Bagian 29

546 68 11
                                    

Hari ini, Caramel kembali lagi ke rumah sakit tempat Vania di rawat. Bukan hanya untuk menjenguk, Caramel juga harus menjalani chekup rutinnya. Menunggu namanya di panggil, Caramel hanya duduk di bangku tunggu. Matanya melihat banyak sekali orang yang lebih kekurangan dari dirinya, dan karena tempat ini juga Caramel selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan untuknya. Dalam hati Caramel selalu berkata, "masa aku yang cuma sakit kaya gini aja ngeluh, mereka yang lebih parah juga pasti ngerasain sakit yang lebih dari aku."
Caramel hanya perlu berusaha untuk kesembuhannya, masalah sembuh atau tidak itu semua sudah diatur oleh Tuhan.

"Nona Caramel," panggil seorang suster dari ruangan dokter Wildan.

"Silakan masuk dokter Wildan sudah menunggu." Caramel mengangguk dan berjalan menyusul sang suster.

"Hai Caramel, mari silakan duduk." Sapa sang dokter, Caramel menduduki kursi di depan meja dokter Wildan.

"Hari ini saya mau merontgen kamu untuk kedua kalinya, semoga ada perkembangan selama kamu menggunakan brace." jelas sang dokter.

Caramel hanya mengangguk setuju, dia tidak tahu menahu aturan medis. Yang Caramel ingin hanya dia bisa sembuh dan tidak mengunakan brace yang menyiksa tubuhnya ini.

Suster membimbing Caramel menuju ruang radiologi, sebelumnya dia harus melepas semua pakaian serta perhiasan yang melekat pada dirinya, kemudian Caramel menggunakan baju khas rumah sakit. Caramel pun berbaring di ranjang, di atasnya ada alat yang dilapisi kaca sepertinya di dalam kaca ada alat untuk sinar X-ray. Caramel di intruksikan untuk menahan napas, dan kilatan cahaya datang di alat X-ray itu. Setelah hampir 15 menit, Caramel di perbolehkan menggunakan pakainannya kembali, dan menunggu hasil rontgen.

Sambil menunggu hasil rontgen, Caramel memutuskan untuk menjengguk Vania. Di ruangan Vania sudah ada Rizal, sepertinya dia masih setia menunggu Vania kembali pulih. Kedatangan Caramel langsung disambut teriakan ceria khas Vania, Caramel memeluk Vania sebentar dan duduk di kursi samping ranjang Vania.

"Lu sendirian ke sini?" Tanya Vania.

"Iya, Jingga lagi ada eskul. Gimana keadaan Lu?"

"Udah mulai baikan kok, katanya minggu ini udah boleh pulang." ucap Vania riang.

Caramel tersenyum senang mendengarnya. "Syukurlah, dikit lagi Tryout. Lu harus cepet sembuh."

"Siap Bos!"

Caramel hanya menggeleng heran melihat tingkah sahabatnya ini, dan mereka bertiga pun terlibat dalam pembicaraan ringan, dan tidak terasa hampir 1 jam Caramel di ruangan Vania. Dia sampai lupa jika dia sedang menjalanin checkup, akhirnya Caramel memutuskan untuk berpamitan kepada Vania.

Setelah keluar dari ruang rawat Vania, Caramel pun kembali lagi ke ruang dokter Wildan. Kedatangannya pun sudah di tunggu, dan untung saja hasil rontgen baru keluar 5 menit yang lalu.

Dokter Wildan memeriksa hasil rontgen yang baru, Caramel hanya melihat sekilas gambar hitam itu. Rasanya masih sama seperti pertama dia datang checkup, menyakitkan.

"Dari hasil rontgen yang baru, kemiringannya baru 2 derajat perubahannya. Mungkin setelah ini saya akan merujuk kamu untuk terapi kiropraktik, mungkin ini lebih berat. Tapi saya yakin, ini akan lebih signifikan." jelas dokter Wildan.

Caramel mengangguk pasrah, dia benar-benar buta soal penyakit dirinya.

"Baik dok, saya akan menjalankan apa yang terbaik menurut dokter."

Secret Of Caramel Gadis 90°✓ {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang