BAB 10

86.8K 2.4K 53
                                    

Sekarang Ayla bingung akan benar-benar mengorbankan temannya yang tak berdosa atau membiarkan semuanya terbongkar? Saat kenyataan terkuak, dia akan selalu berada di posisi yang lemah dan salah.

Jika Ivo yang tak bersalah dan tak berdosa terlibat saat terkuak dia bisa meminimalisir kemungkinan terusir dari rumah ini, karena hamil dari kekasihnya bukan dari sang majikan. Tanpa sadar tangannya meremas kertas itu hingga lusuh dan tak berbentuk lagi, Ayla menendang-nendang kakinya ke lantai, tak punya langkah pasti.

Kebanyakan memikirkan siapa yang menjadi kambing hitam membuat perutnya bergejolak, rasa ingin muntah begitu besar. Kembali berbaring untuk menghilangkan rasa mual yang belum juga reda, dengan menelan ludahnya berkali-kali.

Ayla bangun lebih pagi dari biasanya, dia akan menyiapkan sarapan pada kedua majikan seperti biasanya. Semalaman dia tak bisa tidur dengan tenang karena memikirkan semua kemungkinan dan tak ada kesimpulan yang pasti tentang apa yang harus dia lakukan.

"Hamil." Bibirnya bergetar mengucapkan kata keramat tersebut, tanpa sadar tangannya terulur mengelus perutnya yang rata. Kehamilan menempatkan dia pada posisi serba salah, padahal dirinya tidak pernah menginginkan kehamilan ini, memikirkan nasib sialnya tubuh Ayla bergetar sendiri. Tangannya terkepal sambil menutup mata, air matanya telah mengering untuk terus meratapi nasibnya, jadi yang dia lakukan sekarang menghadapi semuanya.

Rasa mual kian mendera, tapi dengan memaksakan diri gadis itu bangkit dan memeriksa penampilannya di cermin. Kertas berisi nomor ponsel Ivo dia simpan sebaik mungkin, dan keluar dari kamar.

Mungkin akan dipikirkan, sambil melakukan pekerjaan.

Berjalan menuju dapur mengisi gelas untuk meredakan rasa mual. Ayla menunduk menarik napas sepagi ini, saat pagi harusnya orang-orang bersemangat untuk melakukan aktivitas.

Dia akanm membuat roti panggang ala Korea, terkadang rasanya bosan sarapan roti panggang setiap hari, tapi kedua majikannya sangat suka sarapan itu.

Saat membuka kulkas dan mencium bawang membuat rasa mual tadi tak dapat lagi ditahan, dengan cepat Ayla berlari ke wastafel dan memuntahkan isi perutnya.

Uwekkk... Uwekkkk... Uweeekkkk...

Sepertinya dia kian stress karena berperang batin harus melibatkan Ivo atau tidak, rasanya tidak tega sama sekali.

Gadis itu menggeleng masih memuntahkan apa saja isi dalam perutnya walau yang dilihat hanya cairan bening, rasanya usus miliknya sedang diblender. Rasa tak karuan membuatnya terus saja memuntahkan semua isi.

Menutup mata merasakan bulir bening membasahi pipi mulusnya. Pegangan pada pinggiran wastafel itu terasa bergetar seiring dengan bahunya merosot dan ikut bergetar.

"Kamu tidak apa-apa? Aku mendengar dari kamar," tanya Sandra dengan nada penuh kekhawatiran. Ibunya Moer Beatrix berpesan untuk memberi makan sang pembantu agar tak terlihat kurus menyedihkan seperti sekarang.

Saat berbalik melihat Sandra perasaan bersalah membuat rasa mual kian mendera, tapi juga cairan yang sudah terasa di tenggorokan kembali berjalan mundur hingga ke lambung.

"You okay?"

Sandra mengelus tengkuknya, Ayla menutup mulutnya menahan rasa mual. Ahhhh, perasaan mual ini tak enak dan sungguh menyiksa. Dia tak suka.

"Wait! Kalau muntah itu minum teh mint." Ayla hanya menggeleng saat sang majikan sibuk membuatkan teh untuknya.

"Kamu duduk saja," perintah Sandra.

Ayla mengangguk dan berjalan menuju meja makan dan duduk di sana, jika sudah begini moodnya tenggelam hingga ke dasar laut dan tak bersemangat melakukan apa-apa, walau banyak pekerjaan yang menunggu. Dia tak boleh manja, karena hidup ini keras.

BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang