BAB 58

44.3K 1.5K 268
                                    

"Kok bisa-bisanya kau hamil lagi! Kau kan masih punya banyak adik  dan mereka semua tanggung jawab kau!"

Bukan kata sapaan yang menyenangkan, tapi selalu saja caci maki yang dia dapat.

Ayla hanya terdiam saat ibunya melirik tak senang ke arah perutnya, dia harus ingat jika dirinya adalah generasi roti lapis yang harus menghidupi seluruh keluarga.

Mana orang tuanya benar-benar tak punya otak dengan anak banyak dan bermain judi setiap saat.

Auden mengetatkan rahangnya. Dasar orang miskin tak guna! Inilah orang miskin tak pernah bisa keluar dari kemiskinan.

Mara yang melirik pada pria tampan tetap di samping Ayla dan wajahnya langsung berubah menjadi senyuman. Sumber uangnya datang, dari kejauhan pria ini sudah bau uang, jadi mereka tidak perlu ngutang sana-sini lagi karena kesusahan saat kalah bermain judi.

Sebenarnya Ayla benar-benar tak enak hati pada Auden karena laki-laki ini tak punya tanggung jawab pada kelakuan orang tuanya.

"Mana check? Mau Mama tukar ke bank biar bapakmu keluar hari ini," pinta Marah seperti preman memalak.

Ayla masih berdiri menatap ibunya diam, sebenarnya dia begitu muak dengan orang tua dan keluarga, tapi saat mereka kesusahan dia selalu tak tega untuk membiarkan para benalu ini kesusahan.

Masa kecil Ayla tidaklah begitu enak untuk dikenang, kekerasan fisik selalu menjadi sahabatnya. Ketika sang ibu emosi maka barang apa saja yang ada di depannya menjadi senjata dadakan untuk memukulnya.

Masih segar di ingatan ketika masih sekolah Ayla pernah dipukul hingga memar karena disuruh untuk mencuci pakaian.

Sedari kecil Ayla selalu berpikir untuk kabur dari keluarganya dan tak perlu mengenal para benalu ini, tapi selalu merasa berdosa dan bertanggung jawab pada mereka.

Sejujurnya, saat melihat didikan orang tuanya yang belum siap jadi orang tua membuat Ayla tidak ingin menikah apalagi punya anak yang buat anaknya hanya jadi samsak hidup keegoisan orang tua, walau sekarang dia bersyukur dengan hidupnya.

Auden merasa tak perlu berbasa-basi, laki-laki itu mengeluarkan check dan pena menuliskan nominal uang, rasa jengkel membuat dia ingin melemparkan ke wajah manusia tak tahu malu ini.

Ayla menatap Auden dengan perasaan bersalah penuh, sebenarnya dia tak ingin laki-laki ini bertanggung jawab yang bukan seharusnya.

Saat laki-laki itu memberi senyuman seolah mengatakan dia tidak masalah untuk membantu, Ayla membuang muka, menahan napas sembari merenungi nasib.

Auden pasti merenung, saat hidup bersama Sandra hartanya kian banyak, saat hidup bersamanya dia hanya menambah beban dan jadi benalu untuk laki-laki ini, apalagi keluarganya.

"Mama mau kenalan sama Eden?" tanya Ayla basa-basi, mendorong kereta bayi agar suasana canggung di antara mereka tak begitu terasa. Ayla sebenarnya tak terlalu dekat dengan mamanya, dari dulu masalah apa pun yang dia alami selalu dipendam sendirian, pundaknya begitu berat sebagai anak pertama yang harus menanggung banyak hal ditambah keegoisan orang tuanya.

"Oh tak usah, lain kali aja kalian bawa sini. Mama mau urus bapakmu dulu," tolak Mara.

Saat sudah mendapatkan check itu Mara langsung pergi tanpa berterima kasih pada anaknya yang telah menolongnya.

BENIH MAJIKAN DI RAHIMKU (END) Where stories live. Discover now