BAB 42

41.9K 1.9K 264
                                    

Telinganya memasang dengan waspada dan juga rasa muak dengan keributan yang terjadi.

Ayla menyesali keputusannya untuk pulang ke rumahnya. Tak ada kedamaian yang dia rasakan di sini.

Gadis itu hanya meringkuk memeluk tubuhnya.

"Ayla! Kamu pasti dengar, adik-adikmu sudah tiga bulan nunggak bayar sekolah. Oh jangan lupa belanja ke pasar biar adik-adikmu makan enak. Di rumah orang kaya itu kamu pasti makan enak. Kami juga tidak mau menampung kamu lama di sini, cepat pulang ke rumah orang kaya itu, beri uang yang banyak buat adik-adikmu!"

Ayla menutup mata meresapi kesialan yang menjalar di seluruh syaraf tubuhnya.

Saat kembali membuka matanya dia kembali mempertanyakan kenapa kembali ke kandang tikus ini.

Harusnya ibunya tahu jika kedatangannya di waktu dini hari hampir subuh buta itu adalah urgent, dia sedang tidak baik-baik saja di sana.

"Kita harus ke mana, Eden?" tanya Ayla seolah anaknya berdiri di depannya.

Sebenarnya Ayla sudah tahu akan seperti ini, tapi setidaknya dia masih punya harapan jika dirinya tak benar-benar sendiri di dunia ini. Dan lihatlah sekarang!

"Ayla! Bangun woy! Nggak usah tidur terus kayak babi! Cepat belanja ke pasar. Beli daging yang banyak dan makanan enak!" Tendangan di pintu membuat Ayla masih terdiam mempertanyakan hidupnya.

Tidak ada yang menerima dirinya di manapun.

Pintu reot itu kembali ditendang membuat Ayla masih dengan kepala yang pening akhirnya membuka pintu menatap ibunya tak suka.

"Kau ngapain pulang lagi? Harusnya fokus kerja, kirim duit buat adik-adikmu yang banyak," ucap sang ibu meneliti penampilannya.

"Oh iya, Mama lupa kau hamil."

"Jadi, bagaimana suamimu? Kalau adik-adikmu sudah besar mereka bisa numpang sekolah di sana," papar Mala.

Ayla mengangkat kepalanya menatap sang ibu dengan perasaan begitu muak. Rasanya ingin berteriak kata muak ribuan kali.

Apa tadi dia bilang? Suami? Tubuh Ayla bergetar tanpa sadar jika itu adalah suami orang.

"Adikmu ada lima orang dan semuanya menjadi tanggung jawabmu untuk membiayai mereka. Mama dan Bapak sudah tua."

Ayla masih terdiam, tapi rasa ingin mengamuk begitu besar. Sejak jaman sekolah dia selalu berdoa agar keluar dari kandang iblis ini, saat Moer memungutnya itu adalah hari kebebasan bagi Ayla, tak perlu serumah lagi dengan orang-orang terdekat yang berpotensi memperpendek usianya dan sekarang dia telah masuk jurang kelam, tak ada jalan keluar untuk semua masalah ini.

Ada saat di mana Ayla ingin berlari kembali ke rumah Delisha karena wanita cantik lebih memanusiakan dirinya.

Kalian pernah merasa jika keluarga adalah sumber masalah? Memikirkan keluarga rasanya kepala otak mau pecah dan begini yang dialami Ayla.

Saat melihat adik-adiknya yang berlarian, tertawa ke sana ke mari, memanjat dinding, memanjat jendela, memanjat lemari, penampilan mereka begitu lusuh. Ayla tahu tak ada masa depan yang menjanjikan untuk mereka.

"Adik-adikmu adalah tanggung jawab kamu."

Menutup mata dengan segala rasa muak, detik ini Ayla ingin punya sayap untuk pergi sejauh mungkin.

Generasi roti lapis ini benar-benar membuatnya muak, belum lagi dia hamil. Ya Tuhan, ini semua tak mudah.

"Kak! Aku mau HP, teman-teman sudah punya HP!"

BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END) Where stories live. Discover now