BAB 62 (END)

38.2K 588 80
                                    

Gemetaran tangannya memegang boneka beruang kecil berwarna cokelat sebagai harta karun berharga yang tertinggal.

Terdiam. Hanya terdiam karena dia tidak tahu harus melakukan apa. Perasaan kosong itu kian terasa menganga, harusnya dia tak perlu bersedih, harusnya dia tak perlu merasa nelangsa, harusnya ini yang dia nantikan dan tak perlu merasa penyesalan seumur hidup, tapi dia salah!

"Harusnya Edde tidak beri nama Heaven kalau pada akhirnya Emme benar-benar ke surga, harusnya kita beri nama Paradise saja," sesal Auden walau tahu semuanya percuma.

Kembali meremas boneka mungil itu menjadi peninggalan dan kenangan untuk Eden.

Menutup matanya dengan perasaan aneh yang sulit diungkapkan, jadi sekarang apa? Jadi sekarang apa yang akan dia lakukan? Laki-laki itu benar-benar kehilangan arah.

Masih berjongkok di kuburan itu dengan perasaan hampa.

"Kenapa harus seperti ini? Bagaimana Edde harus menjawab saat Eden besar dan bertanya soal Emme?" ratap Auden.

"Kenapa harus seperti ini? Eden bahkan belum mengenal Emme." Auden terus mempertanyakan hal yang sama. Bagaimana dia bilang pada Eden saat besar nanti? Bagaimana Eden harus tumbuh tanpa sosok ibu? Eden tidak akan pernah mengenal wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

"Apa Edde terlalu jahat selama ini?"

Laki-laki itu menutup matanya, bayangan soal anak kecil perempuan menggemaskan yang berlari ke sana ke mari musnah sudah. Dia tidak akan pernah mengenal Heaven.

"Apa Heaven akan bahagia di sana bersama Emme? Jaga Emme, Abang Eden akan merindukan Heaven di sini." Seluruh raganya seolah tak bertulang, jiwanya seolah dicabut paksa karena kejadian ini.

TIDAKKK!!!!

Rasanya dia tidak akan sanggup hidup seperti ini. Kenapa semua orang yang disayang harus pergi seperti ini?

Kenapa harus musnah secepat ini keluarga impian yang baru saja didapatkan? Andai dia perempuan Auden akan menangis guling-guling tak ikhlas jika anak yang telah diimpikan harus pergi secepat ini tanpa dia berkenalan dan bersentuhan dengan bayinya.

Tidak! Tidak! Dia ingin bayinya! Dia menginginkan bayinya kembali dan hidup! Auden ingin Eden punya adik, Auden ingin banyak anak kecil berlarian di rumahnya. Dia ingin mendengar suara tawa menggemaskan Heaven, dia ingin Eden menjadi abang panutan untuk adiknya.

"Kenapa?" tanya Auden dengan kepala terangkat. Dia ingin Heaven! Dia ingin memeluk bayinya bukannya pergi seperti ini!

Kenapa dunia fana ini tidak membiarkan dia bahagia sejenak saja dengan keluarga kecilnya? Padahal Auden selalu takut bermimpi tentang sebuah keluarga yang ada anak kecil dan saat impian itu tergapai dirampas paksa membuat dia kembali mempertanyakan hidup.

"Heaven, kamu akan selalu hidup bersama Edde. Heaven bisa pergi sekolah bersama abang, Heaven bisa bermain bersama abang, bisa jadi best friend."

Laki-laki itu hanya ingin keluarga kecilnya kembali. Apakah mustahil untuk dikabulkan?

Menelan ludah dengan susah payah karena penyesalan yang datang terlambat sekarang dan selamanya Ayla akan mengingat sebagai laki-laki brengsek, tempat dia membuang benihnya.

"Maafkan aku, Ayla."

Langit yang cerah tidak selaras dengan perasaannya yang mendung luar biasa.

Terdiam.

Berdiri kaku.

Seluruh kenangan itu seolah mendadak datang menyerangnya dari berbagai arah, dadanya terasa sesak. Tangannya terkepal, kepalanya ia tengadahkan ke atas langit melihat langit yang jernih.

BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END) Onde histórias criam vida. Descubra agora