BAB 40

49.5K 1.7K 171
                                    

Ayla hanya menunduk dengan kepala berperang hebat, sebagai kaum rendahan saat diberi pilihan sulit dia takkan bisa untuk memilih.

Ibu hamil itu menutup mata dengan tangan terkepal, masih dengan hati yang berat.

Kepalanya kembali terangkat menatap manusia lainnya yang juga berada dalam ruangan yang sama dengannya. Kian merasa bersalah karena seolah dialah penyebab semua kehancuran ini.

Auden hanya memegang kertas berisi surat perceraian dari Sandra tanpa ekspresi, pria itu sama sekali tidak menunjukkan emosi apa-apa yang membuat Ayla kian merasa ketakutan.

Mau berlari sejauh mungkin juga dia tak punya jalan pulang.

"Apa aku harus merelakan anakku demi menebus semua perasaan bersalah ini?" Ayla bertanya sendiri dalam hati, dengan gerakan halus tangannya terulur untuk membelai perutnya.

Dia jatuh cinta sedalam mungkin pada bayinya walau anaknya belum lahir. Harus bagaimana ini, menebus rasa bersalah dengan merelakan anaknya atau menutup mata dan tetap jadi antagonis di mata semua orang?

"Tapi aku tidak bisa bersikap jahat pada orang lain, aku akan dihantui perasaan bersalah seumur hidup." Ayla kian merasa batu besar yang menghimpit dadanya.

"Pulang!" titah Auden.

Ayla akhirnya mengekori Auden dan masuk ke dalam mobil masih dengan keheningan yang tercipta di antara mereka.

Saat melihat wajah sang majikan yang benar-benar terdiam membuat Ayla menggigit bibir. Dia tahu semua keputusannya ada di tangannya, tapi dia sendiri tak bisa memutuskan apa yang terbaik buat anaknya.

"Arghhhh! Tapi kenapa aku harus berakhir sama Tuan? Padahal sedari awal aku ingin berlari sejauh mungkin, tapi kenapa tak bisa?" batin Ayla menjerit sembari memandang Auden lama. Hidung mancung pria itu yang menonjol di antara semua fitur wajahnya. Tentu saja tampan makanya dia punya istri begitu cantik walau kisah indah yang telah diukir itu kandas.

Pria matang itu menoleh padanya membuat degupan jantung Ayla berdetak nyeri. Dengan cepat Ayla memilih untuk memandang ke arah luar jendela.

Terlintas di otak liar Ayla penasaran apa Eden akan mirip Auden? Dengan cepat kepala Ayla geleng-geleng, tidak! Anaknya hanya boleh mirip dia. Anggap saja dia hamil anak Alien, jadi Eden itu sebenarnya tidak punya ayah.

"Moer tidak membicarakan hal lain?" tanya Auden.

"T-tidak." Ayla menjawab tanpa menoleh ke arah lawan bicara, tapi saat mendengar helaan napas berat itu dia berani mengintip.

"A-aku akan pergi, jadi Tuan dan Nyonya bisa kembali bersama. Maaf, aku hanya menciptakan kehancuran," ungkap Ayla menyatukan kedua tangan di dada sambil menunduk.

Cittt!!!

Rem mendadak sebagai respons lawan membuat Ayla mencengkram seat belt, hampir saja dia mencium dashboard.

"Tidak, Ayla! Pergilah dan aku akan potong kaki kamu! Jangan pernah pergi bawa anakku!" ancam Auden.

Ayla kian menunduk, dia tidak akan berani menatap lawannya. Nyalinya ciut, akhirnya memilih untuk diam.

Inilah alasan yang membuat Ayla tak bisa melakukan apa-apa, dia seolah tak pernah diberi pilihan untuk memilih hidupnya sendiri. Dia merasa jika hidupnya telah dikendalikan dan takkan bisa lagi ke mana-mana.

BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END) Where stories live. Discover now