dapati saat ini juga.

"Apa aku boleh meminta permintaan....?" Hinata melirih, cinta seolah pudar dari hati Naruto, pria itu mengabaikannya.

"Apapun, selain membawa Boruto..." Jawaban dingin itu menghujam hati Hinata. Senyum getir kembali terukir di bibir plumnya.

"Izinkan Tomoyo dan Hitoshi ikut denganku...." Ucapnya lirih.

Naruto tersenyum sinis. Bukan masalah baginya bila ingin membawa Tomoyo. Tapi membawa Hitoshi, putera Neji itu, membuat Naruto semakin mengerti sepenting apa Hyuuga bagi Hinata. 'Kau masih memikirkan kelangsungan Klanmu di saat seperti ini.'

Fox And FlowerWhere stories live. Discover now